Senin, 28 Januari 2013

Bagaimana Cara Menulis Abstrak Laporan PTK ?

Abstrak dan Cara Penulisannya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, abstrak bermakna : ringkasan inti, ikhtisar, inti (skripsi, laporan, dsb.). Sedangkan menurut Tesaurus Indonesia, abstrak mempunyai padanan kata : ijmal, ikhtisar, inti sari, inti, kerangka, kesimpulan, pati, pokok, rangkuman, resume, ringkasan, rumusan, sari, simpulan, atau sinopsis. Dengan demikian abstrak dapat pula dimaknai sebagai suatu ringkasan yang lengkap yang menjelaskan keseluruhan isi laporan ilmiah.

Fungsi Abstrak dalam Laporan PTK

cara menulis abstrak
Bagaimana cara menulis abstrak ptk?
Pada sebuah laporan hasil penelitian tindakan kelas (ptk), abstrak mempunyai fungsi yang sangat penting, yaitu:
  • Menyajikan informasi singkat tentang ptk yang telah anda dilakukan.
  • Memberikan kesan pertama setelah pembaca membaca judul (halaman judul) laporan ptk anda.
  • Memudahkan pembaca yang sedang mencari informasi tentang sebuah penelitian tindakan kelas, yaitu dengan membaca abstrak mereka hanya membutuhkan waktu yang singkat.

Karaketeristik Abstrak Laporan PTK

Ringkas

Sebuah abstrak ptk harusnya ringkas. Tidak bertele-tele, dan hanya memuat bagian-bagian esensial dari laporan ptk yang anda buat. Karena itu salah satu tata cara penulisan abstrak ptk yang harus dipatuhi adalah jumlah kata pada sebuah abstrak, maksimal 250 kata saja.

Jelas

Seharusnya, dengan membaca  abstrak laporan ptk anda pembaca sudah dapat mempunyai gambaran umum yang menyeluruh tentang penelitian tindakan kelas yang anda laporkan. Bila seorang pembaca yang selesai membaca abstrak sebuah laporan ptk masih belum punya gambaran tentang ptk yang anda lakukan, berarti abstrak yang anda tulis masih kurang jelas.

Berdiri Sendiri

Pada bagian abstrak yang anda tulis, tidak diperkenankan untuk menulis kalimat seperti: Lihat Lampiran 16, atau seperti ditunjukkan pada halaman 57, dan sejenisnya. Ini menunjukkan bahwa abstrak ptk yang anda tulis tidak berdiri sendiri. Sebuah abstrak seharusnya dapat dibaca dengan tanpa perlu membaca bagian-bagian lainnya darilaporan ptk anda. Ia adalah sebuah bagian mandiri yang merupakan ringkasan laporan ptk anda.

Objektif

Abstrak ptk yang anda tulis harus objektif. Ia adalah bagian penting dari sebuah karya tulis ilmiah. Sebagaimana Laporan aslinya, abstrak ptk juga harus ditulis objektif tanpa tujuan tertentu sehingga membuat pembaca mempunyai persepsi keliru tentang hasil penelitian tindakan kelas yang anda lakukan. Abstrak ptk anda harus ditulis sesuai fakta yang anda lakukan dan anda peroleh selama atau setelah melakukan penelitian tindakan kelas, dan bukan menuliskan asumsi atau pendapat pribadi anda tanpa ada dasar yang tepat.

Bagian-Bagian Abstrak PTK

  • Judu llaporan  penelitian tindakan kelas (ptk).
  • Nama peneliti (penulis), ditulis tanpa gelar akademis ataupun gelar non akademis.
  • Tahun penelitian dan jumlah halaman laporan keseluruhan.
  • Identitas singkat (seperti NIP, jabatan, dan asal instansi)
  • Isi abstrak yang mencakup: (1) tujuan ptk; (2) metode penelitian; (3) hasil penelitian; (4) simpulan.
  • Kata kunci (maksimal terdiri dari 5 kata kunci atau frase kunci yang diurutkan secara alfabetis)

Tata Cara Penulisan  Abstrak PTK

Jumlah kata

Hitung secara otomatis dengan menggunakan fasilitas  Word Count pada aplikasi Microsoft Word pada menu Review > Word Count. Abstrak hanya memuat maksimal 250 kata. Bila jumlah kata ternyata berlebih, edit dengan cara membuang kata-kata tertentu yang dapat dihilangkan, tetapi tidak mengurangi esensi dan makna kalimat dalam abstrak PTK yang anda buat.

Jarak spasi dan ukuran font

Abstrak selalu ditulis dalam jarak pengetikan 1 spasi. Bila anda menjumpai contoh abstrak dengan jarak lebih dari 1 spasi, itu adalah contoh yang salah. Jangan ditiru!
Gunakan huruf standar sebagaimana isi laporan ptk (misalnya Times New Roman dengan ukuran font 12 pt, atau Calibri ukuran 11 pt).

Berbentuk 1 paragraf yang rata kanan dan kiri (justify)

Pada beberapa institusi tertentu, abstrak laporan ptk acapkali diminta dalam bentuk 1 paragraf utuh. Jika tidak disertakan petunjuk bagaimana format abstrak ptk untuk laporan anda, tulislah dengan sebuah paragraf saja. Perhatikan pula, bahwa paragraf abstrak anda harus rata baik pada bagian kiri maupun bagian kanan (justify).

Ditulis sebelum Kata Pengantar, persis setelah Halaman Judul.

Letakkan abstrak ptk anda, yang mestinya hanya terdiri dari satu halaman tepat setelah Halaman Judul, sebelum Kata Pengantar. Jangan meletakkannya pada urutan yang salah. Abstrak ptk diletakkan demikian supaya pembaca laporan ptk anda segera menemukannya dengan mudah setelah membaca judul penelitian tindakan kelas anda pada halaman sampul.

Contoh Abstrak PTK


MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN UNTUK SISWA KELAS VIIIB SMPN NEGERI 4 AMUNTAI MELALUI STRATEGI MEMORY CYCLE
(Tahun 2011, 239 halaman)

Suhadi
Guru IPA SMP Negeri 4 Amuntai
Kabupaten Hulu Sungai Utara Propinsi Kalimantan Selatan


ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas secara umum bertujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran untuk peserta didik Kelas VIIIB SMPN 4 Amuntai. Secara khusus bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan aktivitas peserta didik; (2) Mendeskripsikan pengelolaan pembelajaran oleh guru; dan (3) Mengetahui hasil belajar peserta didik yang mengacu pada strategi memory cycle pada Kelas VIIIB SMPN 4 Amuntai semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 untuk materi Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehar-hari. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, di mana masing-masing-masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Siklus I terdiri dari dua pertemuan (dua kali tatap muka), demikian pula halnya dengan Siklus II. Data aktivitas peserta didik digali dengan Lembar Pengamatan Aktivitas Peserta Didik, data Pengelolaan Pembelajaran oleh Guru digali dengan Lembar Pengamatan Pengelolaan Pembelajaran, sedangkan data hasil belajar peserta didik digali dengan Tes Hasil Belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Aktivitas peserta didik kelas VIIIB SMP Negeri 4 Amuntai tahun pembelajaran 2011/2012 pada pembelajaran yang mengacu kepada strategi memory cycle pada materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari di siklus I maupun siklus 2 penelitian tindakan kelas ini berada pada kategori BAIK; (2) Pengelolaan pembelajaran oleh guru di kelas VIIIB SMP Negeri 4 Amuntai yang tahun pembelajaran 2011/2012 yang telah dilakukan guru pada materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari dengan strategi memory cycle di siklus 1 maupun siklus 2 penelitian tindakan kelas ini juga berada pada kategori BAIK; dan (3) Hasil belajar peserta didik kelas VIIIB SMP Negeri 4 Amuntai tahun pembelajaran 2011/2012 pada materi Bahan Kimia Dalam Kehidupan Sehari-hari mengalami peningkatan dibanding tahun pelajaran 2010/2011 setelah menggunakan strategi memory cycle.

Kata Kunci : bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari, kualitas pembelajaran, penelitian tindakan kelas, strategi memory cycle

Catatan: Sebenarnya tata cara penulisan di atas juga dapat diberlakukan untuk abstrak skripsi,tesis, atau jurnal penelitian lainnya.

Demikian artikel tentang Bagaimana Cara Menulis Abstrak untuk Laporan PTK. Baca juga tulisan di blog ptk dan model pembelajaran ini yang mungkin juga anda butuhkan:

Baca Selengkapnya

Jumat, 25 Januari 2013

Prinsip-Prinsip dalam Memilih Media Pembelajaran

Setelah sebelumnya diterbitkan artikel tentang Media Gambar dalam Pembelajaran, maka tulisan kali ini di blog penelitian tindakan kelas dan model-model pembelajaran akan mengupas tentang Prinsip-Prinsip Memilih Media dalam Pembelajaran
Saat merancang sebuah pembelajaran, guru tentunya juga harus memilih media pembelajaran yang akan digunakannya. Guru harus memilih media dalam pembelajaran dengan hati-hati. Ada berbagai prinsip yang harus dipertimbangkan sehingga kegiatan belajar mengajar benar-benar efektif.

Prinsip-Prinsip Pemilihan Media Pembelajaran

Berikut ini beberapa prinsip yang harus diperhatikan saat guru memilih media untuk pembelajaran yang akan dilaksanakannya:

Efektivitas Media Pembelajaran

Prinsip utama pemilihan media pembelajaran adalah efektivitas media pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran serta efektivitasnya dalam membantu siswa memahami materi pembelajaran yang akan disajikan. Guru harus menimbang-nimbang apakah suatu media pembelajaran yang akan digunakan lebih efektif bila dibandingkan dengan media yang lain.
Misalnya, pada pembelajaran IPA di SD tentang terjadinya gerhana matahari dan gerhana bulan, siswa perlu memahami posisi matahari, bumi, dan bulan saat melalukan peredaran. Contoh media dalam pembelajaran pada materi ini yang tersedia di sekolah misalnya media pembelajaran berupa gambar dalam bentuk charta dan alat peraga 3 dimensi berupa model peredaran matahari, bumi dan bulan. Guru dalam hal ini memperhitungkan sejauh dan sedalam apa siswa akan belajar jika menggunakan media pembelajaran berupa gambar, dan sejauh serta sedalam apa siswa akan belajar bila media yang digunakan adalah model peredaran matahari, bumi dan bulan. Media dalam pembelajaran yang seharusnya dipilih dapat dilihat dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta materi pembelajaran yang diajarkan. Bila guru hanya menginginkan siswa mengetahui posisi matahari, bumi, dan bulan yang segaris, maka media pembelajaran berupa gambar mungkin akan lebih mudah dipahami siswa. Tetapi jika guru ingin siswa mengetahui proses terjadinya gerhana, maka model peredaran matahari, bumi dan bulan tentau lebih baik untuk digunakan.
Selain itu makna efektivitas juga berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan saat sebuah media pembelajaran dipilih untuk digunakan. Guru bisa mempertimbangkan, apakah biaya yang digunakan untuk menggunakan media pembelajaran tertentu sebanding dengan hasil pembelajaran yang akan diperoleh siswa.

Taraf Berpikir Siswa

Media pembelajaran juga harus dipilih berdasarkan prinsip taraf berpikir siswa. Benda-benda yang bersifat konkret lebih baik digunakan sebagai media pembelajaran bila dibandingkan media yang lebih abstrak. Demikian pula media pembelajaran yang kompleks dari segi struktur atau tampilan akan lebih sulit dipahami dibanding media pembelajaran yang sederhana. Contoh media pembelajaran di SD untuk struktur organ-organ dalam tubuh manusia haruslah tidak serumit media pembelajaran untuk siswa SMP dan SMA. Media pembelajaran yang sering digunakan untuk materi ini misalnya torso (model 3 dimensi) atau gambar. Walaupun sama-sama menggunakan gambar atau torso, tetapi tingkat kerumitan (kompleksitas) gambar dan torso harus dibedakan. Media pembelajaran di SD tentunya tidak boleh serinci media pembelajaran untuk siswa SMP dan SMA.
Jika tingkat kerumitan dan kompleksitas media pembelajaran tidak disesuaikan dengan taraf berpikir siswa maka bisa berakibat siswa bukannya makin mudah memahami, alih-alih semakin bingung dan tidak fokus pada tujuan dan materi pembelajaran hingga tidak dapat memperoleh hasil pembelajaran yang diharapkan.

Interaktivitas Media Pembelajaran

Prinsip ketiga yang harus diperhatikan dalam pemilihan media dalam pembelajaran di kelas adalah interaktivitas. Seberapa besar kemungkinan siswa dapat berinteraksi dengan media pembelajaran? Makin interaktif media, makin bagus media pembelajaran itu karena lebih mendorong siswa untukterlibat aktif dalam belajar.. Misalnya, saat mengajar materi tentang operasi hitung bilangan bulat, contoh media dalam pembelajaran di SD yang dapat digunakan adalah video tentang bagaimana cara melakukan operasi hitung bilangan bulat atau guru dapat juga menggunakan media pembelajaran multimedia interaktif pembelajaran mandiri tentang operasi hitung bilangan bulat. Bila siswa diberikan tontonan video, tentunya interaksi yang terjadi antara siswa dengan media pembelajaran hanya satu arah saja: dari media ke siswa. Sedangkan bila menggunakan media pembelajaran berbentuk multimedia interaktif yang dioperasikan pada sebuah komputer, maka interaksi siswa dengan media tentu lebih tinggi. Dalam hal ini, maka media yang paling cocok untuk dipilih adalah media pembelajaran dalam bentuk multimedia interaktif.

Ketersediaan Media Pembelajaran

Guru boleh saja berangan-angan menggunakan media pembelajaran yang sangat efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, sesuai dengan materi pelajaran, dan interaktivitasnya tinggi. Tetapi jika media yang sedemikian tidak tersedia, tentu juga sia-sia. Media yang dipilih saat merancang pembelajaran secara logis sudah tersedia di sekolah, atau paling tidak bila tidak dimiliki masih dapat diperoleh dengan mudah, misalnya dengan meminjam atau membuat sendiri. Jumlah media yang akan digunakan juga harus diperhitungkan dengan jumlah siswa di kelas. Bila media pembelajaran digunakan bukan secara klasikal, tetapi secara berkelompok atau individual, maka jumlah media pembelajaran yang tersedia harus mencukupi.

Minat Siswa Terhadap Media Pembelajaran

Penting sekali bagi guru untuk memperhatikan prinsip pemilihan media yang satu ini: minat siswa.Sebuah media pembelajaran sangat berpengaruh pada minat siswa. Ada media-media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat siswa jauh lebih baik bila dibanding menggunakan media pembelajaran lain. Misalnya, pada pembelajaran Bahasa Indonesia contoh media pembelajaran di SD yang digunakan untuk mengajarkan jenis-jenis kata (kata sifat, kata benda dan kata kerja) guru dapat menggunakan kartu-kartu berukuran 10 x 8 cm. Kartu-kartu yang hanya memuat contoh kata yang harus diidentifikasi siswa apakah merupakan kata kerja, kata benda, atau kata sifat tentu kurang menarik bila dibandingkan dengan kartu-kartu serupa tetapi memiliki variasi berupa ditambahkannya gambar-gambar kartun yang familiar dengan siswa terkait kata yang ditulis pada kartu tersebut dengan warna-warna yang semarak.
media pembelajaran kartu
Kartu mana yang lebih menarik buat siswa?

Kemampuan Guru Menggunakan Media Pembelajaran

Sebagus apapun media, misalnya media pembelajaran interaktif berbasis komputer, tentu tidak akan efektif bila guru sendiri memiliki keterbatasan dalam hal kemampuan menggunakannya. Media pembelajaran yang dipilih harus dapat digunakan oleh guru dengan baik. Sebenarnya kendala kemampuan guru dalam mengoperasikan suatu media pembelajaran dapat saja diatasi apabila guru yang bersangkutan memiliki kemauan untuk belajar menggunakan media pembelajaran tersebut.

Alokasi Waktu

Isu ketersediaan waktu dalam pembelajaran memang sangat krusial. Guru selalu dikejar waktu untuk menyelesaikan tuntutan kurikulum. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran yang notabene efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, mempunyai relevansi yang baik dengan materi pelajaran, dan berbagai kelebihan lainpun kadang-kadang terpaksa harus dikesampingkan bilamana alokasi waktu menjadi pertimbangan yang penting. Akan tetapi ketersediaan waktu seringkali bisa disiasati dengan berbagai cara berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki oleh guru.

Fleksibelitas (kelenturan) Media Pembelajaran

Prinsip pemilihan media pembelajaran berikutnya adalah fleksibelitas. Media pembelajaran yang dipilih oleh guru untuk kegiatan belajar mengajar di kelasnya seharusnya memiliki fleksibelitas yang baik. Media pembelajaran itu dikatakan mempunyai fleksibelitas yang baik apabila dapat digunakan dalam berbagai situasi. Kadangkala, saat proses pembelajaran berlangsung terjadi perubahan situasi yang berakibat tidak dapat digunakannya suatu media pembelajaran. Contoh media pembelajaran yang menggunakan sumber energi untuk pengoperasiannya kadangkala justru dapat menghambat kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung bila aliran listrik mati.

Keamanan Penggunaan Media Pembelajaran

Bagi anak-anak SD atau TK, kadangkala guru harus hati-hati memilih media pembelajaran. Ada media pembelajaran yang kalau tidak hati-hati dalam penggunaannya dapat mengakibatkan kecelakaan atau siswa terluka. Media pembelajaran yang dipilih haruslah media pembelajaran yang aman bagi mereka sehingga hal-hal yang tidak diinginkan saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung tidak terjadi.Contoh media pembelajaran di SD yang kurang aman misalnya penggunaan alat-alat yang mudah terbakar, tajam (mudah melukai) atau panas, atau bahan-bahan kimia bersifat korosif.

Kualitas Teknis Media Pembelajaran

Media pembelajaran, seringkali harus dirawat dengan dengan baik. Perawatan media pembelajaran dapat mempengaruhi kualitas teknis media. Kualitas teknis media pembelajaran juga dapat ditentukan oleh kualitas produksi media oleh suatu produsen. Jika di sekolah tersedia media pembelajaran yang sejenis tetapi diproduksi oleh beberapa produsen, maka sebaiknya guru memilih yang sekiranya memiliki kualitas teknis terbaik, misal dari segi keterbacaan tulisan atau gambar, komposisi warna, ketelitian alat, dan sebagainya.
Demikian tulisan tentang prinsip-prinsip memilih media dalam pembelajaran, semoga dapat bermanfaat untuk anda.
Baca Selengkapnya

Rabu, 23 Januari 2013

Media Gambar Dalam Pembelajaran

Media Gambar untuk Pembelajaran

Gambar termasuk media pembelajaran berbasis visual. Telah diketahui bahwa media berbasis visual seperti gambar dapat memudahkan pemahaman terhadap suatu materi pelajaran yang rumit atau kompleks. Media gambar dapat menyuguhkan elaborasi yang menarik tentang struktur atau organisasi suatu hal, sehingga juga memperkuat ingatan. Media gambar dapat menumbuhkan minat siswa dan memperjelas hubungan antara isi materi pembelajaran dengan dunia nyata. Untuk memperoleh kemanfaatan yang sebesar-besarnya dalam penggunaan media gambar dalam pembelajaran ini, maka ia haruslah dirancang dengan sebaik-baiknya.

Jenis-Jenis Media Gambar dalam Pembelajaran

Media pembelajaran gambar dapat disajikan dalam bentuk : (1) Poster; (2) Kartun; (3) Komik; (4) Gambar Fotografi; (5) Slide; (6) Bagan;dan (7) Diagram.

Poster

Poster adalah media pembelajaran berbentuk ilustrasi gambar yang disederhanakan, dibuat dengan ukuran besar, bertujuan menarik perhatian, dan isi atau kandungannya berupa bujukan, memotivasi, atau mengingatkan suatu gagasan pokok, fakta atau peristiwa tertentu. Gagasan tadi disampaikan dengan kata-kata singkat namun padat dan jelas.
media pembelajaran gambar
Contoh Poster (sumber: ilmugrafis.com)

Kartun

Kartun merupakan sebuah media unik untuk mengemukakan gagasan. Kartun dapat digunakan sebagai media pembelajaran karena dapat dipakai untuk memotivasi siswa dan memberikan ilustrasi secara komunikatif.Kartun dibuat dalam bentuk lukisan atau karikatur.
media pembelajaran gambar
Contoh kartun

Komik

Komik adalah media pembelajaran berbentuk gambar selain kartun yang juga bersifat unik.Bedanya, pada komik terdapat karakter yang memerankan suatu cerita dalam urutan (rangkaian seri).Komik memiliki keunggulan tersendiri sebagai media pembelajaran dalam bentuk gambar, karena komik sangat akrab dengan keseharian siswa.
media pembelajaran gambar
Contoh komik

Gambar Fotografi

Gambar fotografi merupakan media pembelajaran yang sangat mudah dibuat pada era digital sekarang ini. Berbagai macam gadget yang ada di sekitar kita biasanya dilengkapi dengan fitur kamera yang memungkinkan kita membuat gambar fotografi.Gambar fotografi karena langsung berisi foto nyata objek atau situasi atau peristiwa, maka ia merupakan media pembelajaran gambar yang sangat realistik (konkret).
media pembelajaran gambar
Contoh gambar fotografi

Bagan

Bagan adalah kombinasi media grafis dan foto yang dirancang untuk memvisualisasikan suatu fakta pokok atau gagasan dengan cara yang logis dan teratur.Fungsi utama bagan sebagai media gambar adalah untuk memperlihatkan hubungan, perbandingan, jumlah relatif, perkembangan, proses, klasifikasi, dan organisasi.
Perhatikan contoh media gambar berbentuk bagan berikut:
media pembelajaran gambar
Contoh bagan

Diagram

Diagram adalah gambar yang digunakan untuk media pembelajaran dalam bentuk gambaran sederhana yang dibuat dengan tujuan memperlihatkan bagian-bagian, atau hubungan timbal balik, biasanya dengan menggunakan garus-garis dan keterangan bagian atau hubungan yang ingin ditunjukkan.
media pembelajaran gambar
Gambar diagram


Grafik

Grafik adalah media gambar untuk tujuan penyajian data berupa angka-angka. Grafik memberikan informasi inti suatu data, berupa hubungan antar bagian-bagian data. Adabermacam-macam bentuk media gambar grafik yang dapat disajikan sebagai media pembelajaran kepada siswa, misalnya grafik garis, grafik batang, grafik lingkaran, dan grafik bergambar. Setiap jenis grafik mempunyai kekhususan dalam hal jenis data yang ditampilkan.
media pembelajaran gambar
Contoh grafik


Baca Selengkapnya

Minggu, 20 Januari 2013

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan Asesmen

Pengertian Evaluasi (Penilaian), Pengukuran, Tes,dan  Asesmen

Kali ini blog ptk (penelitian tindakan kelas) dan model-model pembelajaran kembali mengangkat topik penilaian,setelah sebelum menulis tentang Prinsip-Prinsip Penilaian, kemudian tentang Penilaian Afektif, dan juga Penilaian Psikomotor. Topik kali ini bersifat mendasar sekali, yaitu tentang pengertian evaluasi, pengertia penilaian, pengertian pengukuran, pengertian tes, dan pengertian asesmen. Topik ini tampaknya sangat menarik dan perlu untuk dibahas karena begitu simpang siurnya definisi istilah-istilah tersebut di internet. Setelah melakukan kajian terhadap berbagai definisi tentang evaluasi, penilaian, tes, pengukuran, hingga asesmen, maka dapatlah dibuat artikel ini yang tujuannya untuk mendudukkan kembali semua istilah itu pada tempatnya yang tepat. Pada tulisan ini kami hanya mengambil definisi-definisi dari para ahli  yang telah diakui kredibilitasnya di bidang pendidikan dan psikologi pendidikan.

Pengertian Evaluasi (Penilaian) Menurut Para Ahli

  • Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya: Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan instruksional).
  • Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.

Kesimpulan Tentang Pengertian Evaluasi:

  • Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value yang berarti nilai, jadi istilah evaluasi sinonim dengan penilaian.
  • Evaluasi merupakan proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh.
  • Data atau informasi diperoleh melalui pengukuran (measurement) hasil belajar.melalui tes atau nontes.
  • Evaluasi bersifat kualitatif.

Pengertian Pengukuran (Measurement) Menurut Para Ahli

  • Alwasilah et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka
  • Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.
  • Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
  • Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.

Kesimpulan Tentang Pengertian Pengukuran:

  • Kegiatan pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil belajar dengan suatu ukuran tertentu. 
  • Dilakukan dengan proses sistematis. 
  • Hasil pengukuran berupa besaran kuantitatif (sistem angka). 
  • Pengukuran menggunakan alat ukur yang baku.

Pengertian Asesmen Menurut Para Ahli

  • Angelo T.A.(1991): Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being taught. (Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)
  • Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is obtained relative to some known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya : asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes (pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
  • Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to monitor progress and make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
  • Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review , and use of information about educational programs undertaken for the purpose of improving student learning and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa).

Kesimpulan Tentang Pengertian Asesmen:

  • Asesmen merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan umpan balik tentang seberapa baik siswa belajar.
  • Dapat dilakukan di awal, di akhir (sesudah), maupun saat pembelajaran sedang berlangsung.
  • Asesmen dapat berupa tes atau nontes.
  • Asesmen berupa nontes misalnya penggunaan metode observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dsb.
  • Hasilnya dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
  • Bertujuan meningkatkan belajar (pembelajaran) dan perkembangan siswa.

Pengertian Tes Menurut Para Ahli

  • Wayan Nurkencana (1993), tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan
  • Overton, Terry (2008): test is a method to determine a student’s ability to complete certain tasks or demontstrate mastery of a skill or knowledge of content. Some types would be multiple choice tests or a weekly spelling test. While it commonly used interchangeably with assesment, or even evaluation, it can be distinguished by the fact  that a test is one form of an assesment. (Tes adalah suatu metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan sejumlah tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan pada suatu materi pelajaran. Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan. Seringkali penggunaannya tertukar dengan asesmen, atau bahkan evaluasi (penilaian), yang mana sebenarnya tes dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan kenyataan bahwa tes adalah salah satu bentuk asesmen.)

Kesimpulan Tentang Pengertian Tes:

  • Tes adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau pengetahuan.
  • Beberapa tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan.
  • Tes adalah salah satu bentuk asesmen

Diagram Kedudukan Istilah Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, Asesmen, dan Tes. 

Perhatikan Gambar berikut, yang merupakan diagram kedudukan istilah evaluasi, penilaian, pengukuran, asesmen, dan tes yang seringkali membingungkan. Diagram dibuat berdasarkan induksi dari pengertian evaluasi (penilaian), penegertian pengukuran, pengertian asesmen, dan pengertian tesmenurut para ahli di atas.
kedudukan istilah evaluasi di antara istilah sejenis
Diagram yang menunjukkan kedudukan istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian", "Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"

Referensi:

  • Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture.
  • Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.
  • Angelo, T.A., (1991). Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning (#46), Summer, 17-31.
  • Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
  • Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB
  • Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003). Formative Evaluation Through Online Focus Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing Company: Bolton, MA.
  • Kizlik, Bob. (2009). Measurement, Assessment, and Evaluation in Education. Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.
  • Mardapi, Djemari (2003). Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
  • Overton, Terry. (2008). Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th Edition). University of Texas - Brownsville
  • Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. (1999). Assessment Essentials: Planning, Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass
  • Sridadi. (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.
  • Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
  • Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Baca Selengkapnya

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Cara Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Para pengunjung blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran pasti sudah tahu betul bahwa hasil belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Saya yakin para guru telah menguasai betul bagaimana cara menyusun instrumen penilaian ranah kognitif. Akan tetapi bagaimana dengan instrumen penilaian afektif dan psikomotor. Pada tulisan sebelumnya di blog ini telah dibahas mengenai langkah-langkah menyusun instrumen penilaian afektif. Jadi sekarang saatnya kita membicarakan tentang cara menyusun instrumen penilaian psikomotor.

Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah salah satu dari 3 ranah hasil belajar siswa, yang berkaitan dengan aktivitas fisik seperti berlari, menari, memukul, membedah, menggambar, dan sebagainya. Ranah psikomotor merupakan suatu jenis hasil belajar yang dalam perolehannya dicapai lewat keterampilan manipulasi dengan melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Hasil belajar pada ranah psikomotor yang berbentuk keterampilan itu dapat diukur pada saat siswa mengikuti proses pembelajaran ataupun sesudah proses pembelajaran.

Saat proses pembelajaran sedang berlangsung
Untuk melakukan penilaian psikomotor pada saat proses pembelajaran dengan berlangsung dapat dikakukan pengamatan langsung melalui tingkah laku yang ditunjukkan siswa selama pembelajaran
Sesudah mengikuti pembelajaran
Penilaian hasil belajar psikomotor yang dilakukan sesudah pembelajaran dilaksanakan dapat dilakukan denga cara memberikan tes kepada siswa.

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Psikomotor

Untuk menilai hasil belajar psikomotor, guru paling tidak harus menyiapkan 2 dokumen, yaitu:
  1. Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
  2. Instrumen pengamatan / lembar observasi berupa daftar periksa (check list) atau skala penilaian (rating scale)

Lembar observasi adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengobservasi kemunculan aspek-aspek keterampilan psikomotorik yang diamati. Lembar observasi dapat berupa daftar periksa (check list) atau dapat pula berupa skala penilaian (rating scale).

Daftar periksa (check list)
Daftar periksa berbentuk yang jawabannya tinggal memberi tanda cek (centang) pada kolom yang sesuai dengan aspek yang diamati. 

Skala penilaian (rating scale).
Skala penilaian merupakan daftar pertanyaan / pernyataan untuk menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati dengan rentang tertentu, misalnya dengan rentang 1 - 5.

Perlu diingat bahwa instrumen penilaian ranah psikomotor yang disusun harus mengacu kepada indikator. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan saat menyusun sebuah instrumen penilaian psikomotor adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.
Langkah-langkahnya:
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat.
  • Merumuskan bentuk soal / lembar kerja / lembar tugas / perintah kerja.berdasarkan indikator.
  • Contoh bentuk soal:
instrumen penilaian psikomotor
Contoh Soal / perintah kerja
 2. Menyusun instrumen pengamatan / lembar observasi
  • Mencermati kisi-kisi instrumen (indikator) yang telah dibuat
  • Mencermati soal / lembar tugas / perintah kerja yang telah dirumuskan.
  • Menjabarkan aspek-aspek keterampilan yang diamati. 
  • Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan:
aspek-aspek keterampilan psikomotor
Contoh hasil penjabaran aspek-aspek keterampilan
  • Memilih bentuk instrumen pengamatan: apakah berupa daftar periksa atau berupa skala penilaian.
  • Menulis instrumen pengamatan yang dipilih berdasarkan aspek-aspek keterampilan ke dalam tabel.
  • Menelaah kembali instrumen pengamatan yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa sudah bagus sehingga instrumen memiliki validitas yang tinggi.
  • Meminta orang lain untuk menelaah instrumen yang telah dibuat agar hasilnya lebih reliabel.
  • Untuk soal dari contoh soal di atas instrumen pengamatannya dapat sebagai berikut.
  • Contoh DAFTAR PERIKSA (Check List)
Contoh Daftar Periksa (Check List) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor
  • Contoh SKALA PENILAIAN (Rating Scale)

skala rating instrumen penilaian ranah psikomotor
Contoh Skala Penilaian (Rating Scale) untuk Instrumen Pengamatan Keterampilan Psikomotor

Pilih Daftar Periksa (Check List) atau Skala Penilaian (Rating Scale)?

Jika guru harus memilih, apakah ia sebaiknya menyusun instrumen penilaian psikomotor dalam format daftar periksa (check list) ataukah dalam format skala penilaian (rating scale), maka guru dapat mempertimbangkan aspek berikut. Daftar periksa memiliki keunggulan yaitu lebih mudah disusun dan digunakan dibanding skala penilaian, akan tetapi perlu diperhatikan pula bahwa skala penilaian memiliki objektivitas
Baca Selengkapnya

Kamis, 17 Januari 2013

Langkah-Langkah Menyusun dan Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Tinjauan Umum tentang Penilaian Afektif

Penilaian afektif, bagi sebagian guru lebih sulit dilakukan dibanding penilaian kognitif atau penilaian psikomotor. Padahal dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah, ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian. Kenyataan selama ini di lapangan lebih menunjukkan penilaian afektif terkesan bagai “anak tiri” dibanding  penilaian kognitif maupun psikomotor. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau instrumen yang baik.

Pada tulisan kali ini, blog penelitian tindakan kelas (ptk)  dan model-model pembelajaran akan mencoba membahas mengenai penilaian afektif. Mari kita simak.

Ranah afektif sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Beberapa komponen penting ranah afektif misalnya minat dan sikap terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran. Siswa bisa memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran atau materi pelajaran tertentu, bisa juga negatif, atau netral. Harapan semua guru tentunya, siswa mereka memiliki sikap dan minat positif terhadap semua mata pelajaran atau materi pelajaran. Melalui sikap yang positif ini kemudian dapat diharapkan, siswa juga akan memiliki minat yang positif. Siswa yang mempunyai sikap positif dan minat positif terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran akan mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berhasil dalam kegiatan pembelajaran.

Langkah-Langkah Menyusun Instrumen Penilaian Afektif

Dalam kaitan untuk mengetahui sejauh mana sikap dan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran atau materi pelajaran, yang kedua termasuk bagian penting dari ranah afektif, maka guru perlu menyusun instrumen penilaian afektif. Untuk menyusun instrumen penilaian afektif, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Pemilihan ranah afektif yang ingin dinilai oleh guru, misalnya sikap dan minat terhadap suatu materi pelajaran.
  2. Penentuan indikator apa yang sekiranya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran
  3. Beberapa contoh indikator yang misalnya dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana sikap dan minat siswa terhadap suatu materi pelajaran, yaitu: (1) persentase kehadiran atau ketidakhadiran di kelas; (2) aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, misalnya apakah suka bertanya, terlibat aktif dalam diskusi, aktif memperhatikan penjelasan guru, dsb.; (3) penyelesaian tugas-tugas belajar yang diberikan, seperti ketepatan waktu mengumpul PR atau tugas lainnya; (4) kerapian buku catatan dan kelengkapan bahan belajar lainnya terkait materi pelajaran tersebut.
  4. Penentuan jenis skala yang digunakan, misalnya jika menggunakan skala Likert, berarti ada 5 rentang skala, yaitu: (1) tidak berminat; (2) kurang berminat; (3) netral; (4) berminat; dan (5) sangat berminat.
  5. Penulisan draft instrumen penilaian afektif (misalnya dalam bentuk kuisioner) berdasarkan indikator dan skala yang telah ditentukan.
  6. Penelaahan dan meminta masukan teman sejawat (guru lain) mengenai draft instrumen penilaian ranah afektif yang telah dibuat.
  7. Revisi instrumen penilaian afektif berdasarkan hasil telaah dan masukan rekan sejawat, bila memang diperlukan
  8. Persiapan kuisioner untuk disebarkan kepada siswa beserta inventori laporan diri yang diberikan siswa berdasarkan hasil kuisioner (angket) tersebut.
  9. Pemberian  skor inventori kepada siswa
  10. Analisis hasil inventori minat siswa terhadap materi pelajaran

Bagaimana memberikan skor dalam penilaian afektif

Teknik penskoran untuk penilaian ranah afektif dapat dilakukan secara sederhana. Contoh, pada instrumen penilaian minat siswa terhadap suatu materi pelajaran terdapat 10 item (berarti ada 10 indikator), maka bila skala yang digunakan adalah skala Likert (1 sampai 5), berarti skor terendah yang mungkin diperoleh seorang siswa adalah 10 (dari 10 item x 1) dan skor paling  tinggiyang mungkin diperoleh siswa adalah 50 (dari 10 item x 5). Maka kita dapat menetukan median-nya, yaitu (10 + 50)/2 atau sama dengan 30. Bila kita membaginya menjadi 4 kategori, maka skor 10 -20 termasuk tidak berminat; skor 21 – 30 termasuk kurang berminat; skor 32 – 40 berminat, dan skor 41 – 50 termasuk kategori sangat berminat.

Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Berikut ini diberikan contoh instrumen penilaian sikap siswa terhadap materi pelajaran evolusi pada mata pelajaran IPA di kelas IX
contoh instrumen penilaian afektif
Contoh Instrumen Penilaian Afektif

Artikel Lain Yang Berhubungan dengan Penilaian Afektif :

Prinsip-Prinsip Penilaian

Kata Kerja Operasional untuk Ranah Afektif

Dalam penyusunan instrumen penilaian afektif, kita harus menggunakan kata kerja operasional dalam indikatornya. Ini dilakukan (sama seperti instrumen penilaian kognitif dan psikomotor) agar indikator dapat diamati / terukur. Menurut taksonomi Bloom, ada 5 tingkatan ranah afektif yaitu: (1) A1 – menerima; (2) A2 – menanggapi; (3) A3- menilai; (4) A4 – mengelola; dan (5) A5 – menghayati. Berikut ini disajikan contoh-contoh kata kerja operasional untuk kelima tingkatan dalam ranah afektif.

A1 – Menerima

Contoh kata kerja operasional:
  • Memilih
  • Mempertanyakan
  • Mengikuti
  • Memberi
  • Mematuhi
  • Meminati
  • menganut

A2 – menanggapi

Contoh kata kerja operasional:
  • Menjawab
  • Membantu
  • Mengajukan
  • Mengkompromikan
  • Menyenangi
  • Menyambut
  • Mendukung
  • Menyetujui
  • Menampilkan
  • Melaporkan
  • Memilih
  • Memilah
  • Mengatakan
  • Menolak

A3 – menilai

Contoh kata kerja operasional:
  • Mengasumsikan
  • Meyakini
  • Melengkapi
  • Meyakinkan
  • Memperjelas
  • Memprakarsai
  • Mengimani
  • Mengundang
  • Menggabungkan
  • Memperjelas
  • Mengusulkan
  • Menyumbang

A4 – mengelola

Contoh kata kerja operasional:
  • Menganut
  • Mengubah
  • Menata
  • Mengklasifikasikan
  • Mengkombinasikan
  • Mempertahankan
  • Membangun
  • Memadukan
  • Mengelola
  • Menegosiasikan
  • Merembukkan

A4 – menghayati

Contoh kata kerja operasional:
  • Mengubah perilaku
  • Berakhlak mulia
  • Mempengaruhi
  • Mendengarkan
  • Mengkualifikasi
  • Melayani
  • Menunjukkan
  • Membuktikan
  • Memecahkan

Baca Selengkapnya

Rabu, 16 Januari 2013

Model Pembelajaran Matematika: Accelerated Math (Matematika Akselerasi)

Salah satu model pembelajaran matematika yang dianggap efektif untuk diterapkan di kelas saat ini adalah model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math). Istilah lain untuk menyebut model pembelajaran matematika yang satu ini adalah individualized math (matematika individual). Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Renaissance Learning Ltd.

Definisi / Pengertian Model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau matematika individual (individualized math)

Model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau matematika individual (individualized math) adalah suatu model pembelajaran berbasis komputer dengan sistem di mana siswa-siswa belajar pada tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam sebuah kelas, kemudian mereka juga dapat melangkah maju ke unit pembelajaran berikutnya berdasarkan kecepatan belajar mereka masing-masing.
model pembelajaran matematika
Model pembelajaran matematika

Dalam penerapannya di kelas, model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math) ini menggunakan teknologi komputer untuk mengevaluasi performa setiap siswa pada akhir unit-unit pembelajaran. Hasil evaluasi ini pula yang kemudian dijadikan rujukan oleh guru untuk memberikan bantuan bagi semua siswa di kelasnya secara individual sesuai kebutuhan masing-masing siswa.

Kelebihan model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math)

Kelebihan utama dari model pembelajaran ini adalah bahwa siswa dapat belajar sesuai tingkatan kemampuan dan kecepatan mereka masing-masing. Hal ini bagus karena pada kenyataannya setiap siswa mempunyai kemampuan dan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
Selain itu guru juga dapat dengan mudah memperoleh feedback tentang proses beserta hasil pembelajaran yang dilakukan siswanya. Dengan demikian ia dapat mengetahui pula di bagian siswa tertentu mengalami hambata atau kelemahan. Bila hambatan dan kelemahan telah diketahui oleh guru, maka ia dapat memberikan bantuan yang sesuai dan efektif untuk siswa yang bersangkutan

Kelemahan model pembelajaran matematika akselerasi (accelerated math) atau model pembelajaran matematika individual (individualized math)

Harus tersedia perangkat keras (komputer) dalam jumlah dan spesifikasi yang memadai.
Harus tersedia software khusus di mana pada software itu tersedia berbagai materi pelajaran matematika yang bersifat interaktif dan dapat mengevaluasi kemajuan belajar siswa pada setiap unit materi pelajaran.
Guru harus memiliki kemampuan di bidang ICT.
Guru akan menemui kesulitan untuk mengaplikasikan model pembelajaran ini pada rancangan pembelajarannya.

Artikel Lainnya tentang model pembelajaran matematika :

Referensi :

http://www.cehd.umn.edu/nceo/presentations/NCTMLEPIEPStrategiesMathGlossaryHandout.pdf
http://www.ehow.com/how_7460023_use-accelerated-math-classroom.html
http://www.wisegeek.com/what-is-accelerated-math.htm
Baca Selengkapnya

Ciri-Ciri Metode Mengajar yang Efektif

Saat mengajar, semua guru pasti menggunakan metode mengajar tertentu. Metode mengajar ini dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga dapat digunakan secara efektif di dalam kelas guru yang bersangkutan. Baca artikel sebelumnya dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran ini tentang Menentukan Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran.

Ciri-Ciri Metode Mengajar Yang Efektif

Lalu bagaimanakan sebuah metode mengajar yang telah dipilih oleh guru tersebut dapat dikatakan efektif? Ada beberapa ciriyang dapat membuat kita dapat menilai sebuah metode mengajar apakah efektif atau tidak untuk suatu pembelajaran. Berikut dipaparkan beberapa ciri metode mengajar yang efektif:

Mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

Sebuah metode mengajar dikatakan efektif apabila dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman terhadap materi pelajaran yang sedang diajarkan oleh guru. Dengan metode yang digunakan siswa menjadi terbantu mempelajari suatu materipelajaran dengan baik.

Membuat siswa menjadi memiliki rasa ingin tahu

Rasa ingin tahu adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar seseorang termasuk proses belajar siswa. Jika siswa memiliki rasa ingin tahu maka pembelajaran yang dilakukannya menjadi amat mengasyikkan. Rasa ingin tahu adalah asupan energi yang tak habis-habisnya memberikan siswa kekuatan  untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan. Bahkan dengan rasa ingin tahu, akan muncul motivasi yang bersifat dari dalam, motivasi intrinsik yang membuat mereka dapat menjadi pebelajar mandiri. Metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa ingin tahu tentang materi pelajaran yang guru belajarkan kepada mereka.

Membuat siswa menjadi tertantang

Saat pemebelajaran berlangsung, guru acapkali memberikan tugas-tugas belajar kepada siswa. Penggunaan metode mengajar yang efektif dapat membuat siswa tertantang untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas tersebut dengan baik. 

Dapat membuat siswa aktif secara mental, fisik, dan psikis

Salah satu prinsip penting dalam pembelajaran adalah keaktifan pebelajar untuk memperoleh pengetahuan atau informasi. Bila guru menggunakan metode mengajar yang efektif, maka aktivitas siswa dalam pembelajaran akan tampak secara nyata. Keaktifan mereka dapat dalam bentuk mental, fisik,psikis, atau kombinasi dari keduanya atau ketiganya. Dengan aktifnya siswa baik secara mental, fisik, maupun psikis, siswa akan belajar penuh kebermaknaan dan hasil belajar yang mereka dapatkan akan bertahan lebih lama.

Membantu siswa tumbuh kreatif

Aspek lain yang dapat ditinjau mengenai metode mengajar efektif adalah pada dapat tidaknya sebuah metode mengajar membantu siswa agar  tumbuh menjadi individu yang kreatif. Metode mengajar yang efektif akan membuat siswa untuk berlatih menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi: berpikir kreatif, selama menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan oleh guru. Dengan latihan-latihan semacam ini, pada akhirnya siswa akan tumbuh menjadi individu yang kreatif.

Mudah dilaksanakan oleh guru

Ciri metode mengajar yang efektif yang terakhir adalah kemudahannya dalam pelaksanaan di kelas. Metode mengajar yang efektif adalah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya tidak memberatkan guru. Walaupun kemudahan juga penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan metode mengajar mana yang efektif, guru sebaiknya tidak hanya semata berpatokan pada ciri ini, sehingga guru dalam pelaksanaan pembelajaran hanya menggunakan metode-metode mengajar yang mudah dan tidak membutuhkan kerja keras semata.

Demikian tulisan tentang ciri-ciri metode mengajar yang efektif dari blog penelitian tindakan kelas (ptk) dan model-model pembelajaran, semoga bermanfaat bagi anda dalam mempertimbangkan penerapan suatu metode mengajar di kelas anda. Salam penelitian tindakan kelas.

Baca Selengkapnya

Bermain Peran (Role Playing), Sebuah Strategi Pembelajaran Efektif

strategi bermain peran (role playing)
Strategi bermain peran (role playing)

Bermain Peran (Role Playing), Sebuah Strategi Pembelajaran Efektif

Definisi / Tinjauan Umum tentang Strategi Bermain Peran (Role Playing)

Beberapa ahli telah membahas tentang strategi bermain peran ini, beberapa di antaranya sebagai berikut:

Joyce dan Weil (2000)

Bermain peran (role-playing) adalah strategi pengajaran yang termasuk ke dalam kelompok model pembelajaran  sosial (social models). Strategi ini menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial maupun intelektual.

Jill Hadfield (1986)

Hadfield menyebutkan bahwa strategi bermain peran (role playing) adalah suatu permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang
Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas.

Kelebihan Strategi Bermain Peran (role playing)

Bermain peran adalah strategi mengajar yang memiliki beberapa kelebihan baik bagi siswa maupun bagi guru.

Strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa

Poorman (2002) menyebutkan bahwa menurut hasil penelitian, strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dan materi pelajaran, sehingga dengan demikian juga dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep-konsep yang sedang dibelajarkan kepada mereka. Apalagi untuk mempersiapkan pembelajaran dengan strategi ini mereka harus terlebih dahulu melakukan studi tentang karakter atau tokoh yang akan diperankan atau dibuat skenarionya.
Fogg (2001) menyatakan bahwa pada kelas-kelas sejarah dimana para guru menjadi bosan dengan pembelajarannya dan menunjukkan kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran dapat diperbaiki dengan penerapan strategi bermain peran. Dari hasil pengamatan Fogg, siswa menjadi lebih tertarik dengan bahan pembelajaran yang diberikan.

Strategi bermain peran (role playing) dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran

Sebagaimana diketahui, siswa bukanlah botol kosong yang dengan serta-merta menerima ilmu pengetahuan yang diberikan oleh guru. Mereka harus terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran baik secara hands on maupun minds on.

Berdasarkan penelitian Poorman (2002), siswa yang diwawancarai mengatakan bahwa dengan strategi bermain peran yang dilaksanakan oleh guru, membuat mereka ingin terlibat aktif melakukan sesuatu dalam pembelajaran.

Hal ini senada sebagaimana yang diteliti Fogg (2001) bahwa pembelajaran yang menggunakan strategi bermain peran meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar.

Strategi bermain peran (role playing) dapat mengajarkan siswa untuk berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang

Suatu kegiatan belajar yang menggunakan strategi bermain peran ternyata dapat mengajarkan siswa untuk berempati. Tentu saha kelebihan ini dapat dengan mudah kita maklumi karena strategi bermain peran sangat melibatkan emosi siswa. Ini adalah suatu hal yang sangat positif terkait domain afektif. Dengan memainkan suatu peran tertentu, mereka akan memahami bagaimana posisi seseorang yang diperankannya. Dengan strategi bermain peran mereka tidak akan dengan mudahnya menghakimi seseorang atau suatu masalah, kecuali dengan terlebih dahulu melihatnya dari berbagai sudut pandang.

Strategi bermain peran memberikan kesempatan kepada siswa untuk memerankan tokoh yang barangkali dikenal dalam kehidupannya sehari-hari

Dengan bermain peran siswa akan dapat mengalami dan merasakan bagaimana menjadi seorang tokoh yang mungkin familiar dalam kehidupan mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya, meningkatkan keterampilan interpersonal, dan tentu saja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi.

Strategi bermain peran dapat diterapkan dalam berbagai setting

Jangan mengira strategi bermain peran sulit untuk diaplikasikan. Bermain peran dapat diterapkan dalam setting yang sangat bervariasi, termasuk di dalam ruang kelas standar. Selain itu bermain peran dapat dilakukan siswa secara individual maupun secara berkelompok.

Kelemahan strategi bermain peran

Di bawah ini diuraikan beberapa kelemahan strategi bermain peran (role playing). Mari kita simak.

Strategi bermain peran membutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat

Mempersiapkan pembelajaran dengan strategi bermain peran kadangkala memerlukan kerja keras dari guru maupun siswa, atau bahkan pihak lain yang mungkin dilibatkan. Akan tetapi, semuanya ini akan impas dengan motivasi yang akan dimiliki siswa serta penguasaan terhadap konsep yang dibelajarkan pada mereka.

Alokasi waktu menjadi isu penting

Persiapan pelaksanaan strategi bermain peran tentunya membutuhkan alokasi waktu yang relatif lebih banyak ketimbang strategi lainnya. Hal ini wajar karena ada banyak hal yang harus dilakukan baik oleh guru maupun siswa sebelum dan saat melaksanakan pembelajaran dengan strategi ini.

Langkah-langkah strategi bermain peran (role playing)

Nah, di atas sudah diuraikan apa itu strategi bermain peran (role playing) beserta kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini dipaparkan langkah-langkah strategi bermain peran (role playing). Langkah yang dapat dilakukan guru untuk melaksanakan strategi bermain peran terdiri dari :

Menentukan tujuan pembelajaran

Pada tahap ini guru menentukan apa tujuan pembelajaran yang hendak dicapainya melalui strategi bermain peran (role playing) ini. Kemudian ini juga menentukan detil apa yang harus dilakukannya saat pembelajaran nanti. Hal ini sebenarnya tergantung sepenuhnya pada alasan mengapa guru ingin memasukkan startegi bermain peran (role playing) latihan dalam kegiatan pembelajarannya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini dapat dideskripsikan oleh pertanyaan-pertanyaan berikut; (1) Topik apa yang guru ingin ajarkan?; (2) Berapa alokasi waktu yang tersedia/disediakan?; (3)  Apa yang guru harapkan dari siswa setelah kegiatan strategi bermain peran selesai, apakah dalam bentuk penelitian, laporan, presentasi?; (4) Apakah guru ingin siswa bermain peran secara terpisah atau bersama-sama?; (5) Apakah guru ingin memasukkan sebuah elemen konflik dalam skenario?;

Memilih konteks dan peran, serta menulis skenario

Pada tahap ini guru, sebaiknya bersama-sama siswa memilih konteks dan peran yang akan dimainkan, dan tentunya juga menulis skenario. Guru dapat pula mempertimbangkan memilih dan mengadaptasi materi (skenario) yang lainnya telah disiapkan oleh guru lain (bila sudah tersedia). Jika guru menulis sendiri, maka guru harus mencari inforimasi latar belakang masing-masing karakter atau lebih baik lagi jika siswa juga membantu mengumpulkan informasi tersebut melalui studi kepustakaan atau sumber lain seperti internet.

Latihan pendahuluan

Beberapa siswa kemudian dipilih atau mengajukan diri untuk menjadi pemeran dari tokoh-tokoh atau karakter dalam skenario tersebut. Mereka kemudian berlatih untuk memerankan tokoh-tokoh itu sesuai dengan penafsirannya di bawah bimbingan guru. Latihan dilakukan beberapa hari sebelum tampil di depan kelas. Lagi-lagi, mereka dapat melakukan studi tentang tokoh atau karakter yang akan diperankannya.

Kegiatan pembelajaran/pelaksanaan peragaan

Saat kegiatan pembelajaran guru menampilkan siswa-siswa yang telah berlatih memerankan karakter atau tokoh-tokoh dalam skenario pada beberapa hari sebelumnya. Sementara pertunjukan bermain peran dilakukan oleh beberapa siswa, siswa lainnya di dalam kelompok-kelompok mengamati dan mencermati lakon yang dimainkan. Mereka mendiskusikan kandungan dari permainan yang ditampilkan. Hal-hal yang guru harapkan akan didiskusikan siswa dapat dipadu melalui lembar kerja (LKS).

Mendiskusikan kesimpulan

Setelah kegiatan peragaan peran oleh siswa-siswa di depan kelas, maka setiap kelompok dapat membahasnya pada diskusi kelas. Tentu saja kegiatan ini dilakukan dengan panduan dan fasilitasi oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Setiap kelompok kemudian mengajukan kesimpulannya dan guru kemudian memberikan umpan balik dan kesimpulan secara umum.

Penilaian

Penilaian dapat dilakukan terhadap bagaimana siswa memerankan karakter atau tokoh dalam skenario. Untuk siswa yang menonton peragaan, dapat dinilai dari kemampuan mereka menginterpretasikan skenario yang telah disajikan. Kemudian bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain tlam mengkomunikasikan isi dari skenario yang ditampilkan. Penilaian dapat pula dilakukan dengan meminta mereka menulis sebuah tulisan pendek yang sifatnya reflektif. Dan tentu saja, penilaian mengacu kepada tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat dicapai siswa melalui kegiatan bermain peran (role  playing) tersebut.

Referensi

Fogg, P. (2001). A history professor engages students by giving them a role in the action.
Chronicle of Higher Education.

Jill Hadfield (1986). Classroom Dynamic. Oxford University Press.

Joyce, B. R., & Weil, M. (2000). Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of Teaching. Allyn and Bacon.

Poorman, P. B. (2002. Biography and role-playing:fostering empathy in abnormal
psychology
. Teaching of Psychology.
Baca Selengkapnya

Senin, 14 Januari 2013

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas?

mengajarkan kreativitas
Kreativitas Perlu Diajarkan Di Sekolah

Bagaimana Cara Mengajarkan Kreativitas Kepada Siswa?

Blog  penelitian tindakan kelas (PTK) dan model pembelajaran telah beberapa kali membahas tentang keterampilan berpikir kreatif dalam pembelajaran. Tetapi tidak ada salahnya jika artikel dengan topik ini kita tulis kembali mengingat pentingnya keterampilan berpikir kreatif dan kreativitas untuk diajarkan kepada siswa kita. Berikut ini adalah artikel terbaru tentang kreativitas dan keterampilan berpikir kreatif serta pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkannya di kelas.

Definisi Kreativitas

Kreativitas merupakan suatu bentuk kemampuan berpikir yang saat ini mendapat perhatian besar dalam reformasi pendidikan di seluruh dunia. Apakah yang dimaksud dengan kreativitas itu?

Ofsted (1999), memberikan definisi kreativitas sebagai berikut: Proses kreatif memiliki empat karakteristik. Pertama, melibatkan berpikir atau berperilaku imajinatif. Kedua, kegiatan ini imajinatif memiliki  tujuan tertentu. Ketiga,proses ini harus menghasilkan sesuatu yang orisinil. Dan keempat, hasilnya harus memiliki nilai dalam kaitannya dengan tujuan.

Sternberg dan Lubart (1999) menyatakan, " kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan karya yang baik dengan karakteristik orisinil, tak terduga, berguna, adaptif terhadap suatu kendala atau masalah ". Sedangkan Ripple (1999) menyatakan bahwa dalam bidang pendidikan, kreativitas adalah kombinasi kemampuan, keterampilan, motivasi, sikap dan faktor lainnya. Di antara semua atribut kreativitas, kemampuan berpikir kreatif selalu dianggap sebagai pusat pengembangan dari kreativitas.

Menurut teori kognitif, para ahli terkemuka seperti Guildford (1950) dan Torrance (1974), kreativitas berpikir divergen merupakan inti dari pemikiran kreatif. Berpikir divergen meliputi unsur-unsur tentang intektektualitas : kelancaran, fleksibilitas, orisinalitas dan elaborasi.

Sebaliknya, sebagian ahli menggunakan tinjauan melalui pendekatan afektif. Misalnya, Taksonomi Pemikiran Kreatif William (dalam Williams, 1980) menunjukkan bahwa faktor afektif seperti rasa ingin tahu, imajinasi, berani mengambil tantangan dan sikap berani mengambil resiko sangat kondusif untuk proses pengembangan kreativitas, dan faktor-faktor motivasi seperti ketertarikan, nilai dan kepercayaan diri juga penting dalam menentukan kemampuan berpikir kreatif.

Kreativitas dalam Pendidikan IPA

Kreativitas adalah sebuah konsep yang sulit dipahami dan dapat ditafsirkan dengan berbagai macam cara. Sebagaimana didefinisikan dalam Hu dan Adey (2002) kreativitas dalam domain IPA bertujuan untuk mengembangkan kreativitas ilmiah atau unsur-unsur berpikir kreatif umum. Pengajaran kreativitas masih diperdebatkan hingga saat ini. Salah satu inti perdebatan adalah tentang keraguan beberapa ahli tentang adanya proses transfer belajar kreativitas dari IPA ke domain lain. Di sisi lain, kesesuaian mengembangkan kreativitas para ilmuwan melalui kurikulum "IPA untuk semua (a science for all)" adalah kontroversial. Masih belum ada kesimpulan tentang bagaimana seharusnya bentuk  tujuan pembejaran dan strategi pembelajaran untuk mengajarkan kreativitas di bidang IPA. Karena itu, perspektif multi-arah untuk mengintegrasikan pembelajaran berpikir kreatif ke dalam pendidikan IPA lebih mudah diterima daripada yang searah.

Dalam sebuah tinjauan terbaru oleh Kind dan Kind (2007), dilaporkan perspektif yang berbeda dalam mengajarkan kreativitas dalam pendidikan IPA, dan pendekatan yang berbeda yang diadopsi oleh guru IPA, pembelajaran IPA berbasis inkuiri, metode eksperimental. Cheng (2006) menyarankan beberapa pendekatan untuk meningkatkan kreativitas dalam pembelajaran fisika, misalnya pendekatan penemuan (diskoveri), pembelajaran pemahaman, pendekatan presentasi, pendekatan aplikasi, dan pendekatan integrasi pengetahuan sains. Untuk memasukkan kreativitas ke dalam mata pelajaran reguler, para praktisi pendidikan perlu mempertimbangkan aspek kurikulum IPA yang ada. Pada beberapa dekade terakhir, sains-teknologi-masyarakat (STS-Science Technology Society) adalah pendekatan pembelajaran kreativitas yang bagus untuk diterapkan (Mansour, 2009).

3 Pendekatan Mengajar Kreativitas Berdasarkan Kurikulum

Sejalan dengan kurikulum IPA, disarankan 3 (tiga) pendekatan untuk mengintegrasikan kreativitas dalam pelajaran IPA, yaitu mengembangkan pemikiran kreatif IPA melalui : (1) proses IPA; (2) konten atau produk; dan (3) skenario IPA.

Pendekatan Proses IPA

Mari kita bahas terlebih dahulu tentang pendekatan proses IPA. Pendekatan inkuiri terbuka (open inquiry) dianggap sebagai pendekatan atau strategi pembelajaran yang paling  banyak digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA (Johnson, 2000; Kind & Kind, 2007, Meador, 2003). Craft (2000), Meador (2003) dan Shahrin, Toh, Ho dan Wong (2002) menganggap bahwa dengan terlibatnya siswa dalam pendekatan inkuiri terbuka dan latihan proses ilmiah akan dapat membantu siswa membangun konsep baru, dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan sikap kreatif. Di antara semua proses inkuiri, tahap penyusunan hipotesis disebut-sebut sebagai salah satu cara terbaik untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang telah mereka miliki dengan pengalaman baru, dan juga berpraktek dalam penyelidikan ilmiah merupakan unsur penting dalam meningkatkan kreativitas (Starko, 2010, Watson & Konicek, 1990).

Pendekatan Berbasis Konten IPA

Dalam pendekatan berbasis konten IPA, pendekatan menulis kreatif, yang melibatkan penggunaan analogi, adalah strategi yang bermanfaat untuk memelihara kreativitas dalam pendidikan IPA (Drenkow, 1992). Beranalogi dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat siswa menemukan ide-ide baru, dan membantu mengembangkan imajinasi (Girod, Rau & Schepige, 2003). Kind dan Kind (2007) dan Starko (2010) mengatakan bahwa proses imajinasi tersebut dalam hasil situasi tertentu dalam pemahaman siswa lebih baik dan perspektif baru bagi ilmu pengetahuan.Pemanfaatan analogi telah memainkan peran penting dalam penemuan ilmiah (Gibbs, 1999). Menulis kreatif dianggap sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan imajinasi siswa , berpikir kreatif dan juga pemahaman terhadap konsep sains.

Pendekatan Skenario Ilmiah, Misalnya Creative Problem Solving (CPS)

Dalam pendekatan skenario ilmiah, pendekatan pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving) adalah pendekatan yang umum digunakan untuk mendorong kreativitas dalam pendidikan IPA. Pendekatan ini bertujuan untuk memberi siswa kesempatan untuk "bekerja dengan masalah terbuka atau tugas-tugas yang membutuhkan solusi kreatif" (Park & Seung, 2008, hal.48). Menurut Isaksen, Dorval dan Treffinger (2000), pendekatan  pemecahan masalah secara kreatif (Creative Problem Solving)  terdiri dari enam tahap: menemukan kekacauan, menemukan data, menemukan masalah, menemukan ide, menemukan solusi dan menemukan penerimaan solusi. Pada setiap tahap dibutuhkan proses  berpikir divergen (menemukan banyak ide) yang diikuti oleh proses berpikir konvergen (menganalisis ide-ide dan membuat pilihan).

Artikel lain Tentang Kreativitas dan Pembelajaran Berpikir Kreatif


Referensi:

  • http://www.ied.edu.hk/apfslt/v11_issue1/chengmy/chengmy2.htm#two
  • http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDUQFjAB&url=http%3A%2F%2Fwww.ase.org.uk%2Fjournals%2Fschool-science-review%2F2009%2F3%2F332%2F1957%2FSSR332Mar2009p91.pdf&ei=xgP0UNHXMsOhkQWD-YGIDQ&usg=AFQjCNEHRxYMrJQXoGS1IcR4j0gxNY95AA&sig2=gU41vCv6HnI-_FJlV2MoIg&bvm=bv.1357700187,d.dGI

Baca Selengkapnya

Kamis, 10 Januari 2013

Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Beberapa waktu yang lalu kita pernah mengulas tentang Model Pembelajaran Kooperatif secara umum. Kali ini artikel di blog penelitian tindakan kelas agak lebih spesifik, yaitu tentang cara melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif yang bertujuan mengurangi konflik antar siswa, merangsang kegiatan belajar yang lebih baik, meningkatkan motivasi belajar, dan meningkatkan kepuasan pengalaman belajar. Teknik jigsaw pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970 oleh Elliot Aronson dan mahasiswa-mahasiswanya di University of Texas dan University of California. Sejak saat itu, ratusan sekolah telah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dengan sukses.

Strategi jigsaw adalah startegi pembelajaran kooperatif yang telah tercatat selama lebih dari tiga puluh tahun berhasil mengurangi konflik rasial dan meningkatkan hasil pendidikan secara positif di Amerika. Pada strategi ini, setiap siswa memegang peran penting untuk penyelesaian tugas dan pemahaman pembelajaran. Oleh karena semua siswa memiliki peran penting inilah yang membuat strategi model pembelajaran kooperatif ini menjadi sangat efektif.

Contoh Pelaksanakan Strategi Jigsaw

Para siswa di kelas sejarah, misalnya, dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 atau 6 siswa. Misalkan tugas mereka adalah untuk belajar tentang Perang Dunia II. Dalam satu kelompok jigsaw, Maisarah bertanggung jawab untuk meneliti bagaimana Hitler bisa naik ke tampuk kekuasaan di masa sebelum perang Jerman pecah. Anggota lain dari kelompok, misalnya Sanusi, ditugaskan untuk mempelajari bagaimana keadaan tentang kamp-kamp konsentrasi, Faisal diberikan tugas meneliti peran Inggris dalam perang, Melisa bertugas mencermati bagaimana kontribusi Uni Soviet, Tata akan berusaha memahami bagaimana masuknya Jepang ke dalam perang, serta Cintia akan membaca bahan tentang bagaimana bom atom dikembangkan sebagai senjata.
model pembelajaran kooperatif jigsaw
Struktur Kelompok Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Untuk meningkatkan keakuratan setiap laporan anggota kelompok, para siswa yang melakukan penelitiannya masing-masing  tidak segera bawa kembali ke kelompok jigsaw mereka. Sebaliknya, mereka harus terlebih dahulu bertemu dengan siswa dari kelompok lain yang memiliki tugas yang sama (satu dari masing-masing kelompok jigsaw). Misalnya, siswa ditugaskan untuk topik bom atom maka mereka akan bertemu sebagai tim spesialis bom atom. Mereka mengumpulkan informasi, menjadi ahli pada topik mereka, dan melatih presentasi mereka di kelompok ahli. Langkah ini sangat bermanfaat bagi siswa-siswa yang mungkin memiliki kesulitan belajar atau mengorganisir tugas mereka, sehingga mereka dapat mendengar dan berlatih dengan lainnya "ahli." Setelah presenter berlatih di kelompok ahli, maka kelompok jigsaw berkumpul kembali dalam konfigurasi awal mereka yang heterogen. Ahli bom atom di dalam setiap kelompok memberikan presentasi kepada anggota kelompok lainnya tentang pengembangan bom atom. Setiap siswa dalam setiap kelompok berbagi tentang spesialisasinyamasing-masing. Siswa kemudian diuji tentang apa yang telah mereka pelajari dari anggota kelompoknya tentang Perang Dunia II.

Situasi yang dibuat terstruktur secara khusus, sedemikian rupa seperti di atas membuat satu-satunya akses setiap anggota terhadap seluruh informasi adalah harus mendengarkan dengan cermat laporan setiap orang di dalam kelompoknya. Dengan demikian, Semua orang saling membutuhkan dan saling merasa bertanggung jawab untuk kesuksesan dirinya dan teman sekelompoknya.

Apa Manfaat Penggunaan Strategi Jigsaw?

Pertama dan terpenting, jigsaw adalah cara yang sangat efisien untuk mempelajari materi pelajaran. Proses jigsaw juga mendorong siswa untuk mendengarkan, terlibat aktif, dan berempati dengan memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok sebagai bagian penting dalam kegiatan akademik. Anggota kelompok harus bekerja sama sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama, setiap orang tergantung pada orang  lain. Tidak ada siswa dapat berhasil sepenuhnya kecuali semua orang bekerja dengan baik bersama-sama sebagai sebuah tim. Jigsaw adalah bentuk kerjasama yang didesain untuk memfasilitasi interaksi antar semua siswa di kelas, membimbing mereka untuk menghargai satu sama lain sebagai kontributor untuk tugas bersama mereka.

Baca juga: Langkah-langkah Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Tim Ahli).


Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai beberapa kelebihan antara lain : (1) memudahkan siswa untuk belajar; (2) mudah digunakan; (3) dapat diimplementasikan bersama strategi pengajaran lainnya; (4) merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang sangat efektif, bahkan jika hanya digunakan satu jam pelajaran per hari.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang Baik Sulit Direalisasikan Di Kelas?

Jawabannya bisa ya atau tidak. Akan menyesatkan untuk menyatakan bahwa sesi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw selalu berjalan lancar. Kadang-kadang, seorang siswa yang mendominasi akan berbicara terlalu banyak atau mencoba untuk mengendalikan kelompok. Lalu bagaimana cara guru agar dapat mencegah hal ini agar tidak terjadi? Beberapa siswa yang tidak lancar membaca atau pemikir lambat akan mengalami kesulitan membuat laporan yang baik untuk kelompok mereka. Bagaimana guru dapat membantu siswa yang tidak lancar membaca dan pemikir lamban inii? Di sisi lain, beberapa siswa sangat berbakat sehingga mereka bisa bosan bekerja dengan siswa lambat. Apakah teknik jigsaw efektif dengan siswa-siswa berbakat yang dapat bosan dengan siswa yang lamban? Dalam beberapa kasus, siswa mungkin tidak memiliki pengalaman mengikuti pembelajaran kooperatif dengan strategi jigsaw ini sebelumnya. Akankah strategi jigsaw dapat berfungsi pada siswa yang lebih tua yang telah terlatih untuk bersaing satu sama lain? Berikut pembahasannya.

Permasalahan dengan Siswa yang Suka Mendominasi

Banyak guruyang berpengalaman menggunakan strategi jigsaw dalam pembelajaran kooperatif mereka merasa bahwa dengan menunjuk salah satu siswa yang suka mendominasi diskusi untuk menjadi pemimpin diskusi di setiap sesi secara bergiliran sangat membantu masalah menyelesaikan ini. Tugas pemimpin adalah untuk memanggil siswa secara adil dan mencoba untuk menyebarkan partisipasi setiap orang merata. Selain itu, siswa yang suka mendominasi ini akan dengan cepat menyadari bahwa kelompok akan berjalan lebih efektif jika setiap siswa diperbolehkan untuk mempresentasikan tugasnya atau bahan sebelum ada pertanyaan dan komentar. Dengan demikian, kepentingan diri kelompok akhirnya mengurangi masalah dominasi.

Permasalahan  dengan Siswa Lamban

Guru harus memastikan bahwa siswa dengan kemampuan belajar lamban tidak menyampaikan laporan lebih rendah daripada anggota kelompok jigsawnya yang lain. Jika ini terjadi, strategi jigsaw mungkin akan menjadi bumerang. Untuk mengatasi masalah ini, teknik jigsaw bergantung pada kelompok "ahli". Sebelum menyajikan laporan kepada kelompok jigsaw mereka, setiap siswa memasuki sebuah kelompok ahli yang terdiri dari siswa lain yang telah menyiapkan laporan tentang topik yang sama. Dalam kelompok ahli, siswa memiliki kesempatan untuk membahas laporan mereka dan memodifikasi dengan didasarkan pada saran dari anggota lain dari kelompok ahli mereka. Sistem ini bekerja sangat baik. Pada tahap awal, guru dapat memantau kelompok ahli dengan hati-hati, untuk memastikan bahwa setiap siswa nantinya akan dapat memberikan laporan yang akurat untuk dipresentasikan kepada kelompok jigsaw-nya. Kebanyakan guru menemukan bahwa setelah kelompok ahli mendapatkan pemahaman yang baik tentang materi pelajaran yang menjadi tugasnya, pemantauan yang hati-hati dan ketat tidak lagi diperlukan.

Permasalahan dengan Siswa Berbakat yang Menjadi Bosan

Terlepas dari teknik pembelajaran apapun yang digunakan guru , kebosanan bisa menjadi masalah serius di setiap kelas. Penelitian menunjukkan, bahwa tingkat kebosanan dalam ruang kelas yang mengaplikasikan strategi jigsaw lebih rendah daripada di kelas tradisional. Anak-anak di kelas jigsaw lebih menyukai sekolah, dan hal ini berlaku baik bagi siswa berprestasi serta siswa yang lamban. Jika siswa berprestasi didorong untuk mengembangkan pola pikir "sebagi guru bagi kawannya," maka pengalaman belajar yang membosankan dapat menjadi sebuah tantangan yang menarik.

Permasalahan Dengan Siswa Yang Telah Terbiasa Bersaing

Hasil penelitian menunjukkan  bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki pengaruh yang sangat bagus bila diperkenalkan di sekolah dasar. Tapi bagaimana jika jigsaw belumpernah diikuti siswa saat berada di sekolah dasar dan telah terbiasa bersaing? Memang bila demikian, usaha guru menjadi lebih sulit untuk memperkenalkan pembelajaran kooperatif. Tidak mudah mengubah kebiasaan lama mereka yang sering bersaing atau dihadapkan pada persaingan. Tapi hal ini bukan berarti tidakdapat dirubah. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara umum membutuhkan waktu sedikit lebih lama, siswa sekolah menengah yang terbiasa bersaing dapat berpartisipasi dalam jigsaw dan menampilkan kemampuan luar biasa untuk mendapatkan keuntungan dari struktur kooperatif.

Kesimpulan

Beberapa guru mungkin merasa bahwa mereka telah mencoba pendekatan pembelajaran kooperatif karena mereka kadang-kadang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil, memerintahkan mereka untuk bekerja sama. Namun pembelajaran kooperatif membutuhkan lebih dari anak-anak yang sedang duduk mengelilingi sebuah meja dan mengatakan kepada mereka untuk berbagi, bekerja sama, dan bersikap baik satu sama lain. Situasi yang loggar dan tidak terstruktur dalam pembelajaran berkelompok bukanlah pembelajaran koperatif. Sebuah pembelajaran kooperatif memerlukan unsur-unsur penting yang dapat menjamin strategi seperti  jigsaw dan lainnya pada model pembelajaran kooperatif dapat terstruktur dan berfungsi dengan baik.

Referensi:

www.jigsaw.org
http://www.readwritethink.org/professional-development/strategy-guides/using-jigsaw-cooperative-learning-30599.html



Baca Selengkapnya