Model Pembelajaran Berkehidupan Bersama Lintas Etnik Dan Agama (Interethnic And Interreligous Model For Learning To Live Together)
Oleh:M. Thoyibi ( Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Yayah Khisbiyah( Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Abdullah Aly (Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Zakiyuddin Baidhowy (Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Sumber Jurnal:
Jurnal Penelitian Humaniora Universitas Muhammadiyah SurakartaHumaniora Volume 9 No. 1, Februari 2008
http://lppm.ums.ac.id/index.php/jurnal-ilmiah/123-jurnal-penelitian-humaniora
Sebagian isi makalah:
Pendahuluan
Berbagai kerusuhan dan ketegangan sosial yang terjadi di tanah air dalam dasawarsa sejak akhir 1980-an sampai pada tingkat tertentu menunjukkan bahwa realitas bangsa Indonesia yang multi-etnik dan multi-agama ini belum dapat dikelola dengan baik. Kerusuhan-kerusuhan tersebut mengisyaratkan bahwa pendekatan dan strategi yang telah diterapkan, terutama selama pemerintahan Orde Baru, tak lagi tepat untuk digunakan dalam konteks masa kini. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa Indonesia, baik pemerintah, perguruan tinggi, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya perlu berusaha menemukan cara-cara yang lebih tepat dalam mengelola keaneka-ragaman masyarakat ini.Di samping faktor politik, ekonomi, dan paham keagamaan, perbedaan latar belakang etnik merupakan faktor yang sering mewarnai berbagai kerusuhan selama ini, sebagaimana tercermin pada kerusuhan di Pontianak (etnik Dayak melawan etnik Madura), Jakarta (etnik Jawa/Sunda melawan etnik Cina), dan Surakarta (etnik Jawa melawan etnik Cina dan Arab). Dalam beberapa kasus kerusuhan, faktorfaktor tersebut teranyam satu sama lain sedemikian rupa, sehingga faktor yang satu sulit dipisahkan dari faktor lainnya. Meskipun faktor perbedaan etnik sering dinafikan dalam berbagai pernyataan resmi, kenyataan menunjukkan bahwa terdapat suatu kelompok etnik tertentu yang menjadi sasaran dan sekaligus korban dominan di dalam kerusuhan-kerusuhan tersebut. Dalam kasus kerusuhan Mei 1988 di Jakarta dan Surakarta, misalnya, pemicu-nya adalah faktor politik tetapi kemudian berkembang menjadi sentimen etnik. Sementara itu, kerusuhan di Surakarta pada tahun 1980, pemicunya adalah kecelakaan lalu-lintas antara dua pemuda, tetapi kemudian berkembang menjadi kerusuhan anti-Cina. Kenyataan ini menyiratkan bahwa perbedaan latar belakang etnik potensial untuk memicu kerusuhan, mengubah inti persoalan kerusuhan, atau meningkatkan eskalasi kerusuhan.
Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki keanekaragaman etnik dan agama serta memiliki sejarah kerusuhan yang berulang-ulang, sejak sebelum kemerdekaan hingga akhir abad ke-20 dengan faktor pemicu yang berbeda-beda. Hasil penelitian Mulyadi dkk. (1999) tentang radikalisasi sosial masyarakat Surakarta menunjukkan adanya pola keberulangan peristiwa kerusuhan dan menyebutkan angka frekuensi kejadian sedemikian tinggi dalam sejarah kota Surakarta Kenyataan di atas menunjukkan betapa relasi antaretnik di Surakarta merupakan konflik laten yang potensial meletus sewaktu-waktu dalam bentuk kerusuhan. Konflik laten ini potensial untuk berubah menjadi konflik manifes karena adanya bentuk-bentuk bias dalam relasi antaretnik, baik dalam bentuk stereotip (pendapat atau pandangan yang menggeneralisasikan ciri-ciri seseorang atau sekelompok orang berdasarkan keanggotaannya dalam kelompok tertentu), prasangka (perasaan atau sikap negatif pada orang/kelompok yang dicitrakan dalam ...............................
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dalam rangka need assessment untuk mengetahui kondisi sekolah dan interaksik sosial siswa dalam pergaulan sehari-hari di sekolah. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi wawancara dan angket.Wawancara dilakukan kepada para informan, yang terdiri dari tujuh siswa SMA di wilayah penelitian. Informan yang diwawancarai dipilih secara purposif. Di antara pertimbangan utama yang digunakan dalam menentukan informan adalah bahwa informan merupakan siswa SMA yang masih aktif dan mewakili variasi ketiga etnik di wilayah penelitian (Jawa, Tionghoa, dan Arab).
Adapun angket diberikan kepada kepala sekolah dan guru BK/BP dari lima sekolah yang berbeda. Sampai pada tingkat tertentu kelima sekolah yang dipilih mewakili variasi sekolah yang ada di wilayah penelitian, yaitu sekolah negeri, sekolah swasta Islam, sekolah swasta Katholik, dan sekolah swasta Kristen. Angket untuk kepala sekolah menekankan pada hal-hal yang terkait dengan kebijakan, baik dalam kaitannya dengan penerimaan siswa, pendidikan agama, muatan kurikulum lokal, maupun kegiatan ekstrakurikuler. Adapun angket untuk guru BK/BP menekankan pada hal-hal yang terkait dengan pergaulan siswa beserta permasalahan yang timbul dalam interaksi sosial siswa dan cara-cara yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan.
Data yang terkumpul melalui wawancara dan angket dianalisis secara deskriptif dan selanjutnya hasil analisis dijadikan bahan pertimbangan untuk mendesain model konseptual pembelajaran untuk berkehidupan bersama. Secara rinci langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi berbagai masalah yang timbul dalam interaksi sosial siswa sehari-hari di sekolah. Identifikasi persoalan ini didasarkan atas data yang terkumpul melalui wawancara dengan siswa dan hasil pengamatan guru BK/BP terhadap interaksi sosial siswa di sekolah, yang dituangkan secara tertulis dalam angket.
2. Mendesain model konseptual pembelajaran berkehidupan bersama yang dituangkan dalam bentuk modul pembelajaran. Modul ini mencakup materi, tujuan, strategi dan sarana/prasarana yang diperlukan dalam pembelajaran berkehidupan bersama. Materi pembelajaran pembelajaran berkehidupan bersama dirumuskan berdasarkan hasil identifikasi terhadap persoalan yang..................
Download selengkapnya makalah ini sebagaimana aslinya di sini.
0 komentar:
Posting Komentar