Kamis, 10 Januari 2013

Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Beberapa waktu yang lalu kita pernah mengulas tentang Model Pembelajaran Kooperatif secara umum. Kali ini artikel di blog penelitian tindakan kelas agak lebih spesifik, yaitu tentang cara melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif yang bertujuan mengurangi konflik antar siswa, merangsang kegiatan belajar yang lebih baik, meningkatkan motivasi belajar, dan meningkatkan kepuasan pengalaman belajar. Teknik jigsaw pertama kali dikembangkan pada awal tahun 1970 oleh Elliot Aronson dan mahasiswa-mahasiswanya di University of Texas dan University of California. Sejak saat itu, ratusan sekolah telah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini dengan sukses.

Strategi jigsaw adalah startegi pembelajaran kooperatif yang telah tercatat selama lebih dari tiga puluh tahun berhasil mengurangi konflik rasial dan meningkatkan hasil pendidikan secara positif di Amerika. Pada strategi ini, setiap siswa memegang peran penting untuk penyelesaian tugas dan pemahaman pembelajaran. Oleh karena semua siswa memiliki peran penting inilah yang membuat strategi model pembelajaran kooperatif ini menjadi sangat efektif.

Contoh Pelaksanakan Strategi Jigsaw

Para siswa di kelas sejarah, misalnya, dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 atau 6 siswa. Misalkan tugas mereka adalah untuk belajar tentang Perang Dunia II. Dalam satu kelompok jigsaw, Maisarah bertanggung jawab untuk meneliti bagaimana Hitler bisa naik ke tampuk kekuasaan di masa sebelum perang Jerman pecah. Anggota lain dari kelompok, misalnya Sanusi, ditugaskan untuk mempelajari bagaimana keadaan tentang kamp-kamp konsentrasi, Faisal diberikan tugas meneliti peran Inggris dalam perang, Melisa bertugas mencermati bagaimana kontribusi Uni Soviet, Tata akan berusaha memahami bagaimana masuknya Jepang ke dalam perang, serta Cintia akan membaca bahan tentang bagaimana bom atom dikembangkan sebagai senjata.
model pembelajaran kooperatif jigsaw
Struktur Kelompok Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Untuk meningkatkan keakuratan setiap laporan anggota kelompok, para siswa yang melakukan penelitiannya masing-masing  tidak segera bawa kembali ke kelompok jigsaw mereka. Sebaliknya, mereka harus terlebih dahulu bertemu dengan siswa dari kelompok lain yang memiliki tugas yang sama (satu dari masing-masing kelompok jigsaw). Misalnya, siswa ditugaskan untuk topik bom atom maka mereka akan bertemu sebagai tim spesialis bom atom. Mereka mengumpulkan informasi, menjadi ahli pada topik mereka, dan melatih presentasi mereka di kelompok ahli. Langkah ini sangat bermanfaat bagi siswa-siswa yang mungkin memiliki kesulitan belajar atau mengorganisir tugas mereka, sehingga mereka dapat mendengar dan berlatih dengan lainnya "ahli." Setelah presenter berlatih di kelompok ahli, maka kelompok jigsaw berkumpul kembali dalam konfigurasi awal mereka yang heterogen. Ahli bom atom di dalam setiap kelompok memberikan presentasi kepada anggota kelompok lainnya tentang pengembangan bom atom. Setiap siswa dalam setiap kelompok berbagi tentang spesialisasinyamasing-masing. Siswa kemudian diuji tentang apa yang telah mereka pelajari dari anggota kelompoknya tentang Perang Dunia II.

Situasi yang dibuat terstruktur secara khusus, sedemikian rupa seperti di atas membuat satu-satunya akses setiap anggota terhadap seluruh informasi adalah harus mendengarkan dengan cermat laporan setiap orang di dalam kelompoknya. Dengan demikian, Semua orang saling membutuhkan dan saling merasa bertanggung jawab untuk kesuksesan dirinya dan teman sekelompoknya.

Apa Manfaat Penggunaan Strategi Jigsaw?

Pertama dan terpenting, jigsaw adalah cara yang sangat efisien untuk mempelajari materi pelajaran. Proses jigsaw juga mendorong siswa untuk mendengarkan, terlibat aktif, dan berempati dengan memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok sebagai bagian penting dalam kegiatan akademik. Anggota kelompok harus bekerja sama sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama, setiap orang tergantung pada orang  lain. Tidak ada siswa dapat berhasil sepenuhnya kecuali semua orang bekerja dengan baik bersama-sama sebagai sebuah tim. Jigsaw adalah bentuk kerjasama yang didesain untuk memfasilitasi interaksi antar semua siswa di kelas, membimbing mereka untuk menghargai satu sama lain sebagai kontributor untuk tugas bersama mereka.

Baca juga: Langkah-langkah Melaksanakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Tim Ahli).


Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai beberapa kelebihan antara lain : (1) memudahkan siswa untuk belajar; (2) mudah digunakan; (3) dapat diimplementasikan bersama strategi pengajaran lainnya; (4) merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang sangat efektif, bahkan jika hanya digunakan satu jam pelajaran per hari.

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang Baik Sulit Direalisasikan Di Kelas?

Jawabannya bisa ya atau tidak. Akan menyesatkan untuk menyatakan bahwa sesi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw selalu berjalan lancar. Kadang-kadang, seorang siswa yang mendominasi akan berbicara terlalu banyak atau mencoba untuk mengendalikan kelompok. Lalu bagaimana cara guru agar dapat mencegah hal ini agar tidak terjadi? Beberapa siswa yang tidak lancar membaca atau pemikir lambat akan mengalami kesulitan membuat laporan yang baik untuk kelompok mereka. Bagaimana guru dapat membantu siswa yang tidak lancar membaca dan pemikir lamban inii? Di sisi lain, beberapa siswa sangat berbakat sehingga mereka bisa bosan bekerja dengan siswa lambat. Apakah teknik jigsaw efektif dengan siswa-siswa berbakat yang dapat bosan dengan siswa yang lamban? Dalam beberapa kasus, siswa mungkin tidak memiliki pengalaman mengikuti pembelajaran kooperatif dengan strategi jigsaw ini sebelumnya. Akankah strategi jigsaw dapat berfungsi pada siswa yang lebih tua yang telah terlatih untuk bersaing satu sama lain? Berikut pembahasannya.

Permasalahan dengan Siswa yang Suka Mendominasi

Banyak guruyang berpengalaman menggunakan strategi jigsaw dalam pembelajaran kooperatif mereka merasa bahwa dengan menunjuk salah satu siswa yang suka mendominasi diskusi untuk menjadi pemimpin diskusi di setiap sesi secara bergiliran sangat membantu masalah menyelesaikan ini. Tugas pemimpin adalah untuk memanggil siswa secara adil dan mencoba untuk menyebarkan partisipasi setiap orang merata. Selain itu, siswa yang suka mendominasi ini akan dengan cepat menyadari bahwa kelompok akan berjalan lebih efektif jika setiap siswa diperbolehkan untuk mempresentasikan tugasnya atau bahan sebelum ada pertanyaan dan komentar. Dengan demikian, kepentingan diri kelompok akhirnya mengurangi masalah dominasi.

Permasalahan  dengan Siswa Lamban

Guru harus memastikan bahwa siswa dengan kemampuan belajar lamban tidak menyampaikan laporan lebih rendah daripada anggota kelompok jigsawnya yang lain. Jika ini terjadi, strategi jigsaw mungkin akan menjadi bumerang. Untuk mengatasi masalah ini, teknik jigsaw bergantung pada kelompok "ahli". Sebelum menyajikan laporan kepada kelompok jigsaw mereka, setiap siswa memasuki sebuah kelompok ahli yang terdiri dari siswa lain yang telah menyiapkan laporan tentang topik yang sama. Dalam kelompok ahli, siswa memiliki kesempatan untuk membahas laporan mereka dan memodifikasi dengan didasarkan pada saran dari anggota lain dari kelompok ahli mereka. Sistem ini bekerja sangat baik. Pada tahap awal, guru dapat memantau kelompok ahli dengan hati-hati, untuk memastikan bahwa setiap siswa nantinya akan dapat memberikan laporan yang akurat untuk dipresentasikan kepada kelompok jigsaw-nya. Kebanyakan guru menemukan bahwa setelah kelompok ahli mendapatkan pemahaman yang baik tentang materi pelajaran yang menjadi tugasnya, pemantauan yang hati-hati dan ketat tidak lagi diperlukan.

Permasalahan dengan Siswa Berbakat yang Menjadi Bosan

Terlepas dari teknik pembelajaran apapun yang digunakan guru , kebosanan bisa menjadi masalah serius di setiap kelas. Penelitian menunjukkan, bahwa tingkat kebosanan dalam ruang kelas yang mengaplikasikan strategi jigsaw lebih rendah daripada di kelas tradisional. Anak-anak di kelas jigsaw lebih menyukai sekolah, dan hal ini berlaku baik bagi siswa berprestasi serta siswa yang lamban. Jika siswa berprestasi didorong untuk mengembangkan pola pikir "sebagi guru bagi kawannya," maka pengalaman belajar yang membosankan dapat menjadi sebuah tantangan yang menarik.

Permasalahan Dengan Siswa Yang Telah Terbiasa Bersaing

Hasil penelitian menunjukkan  bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki pengaruh yang sangat bagus bila diperkenalkan di sekolah dasar. Tapi bagaimana jika jigsaw belumpernah diikuti siswa saat berada di sekolah dasar dan telah terbiasa bersaing? Memang bila demikian, usaha guru menjadi lebih sulit untuk memperkenalkan pembelajaran kooperatif. Tidak mudah mengubah kebiasaan lama mereka yang sering bersaing atau dihadapkan pada persaingan. Tapi hal ini bukan berarti tidakdapat dirubah. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara umum membutuhkan waktu sedikit lebih lama, siswa sekolah menengah yang terbiasa bersaing dapat berpartisipasi dalam jigsaw dan menampilkan kemampuan luar biasa untuk mendapatkan keuntungan dari struktur kooperatif.

Kesimpulan

Beberapa guru mungkin merasa bahwa mereka telah mencoba pendekatan pembelajaran kooperatif karena mereka kadang-kadang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil, memerintahkan mereka untuk bekerja sama. Namun pembelajaran kooperatif membutuhkan lebih dari anak-anak yang sedang duduk mengelilingi sebuah meja dan mengatakan kepada mereka untuk berbagi, bekerja sama, dan bersikap baik satu sama lain. Situasi yang loggar dan tidak terstruktur dalam pembelajaran berkelompok bukanlah pembelajaran koperatif. Sebuah pembelajaran kooperatif memerlukan unsur-unsur penting yang dapat menjamin strategi seperti  jigsaw dan lainnya pada model pembelajaran kooperatif dapat terstruktur dan berfungsi dengan baik.

Referensi:

www.jigsaw.org
http://www.readwritethink.org/professional-development/strategy-guides/using-jigsaw-cooperative-learning-30599.html



Baca Selengkapnya

Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru

kualitas pertanyaan guru
Bagaimanakah Kualitas Pertanyaan Anda?

Tinjauan Umum Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru

Setelah sebelumnya blog penelitian tindakan kelas ini menerbitkan tulisan tentang Lembar Observasi Keterampilan Bertanya Guru, maka adalah sepantasnya bila kali ini dihadirkan tulisan tentang bagaimana Cara Memperbaiki Kualitas Pertanyaan Guru. Menurut buku Robert Marzano (2001) yang berjudul Classroom Instruction that Works, 80 persen pembelajaran yang berhasil selalu melibatkan guru dalam mengajukan pertanyaan. Kemudian, 30 – 50 persen alokasi waktu pada pembelajaran efektif digunakan oleh guru untuk bertanya.Akan tetapi pada beberapa guru perlu dipertanyakan: Seberapa efektifkah pertanyaan yang mereka ajukan? Masuk akal, bahwa jika guru ingin meningkatkan efektivitas pengajaran di kelas guru, tentu saja guru akan mulai dengan memperbaiki pertanyaan-pertanyaan yang guru ajukan.

Tujuan Guru Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa-siswa di kelasnya umumnya untuk tujuan-tujuan berikut, yaitu:
  • melibatkan siswa agar aktif dalam pembelajaran
  • meningkatkan motivasi belajar siswa
  • mengevaluasi persiapan siswa '
  • memeriksa penyelesaian pekerjaan siswa
  • mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa
  • meninjau kembali pembelajaran sebelumnya
  • mengetahui wawasan siswa tentang suatu topik atau konsep
  • menilai prestasi atau penguasaan tujuan pembelajaran oleh siswa
  • merangsang siswa agar belajar mandiri

Saat melaksanakan suatu pembelajaran guru dapat mengajukan beberapa pertanyaan dengan beberapa tujuan di atas, bahkan guru dapat mengajukan satu pertanyaan untuk beberapa tujuan sekaligus. Atau dapat pula beberapa pertanyaan diajukan untuk satu tujuan tertentu.

Ada 3 tiga tindakan yang dapat diambil untuk memperbaiki pertanyaan guru di kelas. Untuk memulainya, guru perlu untuk memberikan siswa kesempatan untuk berbicara ketimbang guru yang berbicara. Kedua, menyiapkan pertanyaan sedari awal bahkan ketika guru merencanakan pelajaran. Dan ketiga,menggunakan perancah (scaffolding) pertanyaan.

Langkah Pertama: Berikanlah Kesempatan Kepada Siswa untuk Lebih Banyak Berbicara

Untuk melaksanakan ini, guru perlu mengubah pola pikirnya. Guru diharuskan untuk “tidak terlalu” mengarahkan diskusi ke tujuan yang ingin dicapai guru. Guru tidak memaksakan tujuannya tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi suatu topik melalui pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada pemikiran mereka. Pertanyaan guru lebih sekedar upaya memancing agar siswa-siswa menjadi tergerak untuk ikut berdiskusi dan bertanya.

Langkah Kedua: Mempersiapkan Pertanyaan Saat Merancang Pembelajaran

Guru sangat perlu untuk mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan apa yang sekiranya dapat dan sesuai untuk dilontarkannya saat pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini, guru telah siap dengan berbagai skenario pertanyaan yang akan diajukan agar siswa mendapat pertanyaan-pertanyaan yang bermutu yang telah dipikirkan sebelumnya oleh guru. Pertanyaan yang baik tidak serta merta dihasilkan secara spontan saat guru melaksanakan pembelajaran. Pertanyaan bermutu telah direncanakan sebelumnya. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang bermutu ini siswa akan terpacu untuk terlibat dalam diskusi belajar dan memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kreatif dan berpikir kritis.

Langkah Ketiga: Gunakan Pertanyaan Perancah (Scaffolding)

Guru, saat melaksanakan langkah kedua di atas sekaligus harus melakukannya dengan membuat pertanyaan-pertanyaan efektif dengan berbagai tingkatan dari level mudah hingga level sukar. Cara mudah untuk merancang pertanyaan-pertanyaan sehingga bersifat sebagai perancah, maka guru dapat membuat tabel pertanyaan. Guru dapat membuat tabel pertanyaan untuk setiap konsep dengan berbagai level kognitif. Caranya, buatlah tabel dengan 8 buah kolom yang berisi : (1) Nomor Konsep; (2) Konsep yang diajarkan; (3) Pertanyaan tingkat Pengetahuan atau C1; (4) Pertanyaan Tingkat Pemahaman atau C2; (5) Pertanyaan tingkat Aplikasi atau C3; (6) Pertanyaan Tingkat Analisis atau C4; (7) Pertanyaan Tingkat Sintesis atau C5; dan kolom (8) Pertanyaan Tingkat Evaluasi atau C6.

Tulislah tabel tersebut, dan ingat, buat semua pertanyaan untuk setiap kolom tingkat kognitif. Keuntungan menggunakan perancangan pertanyaan seperti ini adalah terjaminnya ketersediaan pertanyaan-pertanyaan berkualitas untuk tiap konsep yang diajarkan. Selain itu, saat menerima pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa akan memperoleh kesempatan untuk berpikir mendalam tentang setiap konsep yang guru ajarkan. Pertanyaan yang terstruktur mulai dari level kognitif C1 hingga level tertinggi (C6) seperti di atas terbukti secara ilmiah meningkatkan efektivitas pembelajaran.

Komentar Terhadap Jawaban Siswa

Setelah memberikan pertanyaan dalam pembelajarannya, guru amat perlu untuk memberikan tanggapan atau umpan balik. Adalah sangat tidak pas bila guru tidak memberikan tanggapan terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa. Akan tetapi sebaiknya tanggapan yang diberikan hemat, tidak bertele-tele. Guru dapat pula bertanya lebih dalam (dengan teknik perancahan/scaffolding) di atas, yaitu dengan memberikan pertanyaan yang lebih tinggi levelnya segera setelah siswa menjawab sebuah pertanyaan. Latihan dan perencanaan yang matang sangat diperlukan agar strategi bertanya guru dapat membuat pembelajaran lebih efektif.

Referensi:

  • http://www.edutopia.org/blog/improving-teacher-questions-ben-johnson
  • http://beyondpenguins.ehe.osu.edu/issue/energy-and-the-polar-environment/questioning-techniques-research-based-strategies-for-teachers

Baca Selengkapnya

Selasa, 08 Januari 2013

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

tujuan pembelajaran
Tujuan Pembelajaran, perlukah?

Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Artikel blog penelitian tindakan kelas berikut ini membahas tentang  merumuskan tujuan pembelajaran. Silakan disimak semoga bermanfaat.

Definisi Tujuan Pembelajaran

  • "Perubahan yang ditujukan dan dimiliki oleh pelajar." (Popham, et al.. 1969)
  • "Pernyataan tentang apa yang siswa harus mampu lakukan sebagai konsekuensi dari pembelajaran." (Goodlad, dalam Popham et al, 1969.)
  • "Formulasi eksplisit tentang dengan cara bagaimana siswa diharapkan akan diubah oleh proses edukatif." (Bloom, 1956)
  • "Apa yang siswa harus mampu lakukan pada setelah kegiatan belajar di mana sebelumnya mereka tidak bisa melakukannya." (Mager, 1962)
  • "Tujuan pembelajaran adalah deskripsi dari kinerja yang guru inginkan dapat ditunjukkan oleh peserta didik sebelum guru dapat menganggap mereka kompeten. Sebuah tujuan lebih menggambarkan hasil yang diinginkan dari suatu pembelajaran, daripada proses pembelajaran itu sendiri.." (Mager, 1975)
  • "Tujuan pendidikan yang dirumuskan dengan baik adalah pernyataan yang relatif spesifik tentang apa yang harus mampu dilakukan siswa setelah mengikuti pembelajaran." (Gallagher dan Smith, 1989)

Ciri dan Karakteristik Tujuan Pembelajaran Yang Baik

Menurut Guilbert (1984) dalam artikelnya yang berjudul "How to Devise Educational Objectives", tujuan pembelajaran yang baik mempunyai ciri-ciri:
  • relevan
  • tegas
  • layak
  • logis
  • dapat diamati (tampak)
  • Measurable

Karakteristik tujuan yang efektif menurut Westberg dan Jason (1993) dalam buku "Collaborative Clinical Education" adalah:
  • Konsisten dengan tujuan keseluruhan dari sekolah
  • jelas dinyatakan
  • Realistis dan dapat dilakukan
  • Sesuai untuk tahap pelajar 'pembangunan
  • tepat komprehensif
  • Layak, hasil yang diminta tidak kompleks
  • Tidak diperlakukan seolah-olah mereka terukir di batu (sangat baku)
  • Tidak dianggap sebagai satu-satunya hasil yang berharga
Model Mager merekomendasikan bahwa tujuan pembelajaran harus spesifik dan terukur, dan pada tujuan pembelajaran harus memiliki tiga bagian berikut:
  • kata kerja yang terukur (kata kerja operasional)
  • spesifikasi apa yang dapat ditunjukkan oleh siswa
  • spesifikasi kriteria keberhasilan atau kompetensi

Fungsi Tujuan Pembelajaran

Perdebatan tentang perlu tidaknya merumuskan tujuan pembelajaran dalam rencana pembelajaran dan menyampaikannya saat proses pembelajaran telah berlangsung selama bertahun-tahun. Ada hasil penelitian yang menunjukkan efektivitas tujuan pembelajaran terhadap peningkatan kualitas belajar siswa dan retensi (daya ingat) mereka. Tapi, ada juga hasil penelitian yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Namun, saat ini tujuan pembelajaran secara luas diterima sebagai komponen penting dari proses desain instruksional (rencana pembelajaran).

Adapun fungsi tujuan pembelajaran:
  • Panduan bagi guru untuk merancang pembelajaran
  • Panduan bagi guru untuk evaluasi
  • Panduan bagi siswa untuk memfokuskan belajarnya
  • Panduan untuk siswa dalam kaitan self assessment
  • Menunjukkan kepada orang lain apa yang kita nilai
  • Membantu hubungan antara guru dan pelajar karena dengan tujuan pembelajaran yang dinyatakan secara eksplisit siswa tidak dipaksa untuk menebak apa yang akan dipelajari
  • Meningkatkan kemungkinan untuk membuat fokus bahan belajar mandiri.
  • Membuat guru mengajar lebih terarah dan terorganisir.
  • Berkomunikasi dengan rekan tentang apa yang guru ajarkan kerjasama sehingga meningkatkan kerja sama tim dan dengan rekan-rekan.
  • Membantu evaluasi program
  • Masukan bagi guru untuk berpikir hati-hati tentang apa yang penting dalam kegiatan pembelajarannya
  • Membantu menghindari pengulangan yang tidak perlu dalam mengajar
  • Menyediakan visibilitas dan akuntabilitas keputusan yang dibuat oleh guru dan siswa
  • Menyediakan model untuk penciptaan tujuan pemebelajaran bagi siswa
  • Membantu siswa membuat keputusan mengenai prioritas
  • Memberikan umpan balik kepada siswa apa tujuan telah yang dicapai

3 Domain Tujuan Pembelajaran

  • Domain kognitif

    Mengacu pada pembelajaran intelektual dan pemecahan masalah.Tingkat kognitif pembelajaran meliputi: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Contoh Tujuan: Mahasiswa akan membangun rencana perawatan untuk seorang remaja yang baru didiagnosis dengan IDDM. Rencana pengobatan harus memuat: ..............
  • Domain afektif

    Mengacu pada emosi dan sistem nilai seseorang. Tingkat afektif pembelajaran meliputi: (1) menerima, (2) menanggapi, (3) menghargai, (4) pengorganisasian, dan (5) karakterisasi dengan nilai. Tujuan Contoh: Mahasiswa akan menunjukkan komitmen untuk meningkatkan keterampilan kasus presentasi dengan secara teratur mencari umpan balik tentang presentasi.
  • Domain psikomotor.

    Mengacu pada karakteristik gerakan fisik dan kemampuan motorik keterampilan yang melibatkan perilaku yang membutuhkan tingkat tertentu keterampilan fisik dan koordinasi. Keterampilan ini dikembangkan melalui latihan berulang-ulang dan diukur dalam hal: kecepatan, ketepatan, jarak, prosedur, atau teknik pelaksanaan. Tingkat psikomotor meliputi: (1) persepsi, (2) set, (3) respon dipandu, (4) mekanisme, (5) respon yang jelas yang kompleks, (6) adaptasi, dan (7) originasi. Contoh Tujuan: Mahasiswa akan mengkalibrasi instrumen X sebelum melakukan prosedur Y.


Baca Selengkapnya

Minggu, 06 Januari 2013

Mencermati Kelemahan Yang Sering Ditemukan Dalam Laporan PTK

kelemahan laporan ptk
Kebingungan Seringkali Menyebabkan Munculnya Kelemahan Pada Laporan PTK yang ditulis

Mencermati Kelemahan Yang Sering Ditemukan Dalam Laporan PTK 

Artikel kita di blog penelitian tindakan kelas (ptk) kali ini membahas tentang cara mencermati kelemahan yang sering ditemukan dalam laporan PTK (penelitian tindakan kelas), setelah beberapa waktu yang lalu membahas tentang Kiat Memperlancar Menulis PTK, Langkah-Langkah Menulis PTK, dan Cara Menulis Rumusan Masalah. Kelemahan-kelemahan inilah yang sering membuat laporan ptk yang ditulis kurang memiliki kualitas sebagaimana yang diharapkan.

Faktor Penyebab


1. Guru/mahasiswa calon guru belum mempunyai pengalaman menulis laporan ptk, sehingga ia tidak tau atau bingung harus menulis apa.

Mereka, dengan keterbatasan pengalaman (katakanlah baru menulis untuk pertama kali), tentu belum mempunyai rasa percaya diri. Apalagi bila mereka menemukan bahwa format dan sistematika laporan ptk seringkali memilikiperbedaan-perbedaan (selingkung). Kepada mereka yang berada dalam situasi ini, seyogyanya dapat diberikan motivasi untuk membantu membangun rasa percaya diri pada diri mereka.

Selain itu mereka juga perlu diyakinkan bahwa perbedaan-perbedaan format atau sistematika itu hanyalah bentuk-bentuk variasi saja dari sebuah laporan ptk. Jadi, merekapun sebenarnya bisa menulis laporan ptk sesuai gaya mereka sendiri, yang penting tidak melenceng darikaidah-kaidah penulisan laporan yang baik.
Ketidakberpengalaman guru atau mahasiswa calon guru dalam menulis ptk seringkali tampak dengan jelas pada alur penulisan yang tidak lurus, melenceng, keluar dari jalur, sehingga laporan ptk bahkan kalau dibaca justru membingungkan pembaca. Atau dengan kata singkat: laporan ptk mereka tidak mempunyai benang merah. Biasanya laporan demikian ditulis dengan cara mencomot bagian-bagian tertentu dari beberapa laporan milik orang lain, atau paling tidak mengadaptasi bagian-bagian laporan ptk orang lain tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan apakah bagian itu perlu dan cocok dimasukkan (diadaptasi) untuk laporan ptknya. Untuk mengatasi hal ini, guru atau mahasiswa calon guru tersebut seharusnya mencoba memahami kembali bagaimana struktur sebuah laporan ptk yang baik.

2. Guru/mahasiswa calon guru tidak memiliki kemampuan menuangkan ide-ide yang ada di pikirannya ke dalam bahasa tulisan.

Beberapa guru/ mahasiswa calon guru yang lain sebenarnya sudah memahami apa-apa yang harus dimasukkan sebagai bagian dari laporan ptk mereka, akan tetapi ketidakmampuan mereka dalam menuliskan ide yang ada di pemikiran merekalah yang menjadi penyebab rendahnya mutu laporan ptk yang ditulisnya. Untuk mengatasi hal ini, maka guru atau mahasiswa calon guru yang bersangkutan harus lebih banyak berlatih menulis. Ingat, menulis adalah suatu keterampilan (skill), dan keterampilan apapun termasuk menulis hanya dapat dikuasai dengan baik apabila sering dilatih.

Pertanyaan Untuk Dicermati

Saat menulis sebuah laporan ptk, sebaiknya seorang peneliti kembali mencermati laporannya. Banyak hal yang harus diperhatikan agar laporan ptk yang dihasilkan memiliki nilai dan kualitas yang bagus. Nah, Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat dijadikan panduan untuk mencermati laporan ptk yang telah ditulis untuk melihat adakah kelemahan padanya:
  • Apakah penelitian dilakukan berdasarkan masalah nyata yang terjadi di dalam kelas?
  • Apakah masalah yang diidentifikasidisertai bukti-bukti (data awal) yang jelas atau hanya asumsi saja?
  • Apakah penelitian dilakukan di kelas guru itu sendiri?
  • Apakah tindakan yang dilakukan logis untuk menyelesaikan masalah?
  • Apakah rumusan masalah relevan dengan tujuan penelitian?
  • Apakah kajian teoritis (kajian pustaka) yang dicantumkan relevan dengan penelitian yang diangkat?
  • Apakah data yang diambil sesuai dengan tujuan penelitian?
  • Apakah alat pengambil data (instrumen) telah sesuai dan menjamin kecukupan data yang diperlukan?
  • Apakah indikator keberhasilan penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan?
  • Apakah langkah-langkah (tindakan) perbaikan dicantumkan dengan jelas?
  • Apakah ada penyempurnaan tindakan dari siklus sebelumnya saat melaksanakan siklus-siklus berikutnya?
  • Apakah setiap data telah dianalisis dan dibahas dengan baik?
  • Apakah simpulan sesuai dengan tujuan penelitian?
  • Apakah simpulan terlalu overgeneralized?

Demikian sederet daftar pertanyaan yang dapat diajukan oleh seorang guru atau mahasiswa calon guru saat menulis laporan ptk (penelitian tindakan kelas). Semoga bermanfaat.

Baca Selengkapnya

Strategi Pembelajaran Pairs – Checks untuk Model Pembelajaran Kooperatif

strategi pairs checks
Cara Membentuk Kelompok Kooperatif Strategi Pairs - Checks

Strategi Pembelajaran Pairs – Checks untuk Model Pembelajaran Kooperatif

Tinjauan Awal

Strategi pembelajaran Pairs – Checks (Berpasangan dan Saling Memeriksa) adalah salah satu strategi pembelajaran berpasangan selain Think – Pairs – Share (TPS) dan Think – Pairs – Write (Berpikir – Berpasangan – Menulis) pada model pembelajaran kooperatif. Strategi Pairs – Checks ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1993. Pada strategi ini siswa dilatih bekerja sama untuk mengerjakan soal-soal atau memecahkan masalah secara berpasangan, kemudian saling memeriksa / mengecek pekerjaan atau pemecahan masalah masing-masing pasangannya.

Langkah-langkah Strategi Pairs - Checks

Untuk melaksanakan strategi Pairs – Checks ini dalam model pembelajaran kooperatif yang anda laksanakan, dapat diikuti langkah-langkah umum berikut ini:
  1. Bagilah siswa di kelas anda ke dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 orang.
  2. Bagi lagi kelompok-kelompok siswa anda tersebut menjadi pasangan-pasangan. Jadi akan ada partner  A dan partner B pada kedua pasangan.
  3. Berikan setiap pasangan ini sebuah LKS untuk dikerjakan. LKS terdiri dari beberapa soal atau permasalahan (jumlahnya genap).
  4. Berikutnya, berikan kesempatan kepada partner A untuk mengerjakan soal nomor 1, sementara partner B mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 1 tersebut.
  5. Selanjutnya bertukar peran, partner B mengerjakan soal nomor 2, dan partner A mengamati, memberi motivasi, membimbing (bila diperlukan) partner A selama mengerjakan soal nomor 2 tersebut.
  6. Setelah 2 soal terselesaikan, maka pasangan tersebut mencek hasil pekerjaan mereka berdua dengan pasangan lain yang satu kelompok dengan mereka.
  7. Setiap kelompok yang memperoleh kesepakatan (sama pendapat/cara memecahkan masalah/menyelesaikan soal) merayakan keberhasilan mereka, atau guru memberikan penghargaan (reward). Guru dapat memberikan pembimbingan bila kedua pasangan di dalam kelompok tidak menemukan kesepakatan.
  8. Langkah nomor 4, 5, dan 6 diulang lagi untuk menyelesaikan soal nomor 3 dan 4, demikian seterusnya sampai semua soal pada LKS selesai dikerjakan setiap kelompok.

Tips untuk melaksanakan Strategi Pairs – Checks dalam Model Pembelajaran Kooperatif

  • Jangan membagi siswa secara asal, misal sebangku. Tetapi bagilah siswa berdasarkan tingkat kemampuan belajarnya. Jadi, terlebih dahulu sebelum membentuk pasangan, bagilah siswa di kelas anda menjadi 2 kelompok besar, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah berdasarkan kemampuan belajarnya. Setiap pasangan harus terdiri dari siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah.
  • Siapkan soal berjumlah genap, misal 6 soal sampai 10 soal (dengan memperhatikan alokasi waktu yang tersedia). Soal nomor 1 dan nomor 2 harus memiliki tingkat kesulitan dan bentuk yang sama, begitu seterusnya dengan soal nomor 3 dan 4, 5 dan 6, 7 dan 8, dst.
  • Pada LKS, sebaiknya peranan setiap pasangan dan anggota pasangan (partner) harus jelas, terutama saat strategi ini baru dikenalkan kepada siswa agar tidak terjadi kebingungan dalam berbagi tugas.
  • Modelkan atau bimbing semua kelompok secara klasikal untuk menerapkan langkah-langkah strategi pairs – checks ini di pembelajaran pertama untuk soal nomor 1 dan 2 (dua pertanyaan pertama).
  • Contohkan bagaimana cara mengamati, membimbing, memotivasi partner saat mereka berpasangan.
  • Modelkan perbedaan memberi bimbingan dengan memberikan jawaban kepada partner. Ingat, setiap partner tidak boleh memberi jawaban atau membantu mengerjakan secara langsung saat mereka berpasangan mengerjakan soal.
  • Gunakan hanya 1 LKS dan 1 pensil (pulpen) untuk setiap pasangan. Jadi di atas meja mereka hanya ada 1 LKS yang harus dikerjakan, dan 1 pensil untuk menulis. Ini dilakukan untuk mengefektifkan proses pembelajaran saat berpasangan.

Kelemahan Strategi Pairs - Checks

Berikut ini beberapa kelemahan yang dapat muncul dari penerapan strategi Pairs – Checks ini pada model pembelajaran kooperatif di kelas:
  • Membutuhkan waktu yang lebih banyak.
  • Membutuhkan keterampilan siswa untuk menjadi pembimbing pasangannya, dan kenyataannya setiap partner pasangan bukanlah siswa dengan kemampuan belajar yang lebih baik. Jadi kadang-kadang fungsi pembimbingan tidak berjalan dengan baik.

Kelebihan Strategi Pairs – Checks

Beberapa kelebihan strategi Pairs – Checks bila diterapkan pada model pembelajaran kooperatif, yaitu:
  • Melatih siswa untuk bersabar, yaitu dengan memberikan waktu bagi pasangannya untuk berpikir dan tidak langsung memberikan jawaban (menjawabkan) soal yang bukan tugasnya.
  • Melatih siswa memberikan dan menerima motivasi dari pasangannya secara tepat dan efektif.
  • Melatih siswa untuk bersikap terbuka terhadap kritik atau saran yang membangun dari pasangannya, atau dari pasangan lainnya dalam kelompoknya. Yaitu saat mereka saling mengecek hasil pekerjaan pasangan lain di kelompoknya.
  • Memberikan kesempatan pada siswa untuk membimbing orang lain (pasangannya).
  • Melatih siswa untuk bertanya atau meminta bantuan kepada orang lain (pasangannya) dengan cara yang baik (bukan langsung meminta jawaban, tapi lebih kepada cara-cara mengerjakan soal/menyelesaikan masalah).
  • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menawarkan bantuan atau bimbingan pada orang lain dengan cara yang baik.
  • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar menjaga ketertiban kelas (menghindari keributan yang mengganggu suasana belajar).

Sumber:

http://www.usd416.org/pages/uploaded_files/Pairs_Check.pdf
http://www.lessonopoly.org/teacherslist?q=node/1921
http://billsteachingnotes.wikispaces.com/file/view/COMMUNICATION%203%20PAIRING.pdf/49513567/COMMUNICATION%203%20PAIRING.pdf
Baca Selengkapnya

Jumat, 04 Januari 2013

Apa Saja Karakteristik Penelitian Kualitatif?

 Apa Saja Karakteristik Penelitian Kualitatif?

Sudah lama blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com tidak membahas tentang teori penelitian. Di blog ptk ini, walaupun dulu sekali telah ditampilkan artikel tentang penelitian kualitatif, ternyata setelah dicek, sama sekali belum ada artikel tentang karakteristik penelitian kualitatif. Baiklah, tanpa panjang lebar, mari kita cermati karakteristik-karakteristik yang dimiliki oleh penelitian kualitatif berikut ini.

Karakteristik Penelitian Kualitatif

  • Pada penelitian kualitatif teori atau hipotesis tidak secara apriori diwajibkan ada.
  • Penelitian kualitatif dilaksanakan pada latar alamiah (bukan dibuat-buat/artifisial), yaitu tempat di mana kejadian dan perilaku manusia berlangsung.
  • Asumsi-asumsi pada penelitian kualitatif amat berbeda dengan penelitian kuantitatif.
  • Dalam melaksanakan penelitian kualitatif, justru peneliti-lah yang merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data.
  • Data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif lebih cenderung bersifat deskriptif atau penggambaran dalam bentuk kata-kata, bukan dominan angka-angka.
  • Penelitian kualitatif berfokus pada menggali persepsi dan pengalaman partisipan (pihak-pihak yang terlibat dalam) penelitian.
  • Pada penelitian kualitatif, proses pelaksanaan penelitian sama pentingnya dengan hasil penelitian (produk). Peneliti, selama prosesnya berusaha memahami bagaimana suatu kejadian berlangsung.
  • Data pada penelitian kualitatif ditafsirkan dalam pemahaman idiografis, bukan untuk membuat atau merumuskan generalisasi.
  • Dalam merancang desain penelitian, peneliti pada penelitian kualitatif harus mencoba merekonstruksi penafsiran dan pemahaman dengan sumber data, yaitu manusia.
    penelitian kualitatif
    Karakteristik Penelitian Kualitatif
  • Proses penelitian kualitatif hingga menghasilkan produk penelitian, lebih mengandalkan pada tacit knowledge (intuisi dan perasaan), hal ini disebabkan oleh karena data tidak dapat dikuantifikasi. Data adalah apresiasi dari majemuknya suatu keadaan (kenyataan kejadian).
  • Pada penelitian kualitatif amat perlu menjunjung tinggi objektivitas  dan kebenaran. Akan tetapi ktiterianya berbeda dengan penelitian kuantitatif, karena derajat kepercayaannya diperoleh dari verifikasi berdasarkan koherensi, wawasan, dan manfaat.
Nah, demikian artikel tentang karakteristik penelitian kualitatif yang membedakannya dengan penelitian kuantitatif. Semoga bermanfaat.

Artikel lainnya tentang teori penelitian:


Baca Selengkapnya

Kamis, 03 Januari 2013

Sintaks Model Pembelajaran VAK (Visual - Auditorial - Kinestetik)

model pembelajaran VAK visual auditorial kinestetik
3 Modalitas dalam Belajar

Sintaks Model Pembelajaran VAK (Visual - Auditorial - Kinestetik)

Modalitas penting untuk belajar pada siswa adalah kemampuan mereka untuk melihat, mendengar dan menyentuh serta melakukan (visual - auditorial - kinestetik). Para ahli psikologi pendidikan, untuk mengakomodasi ketiga modal ini kemudian menciptakan model pembelajaran VAK.Untuk melaksanakannya di kelas, guru dapat melakukannya dalam langkah (sintaks) berikut ini:

1. Persiapan

Langkah ini dilakukan pada saat tahap pendahuluan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam langkah ini guru mempersiapkan siswa, baik yang berkaitan dengan minat siswa, perasaan positif untuk mengikuti pembelajaran yang akan dilaksanakan. Hal-hal tersebut dilakukan untuk menyiapkan mereka agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran secara maksimal.

2. Penyampaian

Setelah melakukan persiapan di kegiatan pendahuluan, guru selanjutnya membantu siswa untuk mengikuti pembelajaran, menemukan informasi-informasi dan mempelajari keterampilan-keterampilan baru dengan gaya dan cara belajar yang sesuai dengan modalitas yang mereka miliki masing-masing. Dalam hal ini harus memberikan pembelajaran dengan cara yang bervariasi agar semua gaya belajar, baik visual, auditorial, maupun kinestetik dapat terpenuhi kebutuhannya. Kegiatan yang meminta siswa aktif secara minds on, ataupun hands on activity sangat penting untuk disediakan.

3. Pelatihan

Setelah mengikuti kegiatan penyampaian melalui berbagai strategi yang mengakomodasi berbagai modalitas belajar tadi, guru kemudian memberikan fasilitasi sehingga siswa dapat melakukan pelatihan. Hal ini dilakukan agar siswa lebih menyerap informasi atau hasil belajar yang diharapkan. Lagi-lagi, cara-cara dan strategi yang dilakukan harus memperhatikan modalitas VAK siswa.

4. Mempresentasikan Hasil

Kegiatan pembelajaran dengan model VAK (visual - auditorial - kinestetik) ini akhirnya ditutup dengan kegiatan siswa untuk mempresentasikan hasil belajar yang telah mereka peroleh. Pada tahap ini guru seyogyanya menyediakan kesempatan kepada mereka untuk mengevaluasi kinerja mereka dalam belajar dan memberikan umpan balik.

Demikian sintaks (langkah-langkah) model pembelajaran VAK (visual - auditorial - kinestetik), semoga bermanfaat bagi anda pembaca blog http://penelitiantindakankelas.blogspot.com.

Laporan PTK Model Pembelajaran VAK dalam bentuk jurnal:

Peningkatan Motivasi Menghafal Surat Pendek Mata Pelajaran Al-Qur'an Hadits dengan Media Audio Visual
Laporan PTK Bahasa Indonesia PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN DENGAN PENDEKATAN SAVI (SOMATIS, AUDITIORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL)
Baca Selengkapnya