Selasa, 19 Februari 2013

Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa


Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa

Blog PTK dan Model-Model Pembelajaran kali ini akan memngulas tentang balikan (feedback / umpan balik) dalam hubungannya dengan motivasi belajar siswa, untuk memberikan tanggapan pada pertanyaan di Fanpage Facebook Penelitian Tindakan Kelas. Sebagai catatan, di tulisan ini anda akan menjumpai istilah feedback, balikan, dan umpan balik. Ketiganya mempunyai makna yang sama (sinonim). Nah, sekarang mari kita  simak bersama-sama.
hubungan balikan dengan motivasi belajar
Hubungan balikan dengan motivasi belajar?

Pengertian Feedback / Umpan Balik / Balikan

Dalam Bahasa Indonesia ada dua istilah yang sering digunakan untuk mengganti kata Bahasa Inggris ‘feedback’, yaitu ‘umpan bailk’ dan ‘balikan’.  Apakah yang dimaksud dengan balikan? Berikut diberikan defini balikan menurut para ahli psikologi pendidikan:

  • Pengertian Balikan (Feedback) Menurut Eggen & Kauchak (1994): Balikan atau umpan balik adalah informasi yang diberikan oleh guru kepada siswa tentang tingkah laku tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan performa (kinerja) siswa.
  • Definisi Umpan Balik (Feedback) Menurut Richard L. Arends (1997): Umpan balik atau feedback adalah informasi yang diberikan kepada siswa tentang performa mereka; misalnya tentang pengetahuan yang mereka peroleh dari pembelajaran.
  • Pengertian Feedback (Balikan) Menurut Robert E. Slavin (1997): Menurut Slavin, feedback atau umpan balik adalah informasi tentang hasil-hasil dari upaya belajar yang telah dilakukan siswa.


Jenis-Jenis Balikan (Feedback)

Guru dapat memberikan balikan dengan beragam cara / bentuk seperti; (1) balikan verbal; (2) balikan dari skor hasil tes; (3) balikan melalui komentar tertulis; hingga (4) balikan melalui rekaman video atau audio.

Umpan balik verbal

Umpan balik verbal adalah umpan balik secara lisan kepada siswa, biasanya diberikan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Umpan balik verbal dapat digunakan dengan lebih cepat dibanding umpan balik jenis lain.

Umpan balik berupa hasil tes

Hasil tes yang dibagikan kepada siswa dapat menjadi umpan balik kepada mereka tentang hasil belajar mereka: seberapa banyak  penguasaan mereka terhadap materi pembelajaran atau bagian-bagian mana dari suatu unit pembelajaran yang belum mereka kuasai.

Umpan balik dengan komentar tertulis

Balikan melalui komentar tertulis dapat diberikan pada lembar jawaban ulangan, PR, tugas, atau LKS yang dikerjakan siswa. Guru memberikan balikan dengan cara menulis komentar-komentar yang memuat informasi bagaimana seharusnya mereka menjawab soal-soal ulangan, PR, tugas, atau LKS itu. Tidak hanya sekedar mencoret jawaban-jawaban yang salah dengan tanda silang, tetapi menuliskan langkah-langkah atau jawaban-jawaban yang tepat.

Umpan balik melalui rekaman audio atau video

Balikan juga dapat diberikan melalui rekaman audio misalnya pada pelajaran membaca puisi, guru dapat membuat rekaman suara anak yang sedang membaca puisi, lalu memperdengarkan rekaman tersebut sehingga siswa dapat menyadari pada bait-bait mana ia harus memperbaiki intonasi bacaannya. Balikan melalui rekaman audio misalnya diberikan pada siswa yang sedang belajar menari. Melalui rekaman siswa dapat melihat bagaimana penampilannya dan guru dapat memberikan komentar pada bagian-bagian mana siswa harus memperbaiki gerakannya.

Selain itu  balikan dapat pula digolongkan berdasarkan performa (kinerja) siswa dan tujuan pemberiannya kepada siswa, yaitu: (1) balikan negatif (negative  feedback) yang bertujuan agar siswa memperbaiki performanya; dan (2) balikan positif (positive feedback) yang bertujuan agar siswa mempertahankan performanya yang sudah bagus.

Balikan Negatif (Negative Feedback)

Umpan balik negatif diberikan kepada siswa yang performanya masih belum sesuai harapan guru. Pada balikan negatif ini, guru memberikan informasi bahwa performa siswa belum bagus disertai contoh bagaimana mereka seharusnya performa mereka. Tujuan diberikannya umpan balik negatif bersifat korektif, sehingga siswa dapat memperbaiki performanya.

Misalnya: “Jodi, hitunganmu masih belum tepat. Lihat, seharusnya kamu terlebih dahulu memperhatikan bagian mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Untuk menghitung panjang sisi miring segitiga siku-siku, kamu seharusnya memangkatkan dahulu kedua panjang sisi-sisinya, baru kemudian menjumlahkan, dan setelah itu mengakarkannya.” 

Balikan Positif (Positive Feedback)

Balikan positif atau umpan balik positif diberikan kepada siswa dengan tujuan siswa akan mempertahankan kinerja (performa)-nya di masa yang akan datang. Balikan positif sebaiknya dibarengi dengan penghargaan (reward) / penguatan (reinforcement) misalnya berupa pujian atau tepuk tangan, atau bentuk lainnya. Pada balikan positif guru memberikan informasi tentang performa siswa yang sudah bagus.
Misalnya: “Bagus Andi, hitunganmu tepat sekali. Dan saya suka caramu menuliskan langkah-langkah perhitungan tentang luas lingkaran di soal itu: rinci, rapi, dan dibuat selangkah demi selangkah secara berurutan sehingga mudah dimengerti orang lain.”

Tanpa diberikan umpan balik, maka siswa tidak akan dapat belajar menulis secara efektif dengan hanya menulis; mereka tidak akan dapat membaca dengan baik dengan hanya sekedar membaca; dan mereka tidak akan dapat bermain basket dengan baik dengan hanya berlatih bermain basket. Tanpa balikan, berarti siswa tidak tahu bagaimana hasil b elajarnya (apakah sudah tepat atau bagus, di mana kekurangannya, dsb) maka siswa tidak akan meningkat performanya.

Prinsip-Prinsip Pemberian Feedback yang Efektif

Beberapa prinsip yang harus dipegang oleh guru saat memberikan balikan kepada siswa adalah : (1) berikan feedback sesegera mungkin; (2) berikan feedback yang spesifik; (3) tekankan pada tingkah laku atau hal yang ingin dikoreksi, bukan yang lain; (4) berikan feedback sesuai tingkat perkembangan anak; (5) berikan penghargaan (reward) bersama-sama dengan balikan positif (positive feedback) pada performa yang sudah bagus; (6) saat memberikan balikan negatif (negative feedback), sekaligus tunjukkan / contohkan bagaimana performa yang benar (bagus); (7) bantulah siswa untuk tetap fokus pada proses, bukan pada hasil; (8) ajarkan siswa bagaimana memperoleh feedback dari dirinya sendiri dan bagaimana menilai performa (kinerja)-nya sendiri;

Berikan Feedback Sesegera Mungkin

Sebaiknya umpan balik diberikan sesegera mungkin agar bila siswa harus memperbaiki kinerja (performa) dapat juga dilakukannya sesegera mungkin sebelum kekeliruan / kesalahan siswa berlarut-larut dan melekat. Begitu pula bila siswa telah menunjukkan performa yang bagus, maka mereka akan mengerti bahwa ia harus mempertahankan performanya itu dan ia tahu bahwa ia telah belajar dengan benar.

Berikan Feedback Yang Spesifik

Feedback yang diberikan harus spesifik sehingga siswa mengerti apa yang dimaksud oleh guru.
Perhatikan kasus berikut:

Bu Titin sedang mengajar matematika. Ia sedang mengajarkan bagaimana menyederhanakan persamaan aritmatika berikut:

7 + 4(5 – 3) – 2

Bu Titin bertanya, “Apa yang harus kita kerjakan lebih dahulu dari persamaan tersebut? Hardi?”
“Menambahkan 7 dengan 4, Bu.”
“Belum tepat, Hardi. Coba yang lain, ada yang bisa membantu?”
Pada kasus itu Bu Titin telah memberikan feedback dengan segera setelah Hardi menyebutkan langkah yang salah, akan tetapi Bu Titin belum memberikan feedback yang spesifik kepada Hardi. Dengan feedback demikian, Hardi tidak akan pernah tahu ia salah di bagian mana dan mengapa.

Contoh lain:
Bandingkan dengan Bu Yanti yang memberikan feedback seperti di bawah ini:
Bu Yanti bertanya, “Apa yang harus kita kerjakan lebih dahulu dari persamaan tersebut? Randy?”
“Menambahkan 7 dengan 4, Bu.”
“Perhatikan kembali, Randy. Bila kita langsung menambahkan 7 dengan 4, kita masih punya angka 5 dikurang 3 di dalam tanda kurung. Ingat yang telah saya jelaskan sebelumnya apa artinya tanda kurung pada persamaan seperti ini?”
“...Kita seharusnya mengalikan 4 dengan 5 kurang 3 terlebih dahulu.”

Perhatikan, pada contoh kedua, Bu Yanti tidak hanya memberikan feedback dengan segera, tetapi juga memberikan informasi spesifik di bagian mana ketidaktepatan jawaban Randy. Lalu Bu Yanti juga memberikan bantuan agar Randy dapat kemudian menjawab persamaan aritmatika itu dengan tepat.

Perhatikan pula contoh berikut:
“Bagus, tanganmu berada di posisi yang tepat untuk melakukan pukulan backhand.” (Feedback yang bagus).
“Sip, backhand-mu sudah bagus, Ical.” (Feedback yang kurang bagus, karena siswa mungkintidak tahu mengapa backhand-nya sudah dianggap bagus oleh guru).

Tekankan Pada Tingkah Laku Atau Hal Yang Ingin Dikoreksi, Bukan Yang Lain

Berilah penekanan pada informasi tentang tingkah laku atau performa yang ingin dikoreksi saat memberikan feedback, bukan pada yang lain.
“Saat kamu berpidato di depan kelas tadi, suaramu terlalu pelan sehingga kebanyakan kawanmu tidak mendengar apa yang kamu katakan.” (Feedback yang bagus).
“Kamu harus membuang jauh-jauh rasa malu-mu saat berpidato di depan kelas.” (Feedback yang kurang bagus karena guru sebenarnya menginginkan siswa tersebut berpidato dengan suara lebih keras).

Berikan Feedback Sesuai Tingkat Perkembangan Anak

Beberapa guru seringkali memberikan umpan balik yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Misalnya, umpan balik yang diberikan terlalu banyak pada saat bersamaan, sehingga siswa-siswa tersebut kesulitan menanganinya.

Berikan Penghargaan (Reward) Bersama Balikan Positif

Bila guru ingin memberikan balikan positif (positive feedback) pada performa yang sudah bagus, berikanlah sekaligus bersama-sama dengan penghargaan (reward).

Berikan Contoh Bersama Balikan Negatif

Bila guru ingin memberikan balikan negatif (negative feedback), sekaligus tunjukkan / contohkan bagaimana performa yang benar (bagus) kepada siswa. Koreksi harus disertai contoh bagaimana performa yang benar.

Bantulah Siswa Untuk Tetap Fokus Pada Proses, Bukan Pada Hasil

Bila anda meminta siswa mengoreksi performa mereka melalui balikan, maka buatlah mereka tetap berfokus pada proses yang harus mereka koreksi, bukan ingin cepat-cepat menuju hasil akhir. Yakinkan mereka untuk benar-benar memahami dan melakukan langkah-langkah secara tepat.

Ajarkan Siswa Bagaimana Memperoleh Feedback dari Dirinya Sendiri

Siswa harus diajari bagaimana menilai performa (kinerja)-nya sendiri. Guru dapat melatih mereka dengan meminta mereka saling mengamati kemudian menilai performa kawannya yang lain, lalu memberikan feedback berdasarkan pengamatan mereka tersebut. Dengan mengamati dan memberikan feedback kepada orang lain, siswa pada tahap selanjutnya akan otomatis mengamati performanya sendiri dan memperoleh feedback untuk dirinya pribadi.

Hubungan Balikan dengan Motivasi Belajar

Beberapa hal berikut menunjukkan bahwa balikan (feedback) mempunyai hubungan yang erat dengan motivasi belajar siswa:
  • Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa balikan (feedback) berkorelasi positif dengan motivasi belajar. Guru yang memberikan feedback secara efektif (sesuai dengan prinsip-prinsip) pemberian feedback akan meningkatkan motivasi belajar siswa.
  • Untuk meningkatkan motivasi belajar, hal yang penting yang harus diingat guru saat memberikan balikan (feedback) terutama yang bersifat negatif adalah jaminan rasa aman (nyaman) siswa. Guru harus memberikan balikan negatif dengan kehangatan, keramahtamahan, dan jauh dari kesan mengejek atau merendahkan, sehingga siswa tetap nyaman meskipun mendapatkan koreksi atau balikan yang bersifat negatif (Arends, 1997).
  • Selain itu, menurut Kulik & Kulik, 1988 dalam Slavin, 1997: Agar feedback dapat memberikan motivasi kepada siswa, maka feedback harus diberikan dengan jelas dan spesifik. Ini penting bagi semua tingkat perkembangan siswa, terlebih lagi bagi siswa kelas rendah.
  • Kulhavy & Stock, 1989 menyatakan bahwa feedback yang spesifik bersifat informatif dan motivasional (meningkatkan motivasi belajar siswa).
  • Clifford, 1990 menyatakan bahwa umpan balik negatif sekalipun dapat meningkatkan motivasi belajar anak, asal berfokus pada performa yang diinginkan guru (bukan pada ketidakmampuan siswa secara umum).
Baca Juga:
Hakikat Motivasi Belajar

Referensi:

  • Arends, Richard L. (1997). Classroom Instruction And Management. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
  • Clifford, M. M. (1990). Students Need Challenge, Not Easy Succes. Educational Leadership.
  • Eggen, Paul D. & Kauchak, Donald P. (1994). Strategies For Teachers. Boston: Allyn and Bacon.
  • Kulhavy, R. W. & Stock, W. A. (1989). Feedback In Written Instructon: The Place of Response Certitude. Educational Psychology Review.
  • Slavin, Robert E. (1997). Educational Psychology. Boston: Alllyn and Bacon.


Terima kasih telah membaca artikel Balikan (Feedback) dan Hubungannya dengan Motivasi Belajar Siswa di blog PTK dan Model-Model Pembelajaran. Sampai jumpa pada artikel lainnya.  

Baca Selengkapnya

Jumat, 15 Februari 2013

Model Pembelajaran Kooperatif TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Model pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization)

Sebelumnya di blog tentang ptk dan model pembelajaran ini telah dibahas tentang jenis-jenis model pembelajaran kooperatif. Pada artikel itu saya berjanji akan mengulas beberapa jenis model pembelajaran kooperatif yang belum banyak diulas, salah satunya adalah tentang model pembelajaran kooperatif tipe TAI.

Pengertian  Model pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization)

TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Frase Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai “Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDaK)”. Model pembelajaran kooperatif TAI ini sering pula dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk kelompok yang heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-masing kelompok dapat beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung jawab.

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok.

Alasan Slavin Mengembangkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Robert Slavin mengembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini di Johns Hopkins University bersama Nancy Madden dengan beberapa alasan, yaitu : (1) Model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual; (2) Model ini memberikan tekanan pada efek sosial dari belajar kooperatif; (3) TAI disusun untuk memecahkan masalah dalam program pengajaran, misalnya dalam hal kesulitan belajar siswa secara individual.
 
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin untuk mata pelajaran matematika, khususnya untuk materi keterampilan-keterampilan berhitung (computation skills).

TAI adalah Kombinasi Pembelajaran kooperatif dengan Pembelajaran Individual

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) yang diprakarsai oleh Robert Slavin ini merupakan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan pengajaran individual. Metode ini memperhatikan perbedaan pengetahuan awal tiap siswa untuk mencapai prestasi belajar. Pembelajaran individual dipandang perlu diaplikasikan karena siswa memasuki kelas dengan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang berbeda-beda. Saat guru mempresentasikan materi pembelajaran, tentunya ada sebagian siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat untuk mempelajari materi tersebut. Ini tentu dapat menyebabkan siswa-siswa yang tidak memiliki pengetahuan prasyarat itu akan gagal mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan guru. Bagi siswa-siswa lain, mungkin sudah menguasai materi pembelajaran itu, atau mungkin karena bakat yang dimilikinya dapat mempelajari dengan sangat cepat sehingga waktu yang digunakan oleh guru untuk mengajar menjadi mubazir.
 
Dengan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan invidual dapat diperoleh dua keuntungan sekaligus, yaitu :

Keuntungan dari pembelajaran kooperatif dalam TAI

Pembelajaran kooperatif merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa tidak merasa terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. Siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar

Keuntungan dari pembelajaran individual dalam TAI

Pembelajaran individual mendidik siswa untuk belajar secara mandiri, tidak menerima pelajaran secara mentah dari guru. Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga ia mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai faham konstruktivisme.

Penyusunan Kelompok pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Kelompok heterogen digunakan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) karena beberapa alasan, yaitu :
  • Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar melalui tutor sebaya (peer tutoring) dan saling mendukung
  • Kelompok heterogen meningkatkan hubungan dan interaksi antar siswa walaupun berbeda ras, agama, etnik, dan gender
  • Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus, dengan demikian secara tidak langsung guru mendapatkan asisten-asistem mengajar untuk siswa-siswa lain yang berada di dalam kelompok yang sama. Kunci model pembelajaran kooperatif yang menggunakan tipe Team Assisted Individualization adalah penerapan bimbingan antar teman.

Keuntungan/Kelebihan Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization

Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization memberi keuntungan baik pada guru, siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik, yaitu:
  • Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
  • Siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami materi pelajaran.
  • Tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dalam mengatasi cara berpikir yang berbeda
  • Siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk belajar cepat dan akurat pada seluruh materi
  • Guru setidaknya hanya menggunakan setengah dari waktu mengajarnya sehingga akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara individu.

Langkah-Langkah (Tahapan) Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI

Model pembelajaran tipe TAI ini memiliki 8 tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu : (1) Placement Test; (2) Teams; (3) Teaching Group; (4) Student Creative; (5) Team Study;  (6) Fact Test;(7) Team Score dan Team Recognition; dan (8) Whole-Class Unit. Berikut penjelasannya satu per satu:

Placement Test

Pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-test) kepada siswa. Cara ini bisa digantikan dengan mencermati rata-rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh siswa sehingga guru dapat mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

Teams

merupakan langkah yang cukup penting dalam penerapan model pembelajaran kooperatif TAI. Pada tahap ini guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang terdiri dari 4 - 5 siswa.
Teaching Group
Guru memberikan materi secara singkat menjelang pemberian tugas kelompok.

Student Creative

Pada langkah ketiga, guru perlu menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

Team Study

Pada tahapan team study siswa belajar bersama dengan mengerjakan tugas-tugas dari LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada tahapan ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan, dengan dibantu siswa-siswa yang memiliki kemampuan akademis bagus di dalam kelompok tersebut yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).

Fact test

Guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, misalnya dengan memberikan kuis, dsb..

Team Score dan Team Recognition

Selanjutnya guru memberikan skor pada hasil kerja kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan menyebut mereka sebagai “kelompok OK”, kelompok LUAR BIASA”, dan sebagainya.

Whole-Class Units

Langkah terakhir, guru menyajikan kembali materi oleh guru kembali diakhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa di kelasnya.

Referensi

  • Dimyati dan Mudjiono (2002). Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. 
  • Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. 
  • Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. 
  • Lie, Anita. (2004). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo 
  • Nasution, S. (2003). Berbagasi Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. 
  • Nur, Mohamad dan Prima Retno Wikandari (2000). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. 
  • Slavin, Robert (1995). Cooperative Learning. Massachusets: Allyn and Bacon.
  • Suyitno, Amin. (2004). Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: FMIPA UNNES.
  • Widdiharto, Rachmadi. (2006). Model-model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika
Baca juga:

Baca Selengkapnya

Kamis, 14 Februari 2013

Belajar Aktif : Ciri-Ciri Siswa dan Model Pembelajaran yang Dapat Digunakan

Bagaimanakah membedakan siswa yang aktif belajar dengan siswa yang tidak aktif? Siswa yang sedang belajar aktif baik secara fisik maupun mental. Tentu saja seorang guru dapat melakukan pengamatan untuk membedakan mana siswa yang aktif belajar, dan mana yang tidak dengan melihat ciri-ciri siswa belajar aktif atau karakteristik yang tampak saat kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Lalu, pendekatan atau model pembelajaran apakah yang dapat membantu memacu agar siswa aktif belajar? Nah, tulisan di blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran kali ini akan mengulas tentang ciri-ciri siswa yang aktif belajar. Berikut ulasannya.

Ciri-Ciri Siswa yang Sedang Aktif Belajar

Semua siswa yang sedang belajar secara aktif mempunyai ciri-ciri yang dapat dengan mudah diamati. Ciri-ciri tersebut yaitu: (1) Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa; (2) Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman); (3) Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya; (4) Siswa berpikir reflektif.

Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa

Sebagaimana konsep konstruktivisme yang sudah kita pahami betul, siswa yang aktif belajar selalu menemukan pengetahuan, informasi, atau keterampilan dengan mengalami langsung. Mereka dalam kegiatan pembelajaran dapat melakukan pengamatan atau penyelidikan, membaca dengan aktif (misal denganpen di tangan untuk menggarisbawahi atau membuat catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada teks), mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan, dsb)
belajar aktif
belajar aktif

Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman)

Bila siswa belajar dengan aktif, maka dengan mudah kita bisa menemukan mereka sedang berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan soal-soal), menggunakan kemampuan berpikir kreatif (misalnya mencoba memecahkan masalah-masalah pada latihan soal yang mempunyai variasi berbeda dengan contoh yang diberikan), serta berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang dilakukan orang lain dalam menyelesaikan soal atau tugas).

Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya

Untuk menciptakan kestabilan dalam sistem memori jangka panjang, siswa perlu diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya. Bagi siswa mengemukakan pendapat, menjelaskan sesuatu kepada teman sebangku atau sekelompoknya, berdiskusi, mempresentasi laporan, dan memajang hasil karya untuk dikomentari oleh orang lain merupakan bukti dan tanda bahwa mereka belajar secara aktif.

Siswa berpikir reflektif

Siswa-siswa yang belajar secara aktif tampak pula mengomentari (tidak hanya meminta untuk dikomentari) , menyimpulkan  proses pembelajaran, mencoba memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajarannya, dan menyimpulkan  materi pembelajaran dengan kata-katanya sendiri
   
Untuk tindak lanjut anda tentang belajar aktif, pada tulisan sebelumnya, di blog ini juga telah diberikan contoh lembar observasi aktivitas siswa dalam belajar. Gunakan lembar observasi untuk mencermati seberapa banyak siswa anda yang aktif belajar dan seberapa bagus kualitas keaktifan mereka dalam belajar.

PAKEM, Pembelajaran Aktif (Active Learning) dalam Kaitannya dengan Belajar Aktif

Belajar aktif dapat memacu siswa agar bersemangat mengikuti pembelajaran. Salah satu pendekatan yang efektif untuk membuat siswa aktif belajar baik secara fisik maupun mental adalah pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru saat melaksanakan PAKEM seperti pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, penataan ruang dan organisasi kelas. Selain menggunakan PAKEM  guru juga dapat menggunakan model pembelajaran aktif. Model pembelajaran aktif (active learning)  adalah suatu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Model pembelajaran aktif memiliki banyak kelebihan-kelebihan.Banyak penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran aktif (active  learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Demikian tulisan tentang  belajar aktif : ciri-ciri siswa dan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk membantu siswa agar terlibat aktif dalam pembelajaran, semoga bermanfaat.
Baca Selengkapnya

Contoh Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa


Sedang mencari contoh lembar observasi aktivitas belajar siswa untuk penelitian anda? Mudah-mudahan artikel blog ptk dan model pembelajaran kali ini dapat bermanfaat buat anda.

Di bawah ini selain memberikan contoh lembar observasi aktivitas belajar siswa, kami juga akan menjelaskan bagaimana proses pembuatannya sehingga diharapkan apabila anda ingin memodifikasi lembar observasi penelitian ini untuk menyesuaikan dengan kebutuhan anda di lapangan, anda dapat melakukannya dengan mudah.

Langkah-Langkah Menyusun Lembar Observasi Penelitian

Lembar observasi penelitian tentang aktivitas belajar siswa ini dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Menentukan tujuan pembuatan lembar observasi, yaitu untuk merekam data berapa banyak siswa di suatu kelas aktif belajar, dan bagaimana kualitas aktivitas belajar siswa-siswa tersebut.
  2. Mengumpulkan referensi tentang karakteristik atau ciri-ciri siswa yang sedang aktif belajar (Jika anda telah menulis proposal penelitian, maka tentunya dengan mudah dapat dicuplik dari kajian teori atau kajian pustaka proposal penelitian anda).
  3. Menyusun poin-poin kunci tentang karakteristik atau ciri-ciri siswa yang sedang aktif belajar. Misalnya, setelah diekstraksi, kajian pustaka atau kajian teori tentang aktivitas belajar siswa didapatkanlah karakteristik atau ciri-ciri siswa yang aktif belajar. sebagaimana ditunjukkan sebagai berikut:
    ciri siswa yang aktif belajar
    ciri siswa yang aktif belajar
  4. Menentukan desain atau layout lembar observasi penelitian yang diinginkan, seperti daftar ceklis, skala rating (skala penilaian), daftar pertanyaan terbuka, laporan observasi (observation report).
  5. Merumuskan elemen-elemen lembar observasi penelitian, dalam hal ini judul, identitas, tujuan, petunjuk penggunaan (petunjuk pengisian), butir-butir pernyataan atau pertanyaan terkait karakteristik atau ciri-ciri siswa yang aktif belajar (ini merupakan bagian utama dari lembar observasi dan harus mengacu pada tujuan pembuatan lembar observasi yang identik dengan tujuan penelitian yang sedang dilakukan).
  6. Menulis draft lembar observasi penelitian.
  7. Meminta bantuan rekan seprofesi atau ahli misalnya widyaiswara atau dosen untuk mengecek validitas instrumen (lembar observasi).
  8. Merevisi lembar observasi bila diperlukan.

Contoh Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa

Maka setelah melewati langkah-langkah tersebut di atas, maka kita telah menyusun sebuah lembar observasi penelitian, yang bentuk akhirnya berupa skala rating seperti berikut ini:

LEMBAR OBSERVASI
KEAKTIFAN SISWA DALAM BELAJAR

Sekolah / Kelas : _________________
Hari / Tanggal : _________________
Nama Guru : _________________
Nama Observer : _________________

Tujuan :
  1. Merekam data berapa banyak siswa di suatu kelas aktif belajar
  2. Merekam data kualitas aktivitas belajar siswa

Petunjuk :
  1. Observer harus berada pada posisi yang tidak mengganggu pembelajaran tetapi tetap dapat memantau setiap kegiatan yang dilakukan siswa.
  2. Observer memberikan skor sesuai dengan petunjuk berikut:
  • Banyak siswa : 0 sampai > 20% ; 2 bila 20% sampai > 40% ; 3 bila 40% sampai > 60% skor 4 bila 60% sampai 80% ; skor 5 bila 80% sampai 100% aktif.
  • Kualitas : 1 = sangat kurang; 2 = kurang; 3 = cukup; 4 = baik; 5 = baik sekali

No. Aktivitas Belajar Siswa Banyak Siswa yang Aktif Kualitas Keaktifan
A. Pengetahuan dialami, dipelajari, dan ditemukan oleh siswa --- ---
1. Melakukan pengamatan atau penyelidikan --- ---
2. Membaca dengan aktif (misal denganpen di tangan untuk menggarisbawahi atau membuat catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada teks) --- ---
3. Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan, dsb) --- ---
B. Siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi pelajaran (membangun pemahaman) --- ---
1. Berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan soal-soal) --- ---
2. Berpikir kreatif (misalnya mencoba memecahkan masalah-masalah pada latihan soal yang mempunyai variasi berbeda dengan contoh yang diberikan) --- ---
3. Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang dilakukan orang lain dalam menyelesaikan soal atau tugas) --- ---
C. Siswa mengkomunikasikan sendiri hasil pemikirannya --- ---
1. Mengemukakan pendapat --- ---
2. Menjelaskan --- ---
3. Berdiskusi --- ---
4. Mempresentasi laporan --- ---
5. Memajang hasil karya --- ---
D. Siswa berpikir reflektif --- ---
1. Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran --- ---
2. Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran --- ---
3. Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata-katanya sendiri --- ---

Amuntai, ......................................


(Observer)


***

Baca Juga:

Cara membuat lembat observasi lainnya

Contoh lembar observasi pengelolaan pembelajaran oleh guru dengan model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based instruction - PBI)

Contoh lembar observasi model pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery)

Contoh lembar observasi keterampilan bertanya guru

Contoh lembar observasi frekuensi, penyebaran, dan kualitas pertanyaan siswa

Contoh lembar observasi pengelolaan pembelajaran kooperatif

Demikian artikel tentang contoh lembar observasi aktivitas belajar siswa yang diberikan lengkap beserta langkah-langkah menyusunnya. Semoga bermanfaat.
Baca Selengkapnya

Minggu, 10 Februari 2013

Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif untuk Diterapkan Di Kelas Anda

Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan Umum Model Pembelajaran Kooperatif

Blog ptk dan model pembelajaran kali ini akan membahas jenis-jenis model pembelajaran kooperatif apa saja yang dapat digunakan di kelas. Banyak guru tertarik untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif dikelasnya karena banyaknya kelebihan yang dimiki model pembelajaran kooperatif ini, misalnya meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebelum masuk ke bagian utama yaitu tentang jenis-jenis model pembelajaran kooperatif, ada baiknya kita kembali membaca kilasan singkat tentang model pembelajaran kooperatif ini. Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya mengedepankan pemanfaatan kelompok-kelompok siswa. Prinsip yang harus dipegang teguh dalam kaitan dengan kelompok kooperatif adalah setiap siswa yang ada dalam suatu kelompok harus mempunyai tingkat kemampuan yang heterogen (tinggi, sedang dan rendah) dan bila perlu mereka harus berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta mempertimbangkan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif bertumpu pada kooperasi (kerjasama) saat menyelesaikan permasalahan belajar yaitu dengan menerapkan pengetahuan dan keterampilan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Sebuah model pembelajaran dicirikan oleh adanya struktur tugas belajar, struktur tujuan pembelajaran dan struktur penghargaan (reward). Dalam kaitan dengan model pembelajaran kooperatif, maka tentu saja struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran ini tidak sama dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain.

Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif yang Dapat Diterapkan Guru

Berikut ini daftar beberapa model pembelajaran kooperatif yang efektif:

TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian melaporkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam pembelajaran.

STAD (Student Teams Achievement Division)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa. 

Round Table atau Rally Table

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran.

Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli, mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian.
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa

Tim Jigsaw

Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki.

Jigsaw II

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw. Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu. Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.

Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)

Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.

NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama

Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.

TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa.

Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran: pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai. Setelah semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step interview) ini efektif untuk mengajarkan siswa problem solving (pemecahan masalah).

Three-Minute Review (Reviu Tiga Langkah)

Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi.

GI (Group Investigasi)

Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi telah banyak dibahas pada blog ptk dan model pembelajaran ini. Silakan baca tentang model pembelajaran kooperatif group investigasi:

Go Around (Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi. Baca lebih lanjut tentang langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif Go Around

Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)

Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback). Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci tentang model pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran timbal balik).

CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar. Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi (naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis keterampilan”. Pada model pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa (misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.

The Williams

Tipe model pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran. Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.

TPC (Think Pairs Check)

Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.

TPW (Think Pairs Write)

Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadappertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis.

Tea Party (Pesta Minum Teh)

Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula  siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes.

Write Around (Menulis Berputar)

Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.

Round Robin Brainstorming atau Rally Robin

Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut.

LT (Learnig Together)

Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok.

Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa)

Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya.

Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Demikian pembahasan mengenai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif. Pada artikel selanjutnya, blog ptk dan model pembelajaran akan menguraikan lebih detail mengenai beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang belum diulas pada artikel-artikel sebelumnya. Sampai jumpa.
Baca Selengkapnya

Rabu, 06 Februari 2013

Manfaatkan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Siswa

Pada artikel kali ini blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran akan mengulas tentang pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Sumber belajar merupakan salah satu bidang kajian yang menarik dalam pelaksanaan ptk (penelitian tindakan kelas), karena itu rasanya topik ini cukup penting untuk diulas. Di sini kita akan membahas mulai dari pengertian sumber belajar, lingkungan sebagai salah satu sumber belajar, kelebihan lingkungan sebagai sumber belajar, jenis-jenis lingkungan sebagai sumber belajar, metode mengajar yang dapat digunakan saat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sampai langkah-langkah yang harus diperhatikan saat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Yuk kita simak.

Pengertian Sumber Belajar (Learning Resources)

Sumber belajar adalah sumber yang bentuknya dapat berupa data, orang, dan wujud tertentu yang bisa dipergunakan oleh siswa selama belajar , sehingga mempermudah mereka mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan pada pembelajaran itu. Beberapa sumber belajar dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran secara terpisah atau secara kombinasi.

Lingkungan Sebagai Sumber Belajar Dan Kelebihannya

Salah satu contoh sumber belajar yang sangat baik untuk digunakan adalah lingkungan. Ada beberapa kelebihan lingkungan yang akan didapat jika guru menggunakannya dalam kegiatan pembelajarannya, misalnya:

Lingkungan Adalah Sumber Belajar Riil, Bukan Tiruan Atau Model

Bila guru memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, ini berarti guru telah menggunakan sumber belajar riil (sesungguhnya), bukan berupa tiruan atau model. Tentu bila menggunakan sumber belajar yang riil maka kualitasnya lebih baik bila dibandingkan menggunakan model atau tiruan yang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan.

Pembelajaran Menjadi Lebih Menarik

Siswa akan lebih tertarik dengan sesuatu yang bersifat nyata dan asli dibanding tiruan atau model. Lingkungan sebagai sumber belajar adalah objek yang menarik untuk dipelajari. Dengan menariknya sumber belajar, maka siswa tentu akan lebih bersemangat dan termotivasi.

Lingkungan memberikan pembelajaran bermakna

Sebagai sumber belajar riil dan menarik, lingkungan akan memberikan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran bermakna amat penting bagi mereka sehingga tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan akan dapat mereka capai dengan baik.

Mengaktifkan Belajar Siswa

Belajar dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber pembelajaran akan membuat siswa aktif. Ini dikarenakan mereka akan lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan. Adanya interaksi dalam pembelajaran akan memberikan kontribusi yang positif pada proses pembelajaran. Siswa yang mungkin pasif selama pembelajaran reguler di kelas biasanya akan lebih terlibat dalam pembelajaran saat terjun ke lingkungan.

Memperkaya Sumber Belajar Di Kelas

Pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bagi siswa tentu saja akan menambah ragam dan memperkaya sumber belajar lain di kelas. Siswa menjadi tidak hanya duduk-duduk di kelas dan belajar seperti biasa. Banyak variasi yang dapat dilakukan guru bila menggunakan sumber belajar berupa lingkungan. Ini akan membantu siswa mengatasi kebosanan belajar di kelas.

Menumbuhkan Rasa Cinta Terhadap Lingkungan

Bila siswa berhasil memaknai lingkungan yang mereka pelajari, maka akan muncul dampak pengiring yang amat penting, yaitu rasa cinta terhadap lingkungan sekitar. Ambil contoh begini, ketika siswa diajak mempelajari bagaimana pola pikir masyarakat di sekiat sekolah tentang sampah dan kebersihan, maka mereka akan dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap kebersihan di lingkungan sekolah mereka sendiri atau di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.

Jenis-Jenis Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Berdasarkan asalnya, lingkungan belajar dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

Lingkungan Alam Asli

Lingkungan alam asli adalah lingkungan yang masih banyak tersentuh oleh tangan manusia. Contoh lingkungan alam asli yang dapat dijadikan sumber belajar misalnya hutan, gunung, danau, pantai, laut, sungai, dan sebagainya.

Lingkungan Alam Buatan Manusia

Lingkungan alam buatan adalah lingkungan alam yang merupakan hasil buatan manusia, seperti bendungan, waduk, museum, candi dan situs purbakala.

Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah lingkungan di mana padanya siswa dapat diajak untuk melihat aspek-aspek sosial (berhubungan dengan manusia atau masyarakat). Siswa dapat diajak ke pedesaan atau ke pinggiran kota, dsb. untuk memperoleh lingkungan sosial sebagai sumber belajar mereka.

Metode Pembelajaran Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Beberapa pertimbangan harus dilakukan guru saat menentukan metode pembelajaran untuk pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan ini. Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, yaitu metode survey, praktek lapangan (PPL dan PKL), karyawisata, berkemah, presentasi narasumber, dan pengabdian masyarakat. Berikut ulasannya:

Metode Survey

Pada metode survey, guru dapat mengajak siswa untuk melakukan survey dalam bentuk observasi, wawancara, dan mempelajari dokumen atau data untuk memperoleh informasi dan mempelajari proses-proses sosial yang ada di masyarakat, budaya, ekonomi, keagamaan, dsb.

Metode Praktek Lapangan (PKL atau PPL)

Melalui metode praktek lapangan (dapat berupa Praktek Kerja Lapangan atau Praktek Pengalaman Lapangan), siswa dapat memperoleh suatu keterampilan-keterampilan atau kecakapan-kecakapan khusus agar nantinya dapat terjun ke dunia kerja yang sesuai dengan bidang keahlian atau minatnya.

Metode Karyawisata

Pembelajaran tidak melulu harus serius. Pembelajaran dengan metode karyawisata menjadikan siswa tak hanya belajar semata. Lingkungan yang mereka kunjungi sebagai sumber belajar juga dapat dinikmati sebagai wisata. Banyak sekali objek wisata yang relevan dengan pembelajaran, misalnya museum, pantai, pegunungan, bendungan, pabrik, dan sebagainya. Di tempat-tempat semacam ini siswa dapat belajar sekaligus bersantai.

Metode Berkemah

Metode berkemah sebenarnya hampir setujuan dengan karyawisata. Hanya saja metode berkemah membutuhkan waktu yang lebih lama dan mengahruskan siswa menginap di lingkungan tempat ia belajar. Metode berkemah sangat cocok untuk pembelajaran ilmu alam dan sosial. Siswa dapat mempelajari aneka ragam makhluk hidup beserta aspek-aspek lingkungan yang ada di dalamnya, atau mempelajari bagaimana suatu struktur sosial, kesenian, budaya, dan adat istiadat masyarakat atau suku-suku tertentu.

Metode Presentasi Narasumber

Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar tidak selalu berarti siswa dan guru keluar kelas. Bisa juga lingkungan dibawa ke dalam kelas. Misalnya, kelas dapat mengundang narasumber dari lingkungan sekitar untuk memberikan presentasi di depan kelas. Siswa dapat berinteraksi dengan narasumber ini untuk mengetahui detil-detil yang mereka perlukan tentang suatu topik pembelajaran. Biasanya narasumber dapat berupa seorang yang profesional di bidang tertentu, misal dokter, bidan, pengacara, polisi, dan sebagainya. Narasumber dapat didapat dari orang tua yang kebetulan berada para profesi tersebut atau sukarelawan yang mau diajak bekerjasama untuk pembelajaran di sekolah.

Metode Pengabdian Masyarakat

Metode alternatif lain yang dapat digunakan untuk memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar adalah metode pengabdian masyarakat. Siswa dapat diajak melakukan bakti sosial di suatu daerah tertentu. Mereka dapat mengunjungi panti asuhan, panti jompo dan berbagi bersama warga di sana. Siswa dapat pula diajak melakukan aksi bersih-bersih sampah di lingkungan sekitar sekolah atau mengunjungi suatu daerah bekas terkena bencana alam dan ikut memberikan bantuan di sana.

Langkah-Langkah Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

Sebelum memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, maka guru harus mempersiapkan dan menentukan beberapa hal sehingga pemanfaatan lingkungan akan optimal dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya. Beberapa langkah-langkah di bawah ini patut diperhatikan oleh guru, yaitu sebagai berikut:

Menentukan Tujuan Pembelajaran

Belajar menggunakan sumber apapun, termasuk lingkungan harus memperhatikan tujuan pembelajaran. Jika guru memilih menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk pokok bahasan atau topik tertentu, maka ia harus menentukan tujuan pembelajaran apa yang akan dapat dicapai oleh siswa. Selain itu, dengan menentukan tujuan pembelajaran yang tepat kegiatan pembelajaran akan lebih terarah.

Menentukan Lingkungan yang akan Dijadikan Sumber Belajar

Setelah guru menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa, maka langkah selanjutnya yang penting sekali untuk diperhatikan adalah pemilihan lingkungan itu sendiri sebagai sumber belajar. Dalam tahap ini, guru mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan setiap alternatif sumber belajar. Lingkungan yang bagaimana yang sekiranya dapat membantu siswa lebih mudah mencapai kompetensi yang diharapkan, maka lingkungan itulah yang paling baik untuk dijadikan sebagai sumber belajar.

Memilih Metode Pembelajaran

Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar kadang-kadang memerlukan pemilihan metode mengajar yang tepat. Pemilihan metode mengajar tidak dapat dilakukan asal-asalan karena dapat mengakibatkan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang seharusnya dikuasai siswa tidak tercapai. Beberapa metode yang sekiranya dapat dipertimbangkan untuk pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar telah diuraikan pada tulisan ini sebelumnya, yaitu metode survey, karyawisata,  praktek lapangan, dan pengabdian masyarakat.

Mempersiapkan Perizinan

Mengajak siswa untuk belajar dari lingkungan seringkali harus melibatkan perizinan. Siswa yang diajak keluar kelas atau keluar lingkungan sekolah, bahkan seringkali di luar jam belajar dan melibatkan instansi lain. Perizinan akan menjamin pemanfaatan waktu yang lebih efisien karena ketika siswa telah tiba di lokasi sumber belajar akan langsung diterima oleh pihak yang berwenang di sana. Selain itu, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya kecelakaan dan sebagainya, akan lebih mudah dimaklumi oleh pihak orang tua siswa/wali dan sekolah.

Mempersiapkan Teknis Pelaksanaan

Bila pemanfaatan lingkungan yang lokasinya cukup jauh dari sekolah dan menggunakan alokasi waktu di luar jam belajar sekolah, tentu teknis pelaksanaan perlu dipikirkan secara matang. Bahkan, jika menggunakan lingkungan pada lokasi yang dekat dengan sekolah dan masih dalam jam belajar sekolah, persiapan teknis tetap sangat penting. Guru perlu mempersiapkan alat-alat bantu apa saja yang mungkin diperlukan dalam pembelajaran, misalnya megaphone, transportasi dari sekolah ke lokasi, bagaimana pengaturan siswa saat tiba di lokasi dan sebagainya.

Menentukan Tindak Lanjut

Setelah siswa selesai belajar memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajarnya, maka tindak lanjut apa yang harus dilakukan? Apakah siswa nantinya akan diminta membuat laporan perjalanan atau hasil observasi mereka. Bagaimana penilaian terhadap hasil belajar siswa diberikan, dan hal-hal lainnya perlu ditentukan sebelum pembelajaran dilaksanakan.


Baca Selengkapnya

Selasa, 05 Februari 2013

Pengertian Belajar dan Cara Meningkatkan Belajar

Blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran kali ini akan mengulas tentang pengertian belajar dan cara meningkatkan belajar pada siswa. Mari kita simak.

Pengertian Belajar

Pada tulisan ini, pengertian belajar yang akan diberikan adalah pengertian atau definisi belajar menurut kamus dan menurut para ahli pendidikan, terutama ahli psikologi pendidikan.

Pengertian Belajar Menurut Kamus

Berikut ini diberikan beberapa definisi belajar menurut kamus.

Kamus thefreedictionary.com

Pada kamus the free dictionary disebutkan bahwa pengertian belajar adalah untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman, atau penguasaan melalui pengalaman atau pembelajaran.

Kamus oxforddictionaries.com

Menurut kamus oxford dictionary belajar adalah memperoleh atau mendapatkan pengetahuan atau keterampilan tentang sesuatu melalui pengalaman, pembelajaran, atau pengajaran.

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa belajar adalah berusaha mengetahui sesuatu atau berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan)

Pengertian Belajar Menurut Ahli Pendidikan

Berikut ini disajikan beberapa definisi belajar menurut ahli-ahli psikologi pendidikan.

Winkel W.S. (1997) dalam buku ‘Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar’

Winkel menyatakan pengertian belajar : suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas.

Hasan (1994) dalam buku 'Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan'

belajar adalah kegiatan yang bersifat mental atau psikis dan terjadi saat ada interaksi aktif dengan lingkungan sehingga dhasilkan perubahan tingkah laku, ketrampilan dan sikap

Irwanto (1997) dalam buku ‘Psikologi Umum’

Irwanto menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Sudjana (1989) dalam buku 'Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar'

Menurut Sudjana, belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman.

Suryabrata, S. (1998) dalam buku ‘Psikologi Pendidikan’

Di dalam bukunya Suryabrata mengemukakan bahwa siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu belajar yang terbaik adalah dengan mengalami dan mempergunakan pancaindera.

Muhibbidin Syah (2000) menyatakan bahwa perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri yang khas yang dapat dilihat secara nyata dalam tiga bentuk: (1) perubahan intensional; (2) perubahan positif dan aktif; dan (3) perubahan efektif dan fungsional. Berikut pembahasannya masing-masing:

Perubahan Intensional

Perubahan tingkah laku dalam bentuk yang intensional bermakna bahwa proses belajar berupa pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Siswa sendiri dapat menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.

Perubahan Positif dan Aktif

Perubahan positif yang dimaksud oleh Muhibbin Syah adalah bahwa perubahan tersebut bersifat baik dan dapat bermanfaat bagi kehidupan kemudian sesuai dengan harapan karena mendapatkan sesuatu yang sifatnya baru dan tentu harus lebih baik dari keadaan sebelum ia belajar. Sedangkan perubahan bersifat aktif merujuk kepada perubahan yang terjadi karena adanya upaya oleh siswa itu sendiri.

Perubahan Efektif dan Fungsional

Perubahan hasil dari belajar dapat disebut sebagai perubahan yang efektif jika memberi dampak dan manfaat terhadap siswa yang bersangkutan. Kemudian, perubahan dapat dikatakan bersifat fungsional jika perubahan yang terjadi setelah belajar itu ada di dalam diri siswa dan bersifat relatif menetap dan bila diperlukan maka perubahan itu bisa direproduksi dan digunakan kembali.
Perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai dampak dari proses belajar dapat terjadi pada berbagai ranah, bisa kognitif, afektif, atau psikomotor. Perubahan-perubahan yang dimiliki oleh siswa ini tentu berdeda sekali dengan perubahan akibat refleks atau naluriah. Karena itu,untuk membuat perubahan yang lebih efektif sebagai hasil belajar oleh siswa, guru sebaiknya memberikan penguatan-penguatan (reinforcement) dan balikan-balikan (feedback) saat proses belajar sedang berlangsung.

Cara Meningkatkan Belajar

Nah, sudah jelas bukan tentang pengertian belajar? Mudah-mudahan untaian definisi belajar menurut beberapa kamus dan ahli psikologi pendidikan di atas dapat menambah pengetahuan anda. Berikutnya kita akan membahas tentang cara meningkatkan belajar pada diri siswa agar proses dan hasil belajar mereka efektif dan memuaskan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar siswa, yaitu: (1) kesiapan fisik dan mental; (2) konsentrasi belajar; (3) minat dan motivasi belajar; (4) penggunaan berbagai strategi belajar yang sesuai; (5) belajar secara holistik; (6) berbagi; dan (7) menguji hasil belajar. Berikut paparannya:

Kesiapan Fisik dan Mental

Hal penting pertama yang harus diperhatikan sebelum siswa mulai belajar adalah kesiapan fisik dan mental (psikis) mereka. Bila siswa tidak siap belajar, maka pembelajaran akan berlangsung sia-sia atau tidak efektif. Dengan siap fisik dan mental, maka siswa akan dapat belajar secara aktif.

Tingkatkan Konsentrasi

Saat belajar berlangsung, konsentrasi menjadi faktor penentu yang amat penting bagi keberhasilannya. Apabila siswa tidak dapat berkonsentrasi dan terganggu oleh berbaagai hal di luar kaitan dengan belajar, maka proses dan hasil belajar tidak akan maksimal. Penting bagi guru untuk memberikan lingkungan belajar yang mendukung terjadinya belajar pada diri siswa.

Tingkatkan Minat dan Motivasi

Minat dan motivasi juga merupakan faktor penting dalam belajar. Tidak akan ada keberhasilan belajar diraih apabila siswa tidak memiliki minat dan motivasi. Guru dapat mengupayakan berbagai cara agar siswa menjadi berminat dan termotivasi belajar. Bila minat dan motivasi dari guru (ekstrinsik) berhasil diberikan, maka pada tahap selanjutnya peningkatan minat dan motivasi belajar menjadi lebih mudah apalagi bila siswa memiliki minat dan motivasi yang bersumber dari dalam dirinya sendiri karena kepuasan yang mereka dapatkan saat belajar atau dari hasil belajar yang mereka peroleh.

Gunakan Strategi Belajar

Guru dapat membantu siswa agar bisa dan terampil menggunakan berbagai strategi belajar yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Menggunakan berbagai strategi belajar yang cocok sangat penting agar perolehan hasil belajar menjadi maksimal. Setiap konten memiliki karakteristik dan kekhasannya sendiri-sendiri dan memerlukan strategi-strategi khusus untuk mempelajarinya.

Belajar Sesuai Gaya Belajar

Setiap individu demikian pula siswa memiliki gaya belajar dan jenis kecerdasan dominan yang berbeda-beda. Guru harus mampu memberikan situasi dan suasana belajar yang memungkinkan agar semua gaya belajar siswa terakomodasi dengan baik. Pemilihan strategi, metode, teknik dan model pembelajaran yang sesuai akan sangat berpengaruh. Gaya belajar yang terakomodasi dengan baik juga akan meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam belajar, hingga mereka dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak mudah terganggu (terdistraksi) oleh hal-hal lain di luar kegiatan belajar yang berlangsung.

Belajar Secara Holistik (Menyeluruh)

Mempelajari sesuatu tidak bisa sepotong-sepotong. Informasi yang dipelajari harus utuh dan menyeluruh. Perlu untuk menekankan hal ini kepada siswa, agar mereka belajar secara holistik tentang materi yang sedang mereka pelajari. Pengetahuan akan informasi secara holistik dan utuh akan membuat belajar lebih bermakna.

Berbagi: Biasakan Menjadi Tutor Bagi Siswa Lain

Siswa dapat difungsikan sebagai tutor sebaya bagi siswa lain. Ini tentu sangat baik bagi mereka sebagai bentuk lain dalam mengkomunikasikan hasil belajar atau proses belajar yang mereka lakukan. Berbagi pengetahuan yang baru atau sudah dimiliki akan menjadikan informasi atau pengetahuan itu terelaborasi dengan mantap.

Uji Hasil Belajar

Ujian atau tes hasil belajar penting karena ia dapat menjadi umpan balik kepada siswa yang bersangkutan sampai sejauh mana penguasaan mereka terhadap suatu materi belajar. Informasi tentang sejauh mana hasil belajar yang telah mereka peroleh akan menjadi umpan balik yang efektif agar mereka dapat membenahi bagian-bagian tertentu yang masih belum atau kurang dikuasai. Siswa menjadi mempunyai peta kekuatan dan kelemahan hasil belajar mereka sehingga mereka dapat memperbaiki atau memperkayanya.

Referensi:

  • Hasan, Ch. (1994). Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya: Al- Ikhlas
  • Irwanto.  (1997). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
  • Muhibbin, Syah. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
  • Sudjana, N. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
  • Suryabrata, S. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada .
  • Winkel, WS (1997). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.

Baca Selengkapnya