Catatan: Makalah ini dipublikasikan di blog ini dengan tujuan untuk meningkatkan kemudahan para pendidik untuk memperolehnya dengan lebih banyak terindeks pada search engine. Makalah ini sepenuhnya bukan milik saya. Bila Anda pemilik makalah ini dan merasa bahwa tidak semestinya makalah ini diterbitkan di http://penelitiantindakankelas.blogspot.com, silakan menghubungi saya di sini, maka dengan senang hati saya akan menghapus konten ini. Terimakasih (admin).
PENINGKATAN PEMAHAMAN RUMUS GEOMETRI MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI SEKOLAH DASAR
Oleh: P. Sarjiman
FIP Universitas Negeri Yogyakarta
Abstract
The classroom action research was carried out in order to : (1) make students easier in understanding geometrical formulas; (2) raise the students’ achievement about geometrical formula understanding and its application especially in the case of plane area. : (3) motivate the students to understand geometrical formulas; and (4) make the teaching-learning of understanding geometrical formulas would be more effective.
The research was carried out at the fith grade of state elementary school called Terbantaman II in Depok Sleman Yogyakarta. The Re-search was carried out in three cycles with each sycle consisting of planning, actuating , observing and reflecting. The research data were collected by instruments namely the achievement test, observation and interview. Quantitative data were analysed by descriptive statistics; that was by searching for the mean and by a test of difference, where as qualitative data were analysed by an interpretative descriptive.
The research finding showed that the teaching of the plane area formulas of rectangulars and triangles by realistic approach could raise the students’ eagerness and motivation in learning , understanding as well as applying the plane area. It could be concluded that the teaching method applied could raise students’ achievement in learning the plane area formula especially rectangulars and triangels. In othe words, the teaching of geometrical formulas by realistic approach could raise the students’ understanding about geometrical formulas.
Key words: Understanding geometrical formulas, realistic approach, and the elementary school.
Pendahuluan
Geometri SD sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Pembuatan berbagai bentuk mebel dari yang sederhana sampai yang mewah, sudah menggunakan istilah segiempat, segitiga, kubus, balok dan bentuk geometris yang lain. Demikian pula berbagai bentuk konblok ada yang berbentuk persegipanjang, segienam dan tiruan bentuk geometris lainnya. Dengan demikian, penguasaan geome-tri, walaupun setingkat SD, sangat bermanfaat untuk mengolah hasil kekayaan sumberdaya alam setempat di mana siswa SD berdomisili. Dengan penguasaan geometri yang baik, selain siswa memiliki bekal yang cukup untuk melanjutkan studi lebih lanjut, siswa yang terpaksa putus sekolah pun mereka dapat mengaplikasikan geometri SD untuk mengolah sumber daya alam setempat untuk dijadikan barang/ko-moditi yang laku dipasarkan. Masyarakat kuna pun telah memanfaatkan geometri dalam kehidupan sehari-hari mereka seperti yang dikemuka-kan oleh Travers dkk. (1987:42) seperti berikut ini.
As long ago as 3000 BC, the Summerians used Geometry to build temples, the Early Egyptians used it to compute the amount of grain they could store in a bin of a given size and shape.
Sesuai dengan kegunaan praktisnya semula, istilah geometri mem-punyai arti harfiah pengukuran bumi. Pada waktu itu, geometri sangat bermanfaat secara praktis seperti untuk mengetahui luas, volume (bangsa Babilonia), sedangkan bangsa Mesir kuna memanfaatkannya antara lain untuk membangun piramida. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Marvin Jay Green Berg (1980), bahwa “The word geometry comes from the Greek geometria ( geo: earth and metrein: to measure), ge-ometry was originally the science of measuring land.” Geometri pada bidang datar dan pada luas daerah segiempat pada khususnya dipakai untuk mengukur tanah di sepanjang sungai NIL.
Van de Walle (1994:35) mengungkap lima alasan mengapa geome-tri sangat penting untuk dipelajari. Pertama, geometri membantu ma-nusia memiliki apresiasi yang utuh tentang dunianya, geometri dapat dijumpai dalam system tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, binatang sampai pada karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. Kedua, eksplorasi geometrik dapat membantu mengembang-kan keterampilan pemecahan masalah. Ketiga, geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya. Keempat, geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kelima, geometri penuh dengan tantangan dan menarik.
Kemampuan rancang bangun dan rekayasa ( engineering ) bangsa Indonesia pada masa mendatang sangat ditentukan oleh kualitas pengu asaan geometri siswa SD saat ini. Di samping itu, jika sejak kecil siswa sudah dibiasakan dengan bentuk-bentuk bangun geometri baik pada aneka ragam permainan maupun pada bentuk-bentuk barang dan ba ngunan sehari-hari, mereka akan cepat mengenal lingkungan di tempat ia tinggal sehingga dapat mengembangkan dan mengkreasi gagasan-gagasan baru. Salah satu kriteria orang yang terpelajar dan terdidik pada zaman Yunani kuna adalah bahwa ia harus memunyai apresiasi terhadap matematika khususnya geometri (Hendra, 1997).
Mengingat pentingnya penguasaan geometri bagi siswa SD, peneliti sangat prihatin mendengar keluhan guru SD yang mengatakan bahwa pemahaman geometri anak dewasa ini lemah, walaupun sudah dibim bing dengan susah payah. Keluhan ini didengar peneliti, ketika berada di SD membimbing mahasiswa PPL. Hasil penelitian Sarjiman (2001) tentang penguasaan matematika SD dari mahasiswa PGSD Prajabatan, menunjukkan bahwa geometri termasuk materi yang sulit untuk dikua-sai setelah pecahan dan soal matematika bentuk cerita. Rusgianto at al (1990) yang melaksanakan penelitian terhadap kesalahan-kesalahan konsep matematika guru-guru SD memperoleh kesimpulan bahwa 51,58% guru yang diteliti melakukan kesalahan pada kelompok aljabar, 59,42%, pada kelompok geomerti 49,7 % dan pada kelompok aritmetika.
Banyak orang tua mengeluhkan bahwa jika anak SD dihadapkan pada barang yang nyata dalam hal hitung menghitung keliling, luas, dan volume masih bingung (Kedaulatan Rakyat, Maret 1997). Dengan demikian, pembelajaran geometri di SD memang perlu diperhatikan agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam menghadapi persoalan geometri di dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan rasionalitas permasalahan di atas, yang menjadi pem-bahasan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah (1) apakah dengan pendekatan realistik mampu memotivasi siswa dalam memahami rumus luas daerah segiempat dan segitiga?, (2) apakah dengan pendekatan rea listik siswa mampu menemukan rumus sendiri, setelah melalui proses dan (3) apakah pemahaman siswa benar-benar meningkat? Ada pun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan bagaimana pembelajaran dengan pendekatan realistik mampu memoti-vasi siswa dalam memahami rumus luas daerah segiempat dan segitiga;
(2) medeskripsikan bagaimana siswa menemukan rumus sendiri dengan memanipulasi benda konkret; (3) mendeskripsikan ada tidaknya pening katan pemahaman siswa tentang rumus bangun datar tersebut.
Beberapa ahli pendidikan mengemukakan pandangannya tentang pemahaman konsep geometri di tingkat SD. Jean Piaget, misalnya, mengemukakan bahwa yang pertama dikenal oleh anak adalah bentuk bentuk topologis (Copeland, 1974:210). Dalam pandangan anak manu-sia dan objek-objek lain bukanlah sesuatu yang tetap dan tidak berubah tetapi berganti-ganti tergantung dari mana dia memandang. Dengan kata lain, pandangan anak pada dunia sekitarnya adalah pandangan topologis. Secara topologis, suatu bangun tidaklah harus berbentuk permukaan kaku dan tetap sebagaimana dalam geometri Euclides.
Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, anak SD berada pada periode operasional konkret. Selama usia SD, berpikir anak tentang matematika, khususnya geometri, masih mendasarkan benda-konkret dan situasi nyata. Anak SD pada kelas rendah belajar geometri dengan berpikir informal; meraba dan menduga-duga. Anak-anak pada kelas yang lebih tinggi, memiliki kemampuan untuk bernalar lebih abstrak, tetapi masih tergantung pada penyajian konkret dari topik geometri yang dipelajarinya. Periode operasional konkret, ditandai oleh kemampuan berpikir logis, mengorganisasikan pikirannya agar menyatu, memandang struktur secara total, dan menyusun semuanya itu dalam hubungan- hubungan yang hirarkhis. Dalam mempelajari geometri, Van Hiele (dalam Crowley Marry L. 1987) berpendapat bahwa pemikiran geometri anak memiliki beberapa tingkatan, yakni: (1) visual (siswa mengidentifikasi konfigurasi geometri sebagai keseluruhan yang tampak), (2) analisis deskriptif (siswa mengenali ciri-ciri bentuk geometris), (3) abstrak rasional (siswa mampu menyusun definisi abstrak), (4) deduksi (siswa mampu menyusun bukti), dan (5) rigor (geometri diterima sebagai suatu system yang abstrak).
Pembelajaran geometri di SD sekurang-kurangnya harus menca-pai tingkat analisis menurut versi Van Hiele, tingkat ini seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengukur, menggunting, melipat, memodel, mewarna dan mengubin untuk mengidentifikasi sifat-sifat bangun, menurunkan ‘rumus’ secara empirik dan generalisasi. Serta mengkontraskan kelas-kelas bangun yang berbeda.
Realistic Mathematics Education atau pendidikan matematika dengan pendekatan realistik adalah bahwa pembelajaran matematika dipandang sebuah kegiatan dan bukan sebagai hasil yang siap pakai (barang jadi). Agar siswa dapat menerapkan matematika secara ber-makna, maka penerapannya harus dipelajari melalui re-invention (penemuan kembali) atau re-construction (konstruksi kembali). Dalam falsafah realistik, dunia nyata digunakan titik pangkal permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan matematika. Dunia nyata ini tidak berarti konkret secara fisik dan kasat mata, namun juga ter-masuk yang dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Jadi, dunia nyata ini mengandung arti sejauh masih kontekstual dengan yang ada pada pikiran anak. Ciri-ciri contextual learning adalah: (1) menggunakan konteks yang nyata sebagai titik awal belajar, (2) menggunakan model sebagai jembatan antara real dan abstrak, (3) belajar dalam suasana demokratis dan interaktif, dan (4) menghargai jawaban informal siswa sebelum mereka mencapai bentuk formal matematika.
Dalam kerangka Realistic Mathematics Eduction, Freudental (1991) menyatakan bahwa ‘Mathematics is human activity’ karenanya matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia. Belajar matematika adalah sebagai proses di mana matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga di dalam pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa dari pada ditanamkan oleh guru. Dengan mengamati benda nyata atau benda yang dapat dibayangkan siswa, mereka akan mampu merangkum menjadi suatu awal konsep matematika (horizontal matematizing), sebelum mereka sampai pada konsep matematika sesungguhnya yang bersifat abstrak (vertical matematizing).
Secara spesifik Vygotsky menekankan bahwa belajar terjadi melalui interaksi social. Ia yakin bahwa tingkat kinerja pemecahan masalah baru dapat dicapai apabila siswa bekerja dalam kelompok-kelompok koope ratif khususnya kelompok-kelompok heterogen (Jones & Thornton, 1993). Menurut Marpaung (2001:6) pembelajaran matematika di SD yang cocok adalah dengan pendekatan kontekstual yang realistik. Pem-belajaran dimulai dengan masalah-masalah kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan yang oleh siswa dianggap realistik. Aspek aplikasi dari matematika lebih ditonjolkan dari pada aspek teoritiknya yang abstrak. Pembelajaran matematika yang di dalamnya termasuk geome-tri bangun datar, akan lebih didukung oleh masyarakat, sebab akan mampu mengembangkan kemampuan siswa yang dibutuhkan dalam masyarakat seperti toleransi, budaya demokrasi, berpikir strategis, dan kemampuan menerima serta mengargai perbedaan (Marpaung, 2001:5). Dengan pendekatan realistik dalam pembelajaran pemahaman rumus geometri, siswa akan mudah memaknai dan mencerna konsep-konsep................Baca makalah dari sumber aslinya di sini.
0 komentar:
Posting Komentar