Validasi Instrumen Penelitian Pendidikan |
Validitas Instrumen dan Penelitian Kependidikan
Blog Penelitian Tindakan Kelas. Penggunaan instrumen-instrumen non tes seperti angket, lembar observasi (pedoman observasi), dan pedoman wawancara dalam kegiatan penelitian pendidikan kini banyak digunakan oleh mahasiswa jurusan kependidikan, guru, dosen, maupun praktisi pendidikan lainnya. Lebih-lebih apabila penelitian yang dilakukannya adalah penelitian yang bersifat kualitatif seperti penelitian deskriptif, survey, atau penelitian tindakan kelas.Penelitian yang baik harus menggunakan instrumen yang baik valid. Dalam penyusunan instrumen yang baik perlu diperhatikan validitas instrumen yang dihasilkan. Karena itu dalam proses pengembangannya, validasi instrumen adalah suatu langkah kegiatan yang mesti diperhatikan peneliti sebelum menggunakan instrumen tersebut. Diharapkan apabila peneliti memahami secara mendalam tentang validasi instrumen non tes, maka diharapkan pada saat melakukan kegiatan penelitian bidang pendidikan, instrumen yang dipakai untuk menggali data benar-benar valid sehingga akan dapat pula diperoleh data yang ilmiah.
Instrumen Non Tes dalam Penelitian Pendidikan
Pada saatmelakukan penelitian di bidang pendidikan, peneliti biasanya akan menggunakan dua macam bentuk instrumen yaitu instrumen berbentuk tes dan non tes. Instrumen berbentuk tes digunakan untuk mengukur prestasi belajar. Instrumen non tes digunakan untuk mengukur aspek lain seperti sikap. Instrumen non tes seringkali digunakan tanpa “menguji” objek/subjek penelitian tetapi digunaan dengan cara tertentu, tujuan utamanya biasanya adalah untuk mendapatkan beragam informasi terkait kondisi objek/subjek yang sedang diteliti. Pada saat melakukan penelitian di bidang kependidikan, instrumen non tes yang sering digunakan adalah lembar observasi (pedoman observasi), pedoman wawancara, dan kuesioner (angket).Lembar Observasi
Lembar observasi (pedoman observasi) digunakan dalam penelitian dengan teknik pengamatan untuk mengumpulan data. Lembar observasi dipergunakan dalam menilai sesuatu dengan mengamati objek/subjek penelitian secara langsung, seksama dan sistematis. Pengamat dapat melihat dan mengamati sendiri, selanjutnya ia akan mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Menurut Moleong (2005: 176) pengamatan dapat dibedakan menjadi dua yaitu pengamatan berperan serta (partisipatif) dan tidak berperanserta (non partisipatif). Dalam pengamatan yang tidak berperan serta, seseorang hanya melakukan satu fungsi yaitu mengamati tetapi pada pengamatan berperan serta seseorang disamping mengamati juga menjadi anggota dari obyek yang diamati. Pengamatan dapat pula dibagi atas pengamatan terbuka dan tertutup. Terbuka jika obyek yang diamati mengetahui bahwa mereka sedang diamati dan sebaliknya. Selain itu pengamatan juga dibagi pada latar alamiah (pengamatan tak terstruktur) dan latar buatan (pengamatan terstruktur). Pengamatan ini biasanya dapat dilakukan pada eksperimen. Dalam pengamatan berstruktur, kegiatan pengamatan itu telah diatur sebelumnya. Isi, maksud, objek yang diamati, kerangka kerja, dan lain-lain, telah ditetapkan sebelum kegiatan pengamatan dilaksanakan. Oleh sebab itu, kegiatan pencatatan hanya dilakukan terhadap data-data yang sesuai dengan cakupan bidang kebutuhan seperti yang telah ditetapkan sejak semula. Lain halnya dengan pengamatan tak berstrukur, dalam melakukan pengamatannya, si pengamat tidak dibatasi oleh kerangka kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setiap data yang muncul yang dianggap relevan dengan tujuan pengamatannya langsung dicatat. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Perilaku siswa dalam keadaan seperti itu bersifat wajar, apa adanya dan tidak dibuat-buat. Pedoman observasi berisi butir-butir umum kegiatan yang bisa juga dikembangkan dalam bentuk skala nilai.Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data penelitian yang memakai instrumen non tes dalam bentuk pedoman wawancara. Pedoman wawancara dipakai sebagai acuan agar didapatkan data/informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan tanya-jawab sepihak. Disebut sepihak sebab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti pada saat wawancara itu cuma berasal dari pihak pewawancara saja, sementara responden hanya sebagai penjawab pertanyaan. Menurut Lincoln dan Guba (1985: 266), tujuan wawancara antara lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain sebagainya.Angket (Kuisioner)
Bentuk lain instrumen non tes yang dapat digunakan dalam penelitian pendidikan adalah kuisioner (angket). Secara umum, ada dua jenis kuesioner yaitu kuesioner tertutup dan terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang telah disediakan alternatif jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai dengan keadaan dirinya. Sedangkan kuesioner terbuka adalah kuesioner yang jawabannya belum disediakan sehingga responden bebas menuliskan apa yang dia rasakan. Satu hal yang menjadi ciri utama kuesioner adalah dalam kuesioner tidak ada jawaban benar atau salah. Ada beberapa alasan kenapa kuesioner sering dipergunakan orang dalam mengumpulkan informasi tertentu yaitu : (1) butir-butir kuesioner dapat diberikan kepada responden secara serentak sehingga lebih efektif, (2) butir-butir dalam kuesioner lebih menjamin keseragaman baik perumusan kata, isi maupun urutannya serta kuesioner lebih memudahkan dalam memberikan jawaban, (3) kuesioner memudahkan sumber data dalam memberikan jawaban serta kepraktisan serta relative lebih murah dibandingkan metode nontes yang lain. Penggunaan angket merupakan teknik pengumpulan data secara tidak langsung. Bentuk pertanyaan dapat bersifat terbuka, terstruktur, atau tertutup. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket antara lain: kembangkan petunjuk pengisian/pengantar yang di dalamnya berisi maksud, jaminan kerahasiaan jawaban, dan ucapan terima kasih serta butir pertanyaan dirumuskan secara jelas dengan menggunakan bahasa populer dan untuk pertanyaan terbuka sediakan tempat untuk menuliskan komentar responden.Konsep Dasar Validitas Instrumen
Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dengan instrumen yang valid. Hasil penelitian yang valid berarti terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Sedangkan instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi instrumen yang valid menjadi syarat mutlak untuk menghasilkan hasil penelitian yang valid. Namun demikian hal ini masih dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti dan kemampuan orang yang menggunakan instrumen itu.Validitas Internal dan Validitas Eksternal
Instrumen yang valid harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Suatu instrumen dikatakan yang mempunyai validitas internal atau rasional, bila kriteria yang ada dalam instrumen secara rasional (teoritis) telah mencerminkan apa yang diukur. Jadi instrumen ini dikembangkan menurut teori yang relevan.Instrumen yang mempunyai validitas eksternal jika kriteria dalam instrumen disusun berdasarkan fakta-fakta empiris yang telah ada. Jadi instrumen ini dikembangkan dari fakta empiris.
Jika validitas instrumen tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam memberikan kesimpulan. Bahkan mutu seluruh proses pengumpulan data sejak konsep disiapkan sampai data siap untuk dianalisis kurang bisa diperetanggungjawabka kevalidannya. Kerlinger (1973) membagi validitas menjadi tiga jenis, yaitu validitas isi, validitas yang berhubungan dengan criteria, dan validitas konstruk.
Cara Melakukan Validasi Instrumen Non Tes
Validasi terhadap intrumen non tes dalam penelitian pendidikan dapat dilakukan sebagai berikut:1. Untuk penggunaan instrumen non tes yang bersifat menghimpun data dalam bentuk naratif atau nominal cukup dilakukan dengan validitas isi atau konstruk.
Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui isi dari suatu alat ukur (bahannya, topiknya, substansinya) apakah sudah representative atau belum. Validitas isi secara mendasar merupakan suatu pendapat, baik pendapat sendiri atau orang lain. Adapun validitas konstruk adalah suatu abstraksi dan generalisasi khusus dan merupakan suatu konsep yang dibuat khusus untuk kebutuhan ilmiah dan mempunyai pengertian terbatas. Konstrak itu diberi definisi sehingga dapat diamati dan diukur. Untuk melihat varliditas konstrak perlu menjawab beberapa pertanyaan di bawah ini: Komponen/dimensi apa saja yang membentuk konsep tersebut? Landasan teori apa yang membangun dimensi itu? Bukti empiris apa yang memperlihatkan ada tidaknya keterkaitan antara komponen atau dimensinya? Untuk memperoleh validitas konstruk ini dapat dilakukan dengan analisis faktor. Dalam penelitian pendidikan, terutama terkait dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, instrumen non tes yang digunakan dapat dianggap sudah valid setidaknya apabila telah memenuhi validitas isi yang diperoleh melalui expert judgement.2. Untuk penggunaan instrumen non tes yang bersifat menghimpun data dalam bentuk bentuk data nominal, ordinal, interval, atau rasio, perlu validasi instrumen secara empiris melalui ujicoba (validitas empiris).
Beberapa formula untuk mempeoleh validitas instrumen secara empiris diantaranya adalah uji keterandalan antar-rater melalui penghitungan koefisien kesepakatan antar pengamat (rater), disebut pula koefisien konkordansi. Koefisien konkordansi ini dicari dengan formula Ebel (J. P. Guilford, 1954: 395). Koefisien konkordansi bisa diterima pada taraf signifikansi 5% jika peluang kesalahannya ≤ 0,05 (yang lazim dipakai dalam penelitian sosial, penelitian pendidikan). Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, yang berarti antar pengamat tidak ada kecocokan pengamatan, maka butir yang dinilai harus digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan analisis penelitian (Sutrisno Hadi, 1991). Dengan kata lain butir tersebut tidak valid. Selain dengan koefisien konkordansi, validitas instrumen secara empiris juga dapat dicari dengan uji kesahihan butir-total yang dikenal dengan Pearson Product Moment Correlation. Untuk menentukan kesahihan butir pada taraf signifikansi 5 % jika peluang kesalahan ≤ 0,05. Jika ternyata peluang kesalahannya lebih besar dari ketentuan itu, berarti butir instrumen yang dinilai harus tidak valid sehingga mesti digugurkan dan tidak boleh dipakai sebagai bahan mengambil data penelitian. Pengambilan jumlah responden untuk ujicoba khususnya angket sebaiknya cukup diambil responden sebanyak 30 orang yang keadaannya relatif sama dengan responden sesungguhnya (Masri Singarimbun & Sofian Effendi, 1989).Referensi
- Azwar, Saifuddin. (1986). Seri Pengukuran Psikologi: Reliabilitas dan Validitas Interpretasi dan Komputasi. Yogyakarta: Liberty.
- Fernandes, H.J.X. (1984). Evaluation of Education Program. Jakarta: National Educational Planning, Evaluation and Curriculum Development.
- Guildfold, J.P. (1954). Psychometric Methods. New York: McGraw Hill Book Company.
- Hadi, Sutrisno. (1991). Analisis Butir untuk Instrumen Angket, Tes dan Skala Nilai dengan Basica. Yogyakarta: Andi Offset.
- --------------. (1995). Buku Manual SPS (seri program statistik) paket midi. Yogyakarta: UGM.
- Hardjodipuro, Siswoyo. (1988). Aplikasi Komputer dan Analisis Multivariat: Analisis Faktor. Jakarta: Detjen Dikti Depdikbud RI.
- Henerson, Marlene E., et al. (1988). How to Measure cattitudes. London: Sage Publications Beverly Hills.
- Kerlinger, F. N. (1978). Foundation of Behavioral Research (Asas- asas penelitian behavioral); Pent.: Simatupang, Landung R. & Koesoemanto, H.J. Yogyakarta: Gama University Press.
- Shaw, Marvin. & Wrigh, Jack M. (1967). Scale for Measurement of Attitudes. London: McGraw-Hill Book Company.
- Sumarno. (1996). Analisis Faktor: Penerapannya dalam SPSS. Handout Kuliah PPs Prodi PEP IKIP Yk. Yogyakata.
0 komentar:
Posting Komentar