Minggu, 20 Januari 2013

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan Asesmen

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan  Asesmen

Kali ini blog ptk (penelitian tindakan kelas) dan model-model pembelajaran kembali mengangkat topik penilaian,setelah sebelum menulis tentang Prinsip-Prinsip Penilaian, kemudian tentang Penilaian Afektif, dan juga Penilaian Psikomotor. Topik kali ini bersifat mendasar sekali, yaitu tentang pengertian evaluasi, pengertia penilaian, pengertian pengukuran, pengertian tes, dan pengertian asesmen. Topik ini tampaknya sangat menarik dan perlu untuk dibahas karena begitu simpang siurnya definisi istilah-istilah tersebut di internet. Setelah melakukan kajian terhadap berbagai definisi tentang evaluasi, penilaian, tes, pengukuran, hingga asesmen, maka dapatlah dibuat artikel ini yang tujuannya untuk mendudukkan kembali semua istilah itu pada tempatnya yang tepat. Pada tulisan ini kami hanya mengambil definisi-definisi dari para ahli  yang telah diakui kredibilitasnya di bidang pendidikan dan psikologi pendidikan.

Pengertian Evaluasi (Penilaian) Menurut Para Ahli

  • Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya: Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional).
  • Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.

Kesimpulan Tentang Pengertian Evaluasi:

  • Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah evaluasi sinonim dengan penilaian.
  • Evaluasi merupakan proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh.
  • Data atau informasi diperoleh melalui pengukuran (measurement) hasil belajar.melalui tes atau nontes.
  • Evaluasi bersifat kualitatif.

Pengertian Pengukuran (Measurement) Menurut Para Ahli

  • Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
  • Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
  • Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
  • Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.

Kesimpulan Tentang Pengertian Pengukuran:

  • Kegiatan pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil belajar dengan suatu ukuran tertentu. 
  • Dilakukan dengan proses sistematis. 
  • Hasil pengukuran berupa besaran kuantitatif (sistem angka). 
  • Pengukuran menggunakan alat ukur yang baku.

Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli

  • Angelo T.A.(1991): Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)
  • Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya : asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
  • Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
  • Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review , and use of information about educational programs undertaken for the purpose of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa).

Kesimpulan Tentang Pengertian Asesmen:

  • Asesmen merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan umpan balik tentang seberapa baik siswa belajar.
  • Dapat dilakukan di awal, di akhir (sesudah), maupun saat pembelajaran sedang berlangsung.
  • Asesmen dapat berupa tes atau nontes.
  • Asesmen berupa nontes misalnya penggunaan metode observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dsb.
  • Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
  • Bertujuan meningkatkan belajar (pembelajaran) dan perkembangan siswa.

Pengertian Tes Menurut Para Ahli

  • Wayan Nurkencana (1993), tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan
  • Overton, Terry (2008): test is a method to determine a student’s ability to complete certain tasks or demontstrate mastery of a skill or knowledge of content. Some types would be multiple choice tests or a weekly spelling test. While it commonly used interchangeably with assesment, or even evaluation, it can be distinguished by the fact  that a test is one form of an assesment. (Tes adalah suatu metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan pada suatu materi pelajaran. Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan. Seringkali penggunaannya tertukar dengan asesmen, atau bahkan evaluasi (penilaian), yang mana sebenarnya tes dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan kenyataan bahwa tes adalah salah satu bentuk asesmen.)

Kesimpulan Tentang Pengertian Tes:

  • Tes adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan.
  • Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan.
  • Tes adalah salah satu bentuk asesmen

Diagram Kedudukan Istilah Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, Asesmen, dan Tes. 

Perhatikan Gambar berikut, yang merupakan diagram kedudukan istilah evaluasi, penilaian, pengukuran, asesmen, dan tes yang seringkali membingungkan. Diagram dibuat berdasarkan induksi dari pengertian evaluasi (penilaian), penegertian pengukuran, pengertian asesmen, dan pengertian tesmenurut para ahli di atas.
kedudukan istilah evaluasi di antara istilah sejenis
Diagram yang menunjukkan kedudukan istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian", "Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"

Referensi:

  • Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
  • Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.
  • Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.
  • Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
  • Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003). Formative Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.
  • Kizlik, Bob. (2009). Measurement, Assessment, and Evaluation in Education. Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
  • Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
  • Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas - Brownsville
  • Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. (1999). Assessment Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass
  • Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.
  • Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Baca Selengkapnya

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Para pengunjung blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran pasti sudah tahu betul bahwa hasil belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Saya yakin para guru telah menguasai betul bagaimana cara menyusun instrumen penilaian ranah kognitif. Akan tetapi bagaimana dengan instrumen penilaian afektif dan psikomotor. Pada tulisan sebelumnya di blog ini telah dibahas mengenai langkah-langkah menyusun instrumen penilaian afektif. Jadi sekarang saatnya kita membicarakan tentang cara menyusun instrumen penilaian psikomotor.

Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah salah satu dari 3 ranah hasil belajar siswa, yang berkaitan dengan aktivitas fisik seperti berlari, menari, memukul, membedah, menggambar, dan sebagainya. Ranah psikomotor merupakan suatu jenis hasil belajar yang dalam perolehannya dicapai lewat keterampilan manipulasi dengan melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Hasil belajar pada ranah psikomotor yang berbentuk keterampilan itu dapat diukur pada saat siswa mengikuti proses pembelajaran ataupun sesudah proses pembelajaran.

Saat proses pembelajaran sedang berlangsung
Untuk melakukan penilaian psikomotor pada saat proses pembelajaran dengan berlangsung dapat dikakukan pengamatan langsung melalui tingkah laku yang ditunjukkan siswa selama pembelajaran
Sesudah mengikuti pembelajaran
Penilaian hasil belajar psikomotor yang dilakukan sesudah pembelajaran dilaksanakan dapat dilakukan denga cara memberikan tes kepada siswa.

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Untuk menilai hasil belajar psikomotor, guru paling tidak harus menyiapkan 2 dokumen, yaitu:
  1. Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
  2. Instrumen pengamatan / lembar observasi berupa daftar periksa (check list) atau skala penilaian (rating scale)

Lembar observasi adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengobservasi kemunculan aspek-aspek keterampilan psikomotorik yang diamati. Lembar observasi dapat berupa daftar periksa (check list) atau dapat pula berupa skala penilaian (rating scale).

Daftar periksa (check list)
Daftar periksa berbentuk yang jawabannya tinggal memberi tanda cek (centang) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati. 

Skala penilaian (rating scale).
Skala penilaian merupakan daftar pertanyaan / pernyataan untuk menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan rentang tertentu, misalnya dengan rentang 1 - 5.

Perlu diingat bahwa instrumen penilaian ranah psikomotor yang disusun harus mengacu kepada indikator. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan saat menyusun sebuah instrumen penilaian psikomotor adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
Langkah-langkahnya:
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat.
  • Merumuskan bentuk soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.berdasarkan indikator.
  • Contoh bentuk soal:
instrumen penilaian psikomotor
Contoh Soal / perintah kerja
 2. Menyusun instrumen pengamatan / lembar observasi
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat
  • Mencermati soal / lembar tugas / perintah kerja yang telah dirumuskan.
  • Menjabarkan aspek-aspek keterampilan yang diamati. 
  • Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan:
aspek-aspek keterampilan psikomotor
Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan
  • Memilih bentuk instrumen pengamatan: apakah berupa daftar periksa atau berupa skala penilaian.
  • Menulis instrumen pengamatan yang dipilih berdasarkan aspek-aspek keterampilan ke dalam tabel.
  • Menelaah kembali instrumen pengamatan yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa sudah bagus sehingga instrumen memiliki validitas yang tinggi.
  • Meminta orang lain untuk menelaah instrumen yang telah dibuat agar hasilnya lebih reliabel.
  • Untuk soal dari contoh soal di atas instrumen pengamatannya dapat sebagai berikut.
  • Contoh DAFTAR PERIKSA (Check List)
Contoh Daftar Periksa (Check List) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor
  • Contoh SKALA PENILAIAN (Rating Scale)

skala rating instrumen penilaian ranah psikomotor
Contoh Skala Penilaian (Rating Scale) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor

Pilih Daftar Periksa (Check List) atau Skala Penilaian (Rating Scale)?

Jika guru harus memilih, apakah ia sebaiknya menyusun instrumen penilaian psikomotor dalam format daftar periksa (check list) ataukah dalam format skala penilaian (rating scale), maka guru dapat mempertimbangkan aspek berikut. Daftar periksa memiliki keunggulan yaitu lebih mudah disusun dan digunakan dibanding skala penilaian, akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa skala penilaian memiliki objektivitas
Baca Selengkapnya

Kamis, 17 Januari 2013

Langkah-Langkah Menyusun dan Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Tinjauan Umum tentang Penilaian Afektif

Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian. Kenyataan selama ini di lapangan lebih menunjukkan penilaian afektif terkesan bagai “anak tiri” dibanding  penilaian kognitif maupun psikomotor. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau instrumen yang baik.

Pada tulisan kali ini, blog penelitian tindakan kelas (ptk)  dan model-model pembelajaran akan mencoba membahas mengenai penilaian afektif. Mari kita simak.

Ranah afektif sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Beberapa komponen penting ranah afektif misalnya minat dan sikap terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran. Siswa bisa memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu, bisa juga negatif, atau netral. Harapan semua guru tentunya, siswa mereka memiliki sikap dan minat positif terhadap semua mata pelajaran atau materi pelajaran. Melalui sikap yang positif ini kemudian dapat diharapkan, siswa juga akan memiliki minat yang positif. Siswa yang mempunyai sikap positif dan minat positif terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil dalam kegiatan pembelajaran.

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Afektif

Dalam kaitan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran, yang kedua termasuk bagian penting dari ranah afektif, maka guru perlu menyusun instrumen penilaian afektif. Untuk menyusun instrumen penilaian afektif, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Pemilihan ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap suatu materi pelajaran.
  2. Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
  3. Beberapa contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu: (1) persentase kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2) aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, misalnya apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam diskusi, aktif memperhatikan penjelasan guru, dsb.; (3) penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau tugas lainnya; (4) kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya terkait materi pelajaran tersebut.
  4. Penentuan jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang berminat; (3) netral; (4) berminat; dan (5) sangat berminat.
  5. Penulisan draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang telah ditentukan.
  6. Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat.
  7. Revisi instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat, bila memang diperlukan
  8. Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut.
  9. Pemberian  skor inventori kepada siswa
  10. Analisis hasil inventori minat siswa terhadap materi pelajaran

Bagaimana memberikan skor dalam penilaian afektif

Teknik penskoran untuk penilaian ranah afektif dapat dilakukan secara sederhana. Contoh, pada instrumen penilaian minat siswa terhadap suatu materi pelajaran terdapat 10 item (berarti ada 10 indikator), maka bila skala yang digunakan adalah skala Likert (1 sampai 5), berarti skor terendah yang mungkin diperoleh seorang siswa adalah 10 (dari 10 item x 1) dan skor paling  tinggiyang mungkin diperoleh siswa adalah 50 (dari 10 item x 5). Maka kita dapat menetukan median-nya, yaitu (10 + 50)/2 atau sama dengan 30. Bila kita membaginya menjadi 4 kategori, maka skor 10 -20 termasuk tidak berminat; skor 21 – 30 termasuk kurang berminat; skor 32 – 40 berminat, dan skor 41 – 50 termasuk kategori sangat berminat.

Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Berikut ini diberikan contoh instrumen penilaian sikap siswa terhadap materi pelajaran evolusi pada mata pelajaran IPA di kelas IX
contoh instrumen penilaian afektif
Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Artikel Lain Yang Berhubungan dengan Penilaian Afektif :

Prinsip-Prinsip Penilaian

Kata Kerja Operasional untuk Ranah Afektif

Dalam penyusunan instrumen penilaian afektif, kita harus menggunakan kata kerja operasional dalam indikatornya. Ini dilakukan (sama seperti instrumen penilaian kognitif dan psikomotor) agar indikator dapat diamati / terukur. Menurut taksonomi Bloom, ada 5 tingkatan ranah afektif yaitu: (1) A1 – menerima; (2) A2 – menanggapi; (3) A3- menilai; (4) A4 – mengelola; dan (5) A5 – menghayati. Berikut ini disajikan contoh-contoh kata kerja operasional untuk kelima tingkatan dalam ranah afektif.

A1 – Menerima

Contoh kata kerja operasional:
  • Memilih
  • Mempertanyakan
  • Mengikuti
  • Memberi
  • Mematuhi
  • Meminati
  • menganut

A2 – menanggapi

Contoh kata kerja operasional:
  • Menjawab
  • Membantu
  • Mengajukan
  • Mengkompromikan
  • Menyenangi
  • Menyambut
  • Mendukung
  • Menyetujui
  • Menampilkan
  • Melaporkan
  • Memilih
  • Memilah
  • Mengatakan
  • Menolak

A3 – menilai

Contoh kata kerja operasional:
  • Mengasumsikan
  • Meyakini
  • Melengkapi
  • Meyakinkan
  • Memperjelas
  • Memprakarsai
  • Mengimani
  • Mengundang
  • Menggabungkan
  • Memperjelas
  • Mengusulkan
  • Menyumbang

A4 – mengelola

Contoh kata kerja operasional:
  • Menganut
  • Mengubah
  • Menata
  • Mengklasifikasikan
  • Mengkombinasikan
  • Mempertahankan
  • Membangun
  • Memadukan
  • Mengelola
  • Menegosiasikan
  • Merembukkan

A4 – menghayati

Contoh kata kerja operasional:
  • Mengubah perilaku
  • Berakhlak mulia
  • Mempengaruhi
  • Mendengarkan
  • Mengkualifikasi
  • Melayani
  • Menunjukkan
  • Membuktikan
  • Memecahkan

Baca Selengkapnya

Rabu, 16 Januari 2013

Model Pembelajaran Matematika: Accelerated Math (Matematika Akselerasi)

Salah satu model pembelajaran matematika yang dianggap efektif untuk diterapkan di kelas saat ini adalah model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math). Istilah lain untuk menyebut model pembelajaran matematika yang satu ini adalah individualized math (matematika individual). Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Renaissance Learning Ltd.

Definisi / Pengertian Model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau matematika individual (individualized math)

Model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau matematika individual (individualized math) adalah suatu model pembelajaran berbasis komputer dengan sistem di mana siswa-siswa belajar pada tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam sebuah kelas, kemudian mereka juga dapat melangkah maju ke unit pembelajaran berikutnya berdasarkan kecepatan belajar mereka masing-masing.
model pembelajaran matematika
Model pembelajaran matematika

Dalam penerapannya di kelas, model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math) ini menggunakan teknologi komputer untuk mengevaluasi performa setiap siswa pada akhir unit-unit pembelajaran. Hasil evaluasi ini pula yang kemudian dijadikan rujukan oleh guru untuk memberikan bantuan bagi semua siswa di kelasnya secara individual sesuai kebutuhan masing-masing siswa.

Kelebihan model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math)

Kelebihan utama dari model pembelajaran ini adalah bahwa siswa dapat belajar sesuai tingkatan kemampuan dan kecepatan mereka masing-masing. Hal ini bagus karena pada kenyataannya setiap siswa mempunyai kemampuan dan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
Selain itu guru juga dapat dengan mudah memperoleh feedback tentang proses beserta hasil pembelajaran yang dilakukan siswanya. Dengan demikian ia dapat mengetahui pula di bagian siswa tertentu mengalami hambata atau kelemahan. Bila hambatan dan kelemahan telah diketahui oleh guru, maka ia dapat memberikan bantuan yang sesuai dan efektif untuk siswa yang bersangkutan

Kelemahan model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math)

Harus tersedia perangkat keras (komputer) dalam jumlah dan spesifikasi yang memadai.
Harus tersedia software khusus di mana pada software itu tersedia berbagai materi pelajaran matematika yang bersifat interaktif dan dapat mengevaluasi kemajuan belajar siswa pada setiap unit materi pelajaran.
Guru harus memiliki kemampuan di bidang ICT.
Guru akan menemui kesulitan untuk mengaplikasikan model pembelajaran ini pada rancangan pembelajarannya.

Artikel Lainnya tentang model pembelajaran matematika :

Referensi :

http://www.cehd.umn.edu/nceo/presentations/NCTMLEPIEPStrategiesMathGlossaryHandout.pdf
http://www.ehow.com/how_7460023_use-accelerated-math-classroom.html
http://www.wisegeek.com/what-is-accelerated-math.htm
Baca Selengkapnya

Ciri-Ciri Metode Mengajar yang Efektif

Saat mengajar, semua guru pasti menggunakan metode mengajar tertentu. Metode mengajar ini dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga dapat digunakan secara efektif di dalam kelas guru yang bersangkutan. Baca artikel sebelumnya dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran ini tentang Menentukan Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran.

Ciri-Ciri Metode Mengajar Yang Efektif

Lalu bagaimanakan sebuah metode mengajar yang telah dipilih oleh guru tersebut dapat dikatakan efektif? Ada beberapa ciriyang dapat membuat kita dapat menilai sebuah metode mengajar apakah efektif atau tidak untuk suatu pembelajaran. Berikut dipaparkan beberapa ciri metode mengajar yang efektif:

Mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

Sebuah metode mengajar dikatakan efektif apabila dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Dengan metode yang digunakan siswa menjadi terbantu mempelajari suatu materipelajaran dengan baik.

Membuat siswa menjadi memiliki rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar seseorang termasuk proses belajar siswa. Jika siswa memiliki rasa ingin tahu maka pembelajaran yang dilakukannya menjadi amat mengasyikkan. Rasa ingin tahu adalah asupan energi yang tak habis-habisnya memberikan siswa kekuatan  untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Bahkan dengan rasa ingin tahu, akan muncul motivasi yang bersifat dari dalam, motivasi intrinsik yang membuat mereka dapat menjadi pebelajar mandiri. Metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa ingin tahu tentang materi pelajaran yang guru belajarkan kepada mereka.

Membuat siswa menjadi tertantang

Saat pemebelajaran berlangsung, guru acapkali memberikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Penggunaan metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa tertantang untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan baik. 

Dapat membuat siswa aktif secara mental, fisik, dan psikis

Salah satu prinsip penting dalam pembelajaran adalah keaktifan pebelajar untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Bila guru menggunakan metode mengajar yang efektif, maka aktivitas siswa dalam pembelajaran akan tampak secara nyata. Keaktifan mereka dapat dalam bentuk mental, fisik,psikis, atau kombinasi dari keduanya atau ketiganya. Dengan aktifnya siswa baik secara mental, fisik, maupun psikis, siswa akan belajar penuh kebermaknaan dan hasil belajar yang mereka dapatkan akan bertahan lebih lama.

Membantu siswa tumbuh kreatif

Aspek lain yang dapat ditinjau mengenai metode mengajar efektif adalah pada dapat tidaknya sebuah metode mengajar membantu siswa agar  tumbuh menjadi individu yang kreatif. Metode mengajar yang efektif akan membuat siswa untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi: berpikir kreatif, selama menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan latihan-latihan semacam ini, pada akhirnya siswa akan tumbuh menjadi individu yang kreatif.

Mudah dilaksanakan oleh guru

Ciri metode mengajar yang efektif yang terakhir adalah kemudahannya dalam pelaksanaan di kelas. Metode mengajar yang efektif adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya tidak memberatkan guru. Walaupun kemudahan juga penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan metode mengajar mana yang efektif, guru sebaiknya tidak hanya semata berpatokan pada ciri ini, sehingga guru dalam pelaksanaan pembelajaran hanya menggunakan metode-metode mengajar yang mudah dan tidak membutuhkan kerja keras semata.

Demikian tulisan tentang ciri-ciri metode mengajar yang efektif dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran, semoga bermanfaat bagi anda dalam mempertimbangkan penerapan suatu metode mengajar di kelas anda. Salam penelitian tindakan kelas.

Baca Selengkapnya

Bermain Peran (Role Playing), Sebuah Strategi Pembelajaran Efektif

strategi bermain peran (role playing)
Strategi bermain peran (role playing)

Bermain Peran (Role Playing), Sebuah Strategi Pembelajaran Efektif

Definisi / Tinjauan Umum tentang Strategi Bermain Peran (Role Playing)

Beberapa ahli telah membahas tentang strategi bermain peran ini, beberapa di antaranya sebagai berikut:

Joyce dan Weil (2000)

Bermain peran (role-playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran  sosial (social models). Strategi ini menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial maupun intelektual.

Jill Hadfield (1986)

Hadfield menyebutkan bahwa strategi bermain peran (role playing) adalah suatu permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang
Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.

Kelebihan Strategi Bermain Peran (role playing)

Bermain peran adalah strategi mengajar yang memiliki beberapa kelebihan baik bagi siswa maupun bagi guru.

Strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa

Poorman (2002) menyebutkan bahwa menurut hasil penelitian, strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dan materi pelajaran, sehingga dengan demikian juga dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep yang sedang dibelajarkan kepada mereka. Apalagi untuk mempersiapkan pembelajaran dengan strategi ini mereka harus terlebih dahulu melakukan studi tentang karakter atau tokoh yang akan diperankan atau dibuat skenarionya.
Fogg (2001) menyatakan bahwa pada kelas-kelas sejarah dimana para guru menjadi bosan dengan pembelajarannya dan menunjukkan kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran dapat diperbaiki dengan penerapan strategi bermain peran. Dari hasil pengamatan Fogg, siswa menjadi lebih tertarik dengan bahan pembelajaran yang diberikan.

Strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran

Sebagaimana diketahui, siswa bukanlah botol kosong yang dengan serta-merta menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Mereka harus terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran baik secara hands on maupun minds on.

Berdasarkan penelitian Poorman (2002), siswa yang diwawancarai mengatakan bahwa dengan strategi bermain peran yang dilaksanakan oleh guru, membuat mereka ingin terlibat aktif melakukan sesuatu dalam pembelajaran.

Hal ini senada sebagaimana yang diteliti Fogg (2001) bahwa pembelajaran yang menggunakan strategi bermain peran meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar.

Strategi bermain peran (role playing) dapat mengajarkan siswa untuk berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang

Suatu kegiatan belajar yang menggunakan strategi bermain peran ternyata dapat mengajarkan siswa untuk berempati. Tentu saha kelebihan ini dapat dengan mudah kita maklumi karena strategi bermain peran sangat melibatkan emosi siswa. Ini adalah suatu hal yang sangat positif terkait domain afektif. Dengan memainkan suatu peran tertentu, mereka akan memahami bagaimana posisi seseorang yang diperankannya. Dengan strategi bermain peran mereka tidak akan dengan mudahnya menghakimi seseorang atau suatu masalah, kecuali dengan terlebih dahulu melihatnya dari berbagai sudut pandang.

Strategi bermain peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan tokoh yang barangkali dikenal dalam kehidupannya sehari-hari

Dengan bermain peran siswa akan dapat mengalami dan merasakan bagaimana menjadi seorang tokoh yang mungkin familiar dalam kehidupan mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya, meningkatkan keterampilan interpersonal, dan tentu saja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi.

Strategi bermain peran dapat diterapkan dalam berbagai setting

Jangan mengira strategi bermain peran sulit untuk diaplikasikan. Bermain peran dapat diterapkan dalam setting yang sangat bervariasi, termasuk di dalam ruang kelas standar. Selain itu bermain peran dapat dilakukan siswa secara individual maupun secara berkelompok.

Kelemahan strategi bermain peran

Di bawah ini diuraikan beberapa kelemahan strategi bermain peran (role playing). Mari kita simak.

Strategi bermain peran membutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat

Mempersiapkan pembelajaran dengan strategi bermain peran kadangkala memerlukan kerja keras dari guru maupun siswa, atau bahkan pihak lain yang mungkin dilibatkan. Akan tetapi, semuanya ini akan impas dengan motivasi yang akan dimiliki siswa serta penguasaan terhadap konsep yang dibelajarkan pada mereka.

Alokasi waktu menjadi isu penting

Persiapan pelaksanaan strategi bermain peran tentunya membutuhkan alokasi waktu yang relatif lebih banyak ketimbang strategi lainnya. Hal ini wajar karena ada banyak hal yang harus dilakukan baik oleh guru maupun siswa sebelum dan saat melaksanakan pembelajaran dengan strategi ini.

Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing)

Nah, di atas sudah diuraikan apa itu strategi bermain peran (role playing) beserta kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini dipaparkan langkah-langkah strategi bermain peran (role playing). Langkah yang dapat dilakukan guru untuk melaksanakan strategi bermain peran terdiri dari :

Menentukan tujuan pembelajaran

Pada tahap ini guru menentukan apa tujuan pembelajaran yang hendak dicapainya melalui strategi bermain peran (role playing) ini. Kemudian ini juga menentukan detil apa yang harus dilakukannya saat pembelajaran nanti. Hal ini sebenarnya tergantung sepenuhnya pada alasan mengapa guru ingin memasukkan startegi bermain peran (role playing) latihan dalam kegiatan pembelajarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini dapat dideskripsikan oleh pertanyaan-pertanyaan berikut; (1) Topik apa yang guru ingin ajarkan?; (2) Berapa alokasi waktu yang tersedia/disediakan?; (3)  Apa yang guru harapkan dari siswa setelah kegiatan strategi bermain peran selesai, apakah dalam bentuk penelitian, laporan, presentasi?; (4) Apakah guru ingin siswa bermain peran secara terpisah atau bersama-sama?; (5) Apakah guru ingin memasukkan sebuah elemen konflik dalam skenario?;

Memilih konteks dan peran, serta menulis skenario

Pada tahap ini guru, sebaiknya bersama-sama siswa memilih konteks dan peran yang akan dimainkan, dan tentunya juga menulis skenario. Guru dapat pula mempertimbangkan memilih dan mengadaptasi materi (skenario) yang lainnya telah disiapkan oleh guru lain (bila sudah tersedia). Jika guru menulis sendiri, maka guru harus mencari inforimasi latar belakang masing-masing karakter atau lebih baik lagi jika siswa juga membantu mengumpulkan informasi tersebut melalui studi kepustakaan atau sumber lain seperti internet.

Latihan pendahuluan

Beberapa siswa kemudian dipilih atau mengajukan diri untuk menjadi pemeran dari tokoh-tokoh atau karakter dalam skenario tersebut. Mereka kemudian berlatih untuk memerankan tokoh-tokoh itu sesuai dengan penafsirannya di bawah bimbingan guru. Latihan dilakukan beberapa hari sebelum tampil di depan kelas. Lagi-lagi, mereka dapat melakukan studi tentang tokoh atau karakter yang akan diperankannya.

Kegiatan pembelajaran/pelaksanaan peragaan

Saat kegiatan pembelajaran guru menampilkan siswa-siswa yang telah berlatih memerankan karakter atau tokoh-tokoh dalam skenario pada beberapa hari sebelumnya. Sementara pertunjukan bermain peran dilakukan oleh beberapa siswa, siswa lainnya di dalam kelompok-kelompok mengamati dan mencermati lakon yang dimainkan. Mereka mendiskusikan kandungan dari permainan yang ditampilkan. Hal-hal yang guru harapkan akan didiskusikan siswa dapat dipadu melalui lembar kerja (LKS).

Mendiskusikan kesimpulan

Setelah kegiatan peragaan peran oleh siswa-siswa di depan kelas, maka setiap kelompok dapat membahasnya pada diskusi kelas. Tentu saja kegiatan ini dilakukan dengan panduan dan fasilitasi oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Setiap kelompok kemudian mengajukan kesimpulannya dan guru kemudian memberikan umpan balik dan kesimpulan secara umum.

Penilaian

Penilaian dapat dilakukan terhadap bagaimana siswa memerankan karakter atau tokoh dalam skenario. Untuk siswa yang menonton peragaan, dapat dinilai dari kemampuan mereka menginterpretasikan skenario yang telah disajikan. Kemudian bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain tlam mengkomunikasikan isi dari skenario yang ditampilkan. Penilaian dapat pula dilakukan dengan meminta mereka menulis sebuah tulisan pendek yang sifatnya reflektif. Dan tentu saja, penilaian mengacu kepada tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui kegiatan bermain peran (role  playing) tersebut.

Referensi

Fogg, P. (2001). A history professor engages students by giving them a role in the action.
Chronicle of Higher Education.

Jill Hadfield (1986). Classroom Dynamic. Oxford University Press.

Joyce, B. R., & Weil, M. (2000). Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of Teaching. Allyn and Bacon.

Poorman, P. B. (2002. Biography and role-playing:fostering empathy in abnormal
psychology
. Teaching of Psychology.
Baca Selengkapnya

Senin, 14 Januari 2013

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas?

mengajarkan kreativitas
Kreativitas Perlu Diajarkan Di Sekolah

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas Kepada Siswa?

Blog  penelitian tindakan kelas (PTK) dan model pembelajaran telah beberapa kali membahas tentang keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran. Tetapi tidak ada salahnya jika artikel dengan topik ini kita tulis kembali mengingat pentingnya keterampilan berpikir kreatif dan kreativitas untuk diajarkan kepada siswa kita. Berikut ini adalah artikel terbaru tentang kreativitas dan keterampilan berpikir kreatif serta pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkannya di kelas.

Definisi Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu bentuk kemampuan berpikir yang saat ini mendapat perhatian besar dalam reformasi pendidikan di seluruh dunia. Apakah yang dimaksud dengan kreativitas itu?

Ofsted (1999), memberikan definisi kreativitas sebagai berikut: Proses kreatif memiliki empat karakteristik. Pertama, melibatkan berpikir atau berperilaku imajinatif. Kedua, kegiatan ini imajinatif memiliki  tujuan tertentu. Ketiga,proses ini harus menghasilkan sesuatu yang orisinil. Dan keempat, hasilnya harus memiliki nilai dalam kaitannya dengan tujuan.

Sternberg dan Lubart (1999) menyatakan, " kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya yang baik dengan karakteristik orisinil, tak terduga, berguna, adaptif terhadap suatu kendala atau masalah ". Sedangkan Ripple (1999) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan, kreativitas adalah kombinasi kemampuan, keterampilan, motivasi, sikap dan faktor lainnya. Di antara semua atribut kreativitas, kemampuan berpikir kreatif selalu dianggap sebagai pusat pengembangan dari kreativitas.

Menurut teori kognitif, para ahli terkemuka seperti Guildford (1950) dan Torrance (1974), kreativitas berpikir divergen merupakan inti dari pemikiran kreatif. Berpikir divergen meliputi unsur-unsur tentang intektektualitas : kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan elaborasi.

Sebaliknya, sebagian ahli menggunakan tinjauan melalui pendekatan afektif. Misalnya, Taksonomi Pemikiran Kreatif William (dalam Williams, 1980) menunjukkan bahwa faktor afektif seperti rasa ingin tahu, imajinasi, berani mengambil tantangan dan sikap berani mengambil resiko sangat kondusif untuk proses pengembangan kreativitas, dan faktor-faktor motivasi seperti ketertarikan, nilai dan kepercayaan diri juga penting dalam menentukan kemampuan berpikir kreatif.

Kreativitas dalam Pendidikan IPA

Kreativitas adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara. Sebagaimana didefinisikan dalam Hu dan Adey (2002) kreativitas dalam domain IPA bertujuan untuk mengembangkan kreativitas ilmiah atau unsur-unsur berpikir kreatif umum. Pengajaran kreativitas masih diperdebatkan hingga saat ini. Salah satu inti perdebatan adalah tentang keraguan beberapa ahli tentang adanya proses transfer belajar kreativitas dari IPA ke domain lain. Di sisi lain, kesesuaian mengembangkan kreativitas para ilmuwan melalui kurikulum "IPA untuk semua (a science for all)" adalah kontroversial. Masih belum ada kesimpulan tentang bagaimana seharusnya bentuk  tujuan pembejaran dan strategi pembelajaran untuk mengajarkan kreativitas di bidang IPA. Karena itu, perspektif multi-arah untuk mengintegrasikan pembelajaran berpikir kreatif ke dalam pendidikan IPA lebih mudah diterima daripada yang searah.

Dalam sebuah tinjauan terbaru oleh Kind dan Kind (2007), dilaporkan perspektif yang berbeda dalam mengajarkan kreativitas dalam pendidikan IPA, dan pendekatan yang berbeda yang diadopsi oleh guru IPA, pembelajaran IPA berbasis inkuiri, metode eksperimental. Cheng (2006) menyarankan beberapa pendekatan untuk meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran fisika, misalnya pendekatan penemuan (diskoveri), pembelajaran pemahaman, pendekatan presentasi, pendekatan aplikasi, dan pendekatan integrasi pengetahuan sains. Untuk memasukkan kreativitas ke dalam mata pelajaran reguler, para praktisi pendidikan perlu mempertimbangkan aspek kurikulum IPA yang ada. Pada beberapa dekade terakhir, sains-teknologi-masyarakat (STS-Science Technology Society) adalah pendekatan pembelajaran kreativitas yang bagus untuk diterapkan (Mansour, 2009).

3 Pendekatan Mengajar Kreativitas Berdasarkan Kurikulum

Sejalan dengan kurikulum IPA, disarankan 3 (tiga) pendekatan untuk mengintegrasikan kreativitas dalam pelajaran IPA, yaitu mengembangkan pemikiran kreatif IPA melalui : (1) proses IPA; (2) konten atau produk; dan (3) skenario IPA.

Pendekatan Proses IPA

Mari kita bahas terlebih dahulu tentang pendekatan proses IPA. Pendekatan inkuiri terbuka (open inquiry) dianggap sebagai pendekatan atau strategi pembelajaran yang paling  banyak digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA (Johnson, 2000; Kind & Kind, 2007, Meador, 2003). Craft (2000), Meador (2003) dan Shahrin, Toh, Ho dan Wong (2002) menganggap bahwa dengan terlibatnya siswa dalam pendekatan inkuiri terbuka dan latihan proses ilmiah akan dapat membantu siswa membangun konsep baru, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif. Di antara semua proses inkuiri, tahap penyusunan hipotesis disebut-sebut sebagai salah satu cara terbaik untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengalaman baru, dan juga berpraktek dalam penyelidikan ilmiah merupakan unsur penting dalam meningkatkan kreativitas (Starko, 2010, Watson & Konicek, 1990).

Pendekatan Berbasis Konten IPA

Dalam pendekatan berbasis konten IPA, pendekatan menulis kreatif, yang melibatkan penggunaan analogi, adalah strategi yang bermanfaat untuk memelihara kreativitas dalam pendidikan IPA (Drenkow, 1992). Beranalogi dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat siswa menemukan ide-ide baru, dan membantu mengembangkan imajinasi (Girod, Rau & Schepige, 2003). Kind dan Kind (2007) dan Starko (2010) mengatakan bahwa proses imajinasi tersebut dalam hasil situasi tertentu dalam pemahaman siswa lebih baik dan perspektif baru bagi ilmu pengetahuan.Pemanfaatan analogi telah memainkan peran penting dalam penemuan ilmiah (Gibbs, 1999). Menulis kreatif dianggap sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan imajinasi siswa , berpikir kreatif dan juga pemahaman terhadap konsep sains.

Pendekatan Skenario Ilmiah, Misalnya Creative Problem Solving (CPS)

Dalam pendekatan skenario ilmiah, pendekatan pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving) adalah pendekatan yang umum digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA. Pendekatan ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan untuk "bekerja dengan masalah terbuka atau tugas-tugas yang membutuhkan solusi kreatif" (Park & Seung, 2008, hal.48). Menurut Isaksen, Dorval dan Treffinger (2000), pendekatan  pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving)  terdiri dari enam tahap: menemukan kekacauan, menemukan data, menemukan masalah, menemukan ide, menemukan solusi dan menemukan penerimaan solusi. Pada setiap tahap dibutuhkan proses  berpikir divergen (menemukan banyak ide) yang diikuti oleh proses berpikir konvergen (menganalisis ide-ide dan membuat pilihan).

Artikel lain Tentang Kreativitas dan Pembelajaran Berpikir Kreatif


Referensi:

  • http://www.ied.edu.hk/apfslt/v11_issue1/chengmy/chengmy2.htm#two
  • http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.ase.org.uk%2Fjournals%2Fschool-science-review%2F2009%2F3%2F332%2F1957%2FSSR332Mar2009p91.pdf&ei=xgP0UNHXMsOhkQWD-YGIDQ&usg=AFQjCNEHRxYMrJQXoGS1IcR4j0gxNY95AA&sig2=gU41vCv6HnI-_FJlV2MoIg&bvm=bv.1357700187,d.dGI

Baca Selengkapnya